BAB 17

2172 Kata
| 17 "Assalamualaikum..." Belin mengetuk pintu kediaman Susi sambil menengok ke kanan dan ke kiri untuk mengamati sekeliling rumah. "Kok nggak ada yang respon sih? Atau penghuninya sedang keluar kali ya?" ucap Belin pelan. Belin berjalan mendekati cendela kamar Susi untuk memastikan apakah ada orang atau tidak. “Rumahnya terlalu jauh dari pemukiman tetangga, penghuninya cuma dua orang aja, perempuan semua lagi, Kok nggak takut sih Lala sama Tante Susi? Aku aja agak merinding malam-malam kesini." celoteh Belin. Sesampai tepi cendela kamar Susi, Belin mengintip dengan santai. Belin menganggap seperti rumahnya sendiri. Saat ia fokus mengintai isi kamar Susi melalui cendela, tiba-tiba terdengar suara yang sontak membuat Belin kaget bak maling yang ketahuan mencuri. ~Brukk~ "Astagfirullah, Allahuakbar, eee ayam goreng, siapa disana? Jangan ganggu aku! aku bukan maling, aku sahabatnya Lala." teriak Belin dengan kecang. Tak heran jika Belin latah, terutama saat situasi seperti itu. Seketika ia tercengang dan ketakutan dengan suara benda jatuh yang terdengar di dekatnya. Meski demikian, ia tetap berusaha memberanikan diri dengan menghampiri pusat suara tersebut. "Kira-kira tadi suara apa ya? Bikin kaget aja." Belin memberanikan diri untuk menghampiri pusat suara yang tadi ia dengar. "Ohh ternyata pot bunga yang jatuh, hmm pasti gara-gara kucing liar." ucap Belin saat mengetahui kondisi yang sebenarnya. "Yaudah aku balik ke depan aja dari pada cingak-cinguk kek maling." ucap Belin sambil berjalan menuju teras rumah. (Cingak-cinguk adalah mencari sesuatu dengan melihat ke kanan dan ke kiri). Belin berjalan dengan tempo sedikit cepat supaya segera sampai pada teras rumah. Ia akan mencoba mengetuk pintu lagi, berharap agar penghuni rumah dapat mendengarnya dan segera membukakan pintu. Namun usahanya tak kunjung mendapat tanggapan dari sang pemilik rumah, kemudian ia terpaksa harus menelpon Lala agar tak lama menunggu di teras rumah sendiri. ~Tuttttttttt~ Nada telepon berdering. “Halo, La, kamu dimana?” tanya Belin. “Iya? Aku dirumah, ada apa, Bel?” balas Lala singkat dengan suara yang berat. “Bisa tolong keluar sebentar? Aku ada di teras rumah kamu, GPL, nggak pakai lama. Oke.” Belin menutup teleponnya. Belin merasa senang akhirnya mendapat respon dari penghuni rumah, kini kehadirannya tak kunjung sia-sia. Bingkisan berbentuk kubus dengan hiasan corak bulan dan bintang sudah siap beralih ke tangan Lala. Tujuan Belin kesana hanyalah untuk menemui Lala. Karena hari ini adalah hari spesialnya, yaitu hari ulang tahun Lala yang ke sembilan belas tahun. “Lala lama banget sih, masih ngapain tuh bocah? Oiya kadonya aku umpetin disini ah.” Ucap Belin pelan sambil menaruh kado yang ia bawa di dekat rak sandal.. ~Clek~ Lala membuka pintu rumah dengan pelan. Ia melihat Belin memakai kemeja merah dengan panjang lengan se siku serta celana jeans berwarna hitam pekat. Riasan yang menempel pada wajah Belin memperlihatkannya akan menghadiri seatu acara. “Masuk, Bel. Maaf ya, kamu jadi nunggu lama, tadi aku cuci muka dulu, hehe.” Lala berusaha tegar dihadapan Belin meskipun kondisi fisiknya belum sepenuhnya stabil. “Iya nggak apa-apa kok, keadaan kamu bagaimana sekarang? Udah mendingan belum?” tanya Belin sambil berjalan memasuki kediaman Susi. “Alhamdulillah sudah mendingan, terimakasih banyak ya udah belikan sari kurma sama obat-obatan yang lain, next akan aku ganti biayanya.” Ucap Lala. “Sebel deh, aku jadi males denger ucapan kamu barusan, aku sama William itu tulus, kami berdua sama sekali tidak mengharapkan imbalan atau pun ganti rugi. Kita itu nggak mau lihat kamu sakit, faham? Dan kamu ingat baik-baik, persahabatan