#Mahasiswa yang Seperti Ini

2403 Kata
“Wen, udah tugasmu kelar?” Tanyaku pada Wendy yang sedari tadi memainkan handphonenya, asik dengan video lucu yang sedang di tontonnnya. Ia sampai tertawa-tawa sendiri saat ini. Padahal niatnya menghampiriku ke kafe ini adalah untuk mengerjakan tugas, tapi lihat apa yang sekarang di lakukannya. “eh? Belum… bentaran lagi …. Aku lagi ngumpulin niat dulu” Balasnya, dan aku sampai menggeleng-gelengkan kepala saat kulihat dia baru membuka dua halaman saja buku Papalia yang di bawanya bersama dengan laptopnya, setelah satu jam ia habiskan untuk duduk di kursi kafe tempatku bekerja pagi ini. “hhh… terus? Bukannya tugas itu besok di kumpul ya?” Ia mengangguk tanpa menatapku, masih focus pada video lucu yang menjadi perhatian utamanya itu. “santailah… aku pakai sestem SKS alias System Kebut Sesubuh… the power of kepepet itu biasanya lebih manjur buat aku beresin ini tugas” ‘Apa katanya sesubuh? Wahh.. bukan semalam lagi tapi ia bahkan mempersingkatnya jadi sesubuh ckckckk…’ Kataku dalam hati pada temanku yang satu itu. “ini gak bisa coppy paste Wendy... ini analisis. Yakin sesubuh bakal kelar?” Tanyaku lagi. “beressss… tenang aja..” “eh..” Wendy tiba-tiba menatapku. “besok dateng ke kelas kan?” Tanyanya, Aku jadi sedikit berpikir untuk datang atau tidak ke kelas besok. Karena jadwal kelas besok itu hanya akan melakukan presentasi kelompok saja. dan lagi dosenku juga besok akan jadi pembicara di seminar nasional, jadi kelas akan di awasi oleh asisten dosennya saja. “males ah… mending isi sift, dapet uang iya… aku titip absen kaya biasa aja ya” Balasku, lalu tersenyum semanis mungkin pada Wendy yang kini sedang menatapku dengan muka masamnya. “tanda tanganku untuk absenmu itu mahal tauu…” Ucapnya sambil mendelik padaku. “halahh… entar di bantuin nugas deh…yah yah yah titip absen kaya biasa ya… udah hapal ini kan tanda tangan aku” “yaaa… terserah…” “yeay.. thank youu…” Tak lupa aku berterima kasih padanya. Titip absen itu memang sudah biasa bahkan sering kulakukan. Karena jika tidak begitu, akan susah untukku membagi waktu antara kuliah dan bekerja, meskipun sejujurnya aku sudah kelimpungan sendiri dengan jadwalku di semester ini. Terkadang jika sift ku bentrok dengan jadwal kuliahku, aku jadi selalu titip absen saja pada Wendy agar nilaiku tetap aman. karena nilai dari absen sendiri itu sangat berpengaruh banyak pada IPS-ku. Seperti yang akan terjadi besok di kelas kesehatan mental, karena yang datang hanya seorang asisten dosen saja untuk menggantikan dosen utamaku, aku lebih memilih untuk tak datang untuk mengikuti kelasnya, karena pasti kelas besok itu tak akan seefektif biasanya. Lebih baik aku mencuri-curi waktu tambahan untuk bekerja agar bisa mendapat uang lebih banyak di bulan ini. “Irene, tugasmu gimana?” “dari kemarin juga udah kelar… gak molor kaya kamu Wen” Balasku membanggakan diri padanya. “itu sih kerajinan namanya.. ngapain tugas di kerjain cepet-cepet kaya gitu” “hhh… ada pribahasa kalo ‘Roma gak di bangun dalam semalam’…melalui prses yang panjang… aku tuh kerjain tugas nyicil dari awal biar bisa aku revisian dulu sama dosennya atau bisa juga tambahin materi kalo ada yang kurang, terus gak mepet mepet di akhir kaya kamu ini…” Sindirku padanya dengan menggunakan istilah dari Italy yang ku sukai itu. aku percaya dengan kerja keras dan berproses suatu hari aku bisa membangun kehidupan yang lebih baik. Karenanya aku selalu berusaha yang terbaik. Aku memang selalu rajin mengerjakan tugasku, selagi ada waktu dan bisa, pasti akan langsung kukerjakan. Karena jika tak begitu, tugasku hanya akan menumpuk dan akhirnya tak ku kerjakan karena harus bekerja. Akan jadi sarjana seperti apa aku saat lulus nanti, jika masuk kelas saja sudah jarang dan tugasku malah selalu bolong-bolong tak ku kerjakan. Hhhhh… akan sia-sia saja pada akhirnya aku bekerja keras untuk kuliahku ini, kalau aku sampai jadi mahasiswa yang seperti itu. Tapi kalau di pikir lagi, sepertinya aku ini mungkin lebih cocok di sebut lulusan kafe atau restoran dari pada lulusan universitas fakultas psikologi, karena semua waktuku lebih banyak ku habiskan untuk bekerja di restoran atau kafe dari pada di kampusku tempat ku berkuliah. Kehidupan kuliahku ini bisa di katakan cukup berantakan, setiap harinya hampir selalu datang terlambat, titip absen as always, terkadang hanya tugasku saja yang hadir di kelas sementara aku misalnya harus ada job sebagai pemandu wisata turis asing yang berkunjung ke kota tempatku berkuliah ini. Menurut istilah mahasiswa-mahasiswa gaul di kampusku itu, aku ini memang termasuk jenis mahasiswa “KUE-KUE” alias ‘kuliah-gawe-kuliah-gawe’. Mau bagaimana lagi sudah nasib, aku harus mencari banyak pemasukan agar bisa bertahan setiap semesternya. Berbeda sekali dengan Wendy, dia itu tipikal mahasiswa “KUMAN-KUMAN” atau ‘kuliah-main-kuliah-main’ yang sekarang mendadak berubah jadi mahasiswa ‘KURA-KURA’ atau ‘kuliah-rapat-kuliah rapat’. Jadi Wendy baru-baru ini mengikuti organisasi kemahasiswaan hanya karena ada satu mahasiswa yang sedang mencari incarannya. Sementara aku tak pernah tertarik untuk mengikuti hal-hal semacam itu. kecuali jika memang ada benefitnya seperti menjadi panitia acara seminar yang selalu aku kuikuti. itupun jika aku masih memiliki jadwal kosong. Karena banyak keuntungannya, seperti mendapat konsumsi, jadi aku tak usah mengeluarkan uang untuk makan siangku, bahkan aku jadi bisa makan cemilan yang juga di berikan oleh pihak penyelenggara seminar, lalu sertifikat yang ku butuhkan untuk yurisidium saat aku lulus nanti, dan kadang juga aku mendapat tips dari guestar atau tamu atau apapun itu. “…” “halaaah… yang kerjain Roma tuh pasti lelet banget deh, denger ya… candi aja tuh yang semalem doang di bikinnya bisa selesai kebangun. apalagi cuma tugas” “ngaco deh” Balasku, pembicaraanku dengannya jadi neglantur begini. “eh, tapi serius deh, aku juga jadi males banget dateng ke kelas besok cuma buat dengerin presentasi doang… belum lagi setiap kali presntasi si Nim pasti selaluuuu aja nanya yang gak penting, terus bikin kelas gak kelar- kelar bahkan jadi molor sampe abis jam..” “hahahahh… bener tuh… nyebelin emang tu anak satu… inget di kelas antropologi gak? dia sampe nanya itu sumber jurnalnya valid atau engga terus nyuruh sebutin vol. jurnalnya lagi… hahahahh” “benerrrr…. Kurang gawean emang tu anak” Tambah Wendy. “Irene” Tiba-tiba aku langsung bangun berdiri saat ku dengar suara manager Kafe tempatku bekerja sekarang ini memanggil namaku. “ah, iya Pak” “karena dari tadi kafe sepi, jadi saya mau keluar dulu sebentar dan balik lagi sekitar jam 11 siang” Ucapnya, ku pikir Pak David akan menegurku karena keasikan mengobrol bersama Wendy dan bukan bekerja. “iya Pak” “ya sudah saya pergi, titip sebentar, di lanjut saja lagi ngobrolnya” “heheh.. iya Pak.. hati-hati Pak” Ia tersenyum padaku dan pergi dengan mobilnya kemudian. “hhhhfftttt… kirain bakal di marahin” “kenapa di marahin? Kerjaan kamu kan juga udah selesai, lagian sepi gini apa yang mau di kerjain juga” Benar apa kata Wendy. Ini masih pukul 09.04 pagi jadi belum masuk jam padat pelanggan. “bener…” Ting Ting Ting Suara notifikasi dari handphoneku dan kulihat ada tiga pesan masuk. “ehm? ini? Pak Jackson ada apa ya kirim link kaya gini” “apa? siapa? Pak Jackson??? Di buka cepet” Aku langsung membuka link yang di kirimkannya itu. “hhhh… ini soal penelitiannya..” “oh iya, nanti sore jadi ketemu Pak Jackson?” Aku mengangguk, karena Pak Jackson juga sudah memintaku untuk datang kemarin saat insiden kejedot pintu ruang dosen, jadi sudah pasti aku harus menemuinya. Ting Pak Jackson : Temui saya sehabis makan siang. Jangan telat. …. Satu pesan lagi masuk darinya yang berisi perintah itu. “eeeeh??? Apa ini?? seenaknya dia ubah jadwal kaya giniiii??? Aaahhh sebel… padahal jadwal aku kan hari ini sampe jam 4!!!” kesalku, karena itu juga artinya aku tak memiliki waktu istirahat setelah jam ramai pengunjung kafe ini yang