akan indah ketika kita memberi tak mengaharapkan balasan.” celoteh Belin. “Iya-iya maafin aku.” Lala meminta maaf dengan memegang tangan Belin dan mempersilahkannya duduk di kursi ruang tamu. Meskipun mereka berdua sering bertengkar karena berbagai hal, mulai dari masalah kecil, sedang dan berat, tak perlu memerlukan waktu lama untuk dapat segera akur kembali. Memang wajar bukan, apabila kita pernah bertengkar dengan sahabat sendiri, yang dikarenakan salah faham? Namun hal tersebut dapat mereka atasi dengan mudah, bahkan berkat pertengkaran itu malah membuat ikatan tali persahabatan menjadi lebih kuat dan langgeng. “Malam-malam gini kamu mau kemana? Tumben dandan rapi.” Tanya Lala. “Aku mau ke acara spesial.” Jawab Belin dengan senang. “Oh gitu.” Ucap Lala dengan cepat. Lala tidak mengerti dengan apa yang Belin sampaikan, namun ia tetap berusaha untuk menunjukkan yang terbaik kepada teman maupun sahabatnya. Dirasa obrolan mereka berdua kurang lengkap meski Lala sudah menyuguhkan beberapa camilan, seperti keripik singkong, keripik talas, dan permen mint. Akhirnya Lala izin untuk membuatkan Belin minuman hangat untuk pelengkap hidangan. “Bel, kamu mau minum apa?” tanya Lala. “Aku nggak mau minum apa-apa, aku disini nggak lama kok, Cuma mampir aja sama pengen tau kondisi kamu pasca pingsan kemarin. Kamu cukup duduk manis saja.” Jawab Belin dengan santai. Sambil mengunyah keripik sigkong, Belin menyempatkan diri untuk segera menghubungi William untuk memberi informasi seputar kondisi rumah dan kondisi fisik Lala. My “Wil, jangan lama-lama, buruan kesini, keburu malem.” William “Oke, aku sudah sampai depan pintu.” Tok tok tok William mengetuk pintu kediaman Susi dengan kencang supaya Lala dan Belin mengetahui akan kehadirannya. Belin dan William memang sengaja merencanakan ini untuk kejutan ulang tahun Lala. Walaupun cintanya tak terbalaskan dan ia hanya diakui sebagai teman lelaki, William tetap setia mengagumi sekaligus menyukai Lala. Keren sekali bukan? “Eh, siapa tuh?” tanya Belin kepada Lala. Padahal ia tahu betul bahwa suara ketukan pintu adalah pertanda kehadiran William. “Mana ku tau, coba aku periksa dulu.” Jawab Lala. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu rumahnya. Ia tak langsung membuka pintu tersebut karena ia mengira bisa jadi yang datang di kediamannya adalah orang jahat. Perlahan ia melihat dari dalam melalui lubang kecil yang terletak pada tengah pintunya. Ia melihat sosok lelaki yang tak asing, dan sepertinya dia mengenali lelaki tersebut. Setelah ia melihat postur tubuh lelaki tersebut dari atas hingga bawah, akhirnya ia sadar bahwa lelaki itu adalah William. Ia melihat William membawa buket bunga dan dua buah benda berbentuk kubus, dengan ukuran yang hampir sama. “Ngapain malam-malam begini William datang kemari?” batin Lala. Hal itu membuat Lala bingung sehingga ia kembali ke ruang tamu untuk menceritakan kepada Belin. “Bel, sini cepetan! Di depan ada William sambil bawa buket bunga dan benda kubus gitu. Aneh banget.” Ucap Lala sambil menarik tangan Belin untuk mengajaknya keluar ruangan. “Masak sih, La?” sahut Belin dengan pura-pura tidak tahu. ~Clek~ Lala membuka pintu. Mendengar adanya suara tersebut, William langsung memalingkan tubuhnya kepada Lala. William memandang Lala dengan sangat pekat. Tiba-tiba saja William melakukan aksi jongkok sambil menengadahkan tangan dengan memegang buket bunga mawar merah dan putih tepat berada di depan Lala bak pangeran yang memberikan bunga kepada sang puteri. “Selamat ulang tahun Syafrilla Caroline. Ku persembahkan bunga khusus ini hanya kepadamu.” Ucap William. Melihat aksi yang William tunjukkan kepada Lala, dalam hati Belin sangat ingin menertawakannya. Sungguh berlebihan bukan? Jika usia belasan tahun sudah menggunakan metode itu untuk memikat hati perempuan? Tak hanya Belin, Lala sendiri pun sebenarnya merasa ilfeel dengan apa yang sedang William lakukan. Namun demi menjaga harga diri dan perasaan teman lelakinya, Lala tetap bersikap hangat kepada William. “Emmm trimakasih banyak ya, Wil. Ayuk berdiri. Kamu romantis banget Wil, padahal kita cuma temen.” Ucap Lala. “Aku harap kamu suka dengan bunga ini.” William menyerahkan buket bunga yang ia pegang kepada Lala. “Aku suka banget sama bunga mawar, apalagi yang berwarna merah dan putih.” Lala mencium bunga yang William berikan. “Yang ngasih buket bunga nggak di cium sekalian nih?” goda William. “Enak aja.” Lala menampol lengan William. Tak kalah heboh dengan aksi William. Belin pun langsung memeluk Lala dengan sangat erat, sebagai tanda bahwa ia tidak mau kehilangan sahabat sebaik Lala. Tak lupa, ia juga mengucapkan kalimat romantis tepat di telinga Lala. “Happy birthday yang ke sembilan belas tahun my best friend, wish you all the best, I love you.” Ucap Belin. “Uuuuu thank you very much my angel, I love you too.” Balas Lala dengan ceria. William sangat kagum dengan persahabatan Lala dan Belin. Ia merasa bahwa baru pertama kali ini ia menjumpai ikatan tali persahabatan yang sangat erat. Sempat terlintas tanya pada benaknya, mengapa pertemanan antara lelaki dengan perempuan tidak bisa bertahan dengan lama? Kenapa harus muncul perasaan suka yang akhirnya akan menodai pertemanannya. Bersyukur meski Lala menolak cintanya, namun Lala masih menganggap William sebagai temannya tanpa harus mengurangi sikap terhadapnya. “Aku jangan diabaikan dong, masak kalian berdua berpelukan, aku hanya diam saja melihatnya.” Canda William. Akhirnya aksi berpelukan Lala dan Belin berakhir, lalu dilanjutkan dengan foto selfie bertiga. “La, ini kado buat kamu. Maaf ya malam ini nggak ada kue dan acara titup lilin.” Usai melakukan foto selfie, William memberikan Lala sebuah benda berbentuk kubus yang isinya masih menjadi misteri. “Aduhh jadi ngerepotin kamu, Wil. Seharusnya nggak usah kayak gini kali, ucapan dan doa dari kalian berdua sudah sangan istimewa buat aku.” Sahut Lala. “Udah deh terima aja, aku tulus memberikan ini semua buat kamu. Aku harap kamu suka dengan isinya meskipun sepele.” Ucap William merendah. “Dan ini ada satu lagi kado buat kamu.” Belin memberikan benda yang serupa dengan William. Lala semakin terharu dengan apa yang telah Belin dan William lakukan kepadanya. Tak pernah mengira ia akan memiliki sahabat dan teman yang sangat baik hati, tulus dan iklhas. “Sekali lagi terimakasih banyak ya, aku nggak tau harus membalas kebaikan kalian berdua dengan apa. Kalian istimewa dan sangat berarti bagi aku.” Lala memeluk Belin dan William secara bersamaan sebagai bentuk terimakasih serta rasa syukurnya. “Yeeyy kita jadi teletubis nih...” canda William. Mendengar canda dari William, Lala dan Belin melepaskan pelukan tersebut dan tertawa bersama-sama. Sungguh pemandangan yang indah. Tanpa sengaja William melihat jam tangan warna hitam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Ternyata sudah jam delapan malam. Ia sangatlah disiplin waktu, ia tak ingin mendengar ucapan atau tuduhan yang negatif karena sudah berkunjung di rumah teman perempuannya pada malam hari. Hal itu untuk menjaga nama baiknya dan nama baik keluarga Lala. “Emm maaf ya, aku nggak bisa lama-lama disini, aku takut kalau dituduh yang enggak-enggak sama warga sini. Lagian ini baru pertama kalinya aku berkunjung dirumah perempuan. Aku nggak mau ada apa-apa, hehe.” Ucap William yang menyatakan bahwa ia ingin pamit pulang. Kemudian disusul lagi dengan Belin yang sekalian ingin berpamitan kepada Lala. “Aku juga pamit pulang ya, La. Mumpung jalanya searah sama William, jadi kita mau pulang bareng, jangan cemburu loh.” Ucap Belin. “Iya juga sih, bikin kawatir juga kalau kamu pulang malam sendirian. Wil, aku titip sahabat aku ya, tolong jaga dia baik-baik sampai tiba dirumah.” Pinta Lala kepada William. “Siap sayang.” Sahut William. “Hmmm.” Gumam Lala sebagai wujud kesalnya. “Hehee bercanda kok, jangan cemberut ntar imutnya tambah.” Goda William. “Udah-udah jangan gombalin Lala mulu deh, tuh kan pipinya mulai merah. Oiya kita pamit dulu ya, La. Salam buat Tante Susi dan maaf kalau udah menggagu istirahat kamu. Cepat sembuh syeyeng. Assalamualaikum...” Pamit Belin. “Bye Lala, sampai ketemu di sekolahan ya, cepat sembuh ya. Assalamualaikum.” Pamit William. Lala tersenyum bahagia. “Iya waalaikumsalam, hati-hati dijalan.” Lala melambaikan tangan kepada Belin dan William yang berjalan menuju sepeda motornya. *** Lala sangat bahagia dengan kejutan yang sudah diberikan oleh Belin dan William. Kini rasa sakit yang ia rasakan sudah berkurang drastis, suhu badannya terasa normal. Beban fikiran yang sempat menyelimuti pikirannya juga berkurang. Tak tahu harus berbuat apa untuk membalas kebaikan mereka berdua. Lala sempat menceritakan kebahagiaan yang ia rasakan malam itu kepada almarhum Papa dan Mamanya. “Nih, Pah, Mah, Lala mendapat kado ulang tahun dari sahabat dan teman Lala. Malam ini Lala seneng banget, nggak nyangka mereka berdua bisa ingat pada tanggal dan bulan kelahiran Lala. Lala aja sempat lupa hehee.” Lala berbicara dengan bingkai foto almarhum orang tuanya. Tak sabar Lala ingin sengera membuka isi kedua kado tersebut. Ia sempat bingung memilih kado mana yang ia buka terlebih dahulu, kado dari Belin atau kado dari William? Kedua kado tersebut sama-sama besar dan sangat menarik bagi Lala, ditambah dengan riasan beberapa pita dengan warna pelangi membuatnya semakin terpikat dengan kado yang ia terima dari William. “Kado yang dari William bagus sekali, aku suka dengan tampilannya.” Lala membolak-balikkan kado tersebut sambil melihat bentuk kado secara keseluruhan. “Tapi kado dari Belin juga tak kalah bagus, ditengah ikatan pita terdapat foto aku sama dia yang lagi berlumuran tanah liat. Gemas sekali.” Lala memilih untuk membuka kado yang ia terima dari Belin. Lala mengambil selembaran foto yang menempel pada kado tersebut dan membuka pita berwarna biru muda sebagai pengikatnya. Perlahan-lahan ia membuka pekerat yang menempel pada lapisan kertas kado tersebut. Dan alhasil Lala dibuat penasaran lagi karena ternyata masih terselimuti bungkus kado lagi. Ia berusaha membuka lapisan bungkus kado itu sebanyak lima kali barulah dapat melihat isi kado tersebut. “Boneka teddy bear.” Lala mengambil dan langsung memeluk boneka tersebut. “Hmmm wanginya khas Belin banget, warnanya unyu banget, aku suka.” Ucap Lala dengan bahagia. Usai membuka kado yang ia terima dari Belin, Lala segera membuka kado yang William berikan. Dengan cara yang sama, Lala membuka kado tersebut dengan perlahan. Berbeda dengan kado yang ia buka dari Belin, Kado dari William lebih mudah dibuka dan tak kalah membuatnya terpukau. “Waw bantal berbentuk hati, warnanya merah, aku suka banget dan ini ada hiasan dinding boneka kecil-kecil juga.” Lala merasa senang dengan kado yang diberkan William. Selain boneka teddy bear dan diasan dinding berbentuk hati, Lala menemukan banyak potongan kertas yang bertuliskan selamat ulang tahun serta tulisan aku sayang kamu. Lala dibuat gerogi dan langsung membereskan potongan kertas tersebut. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN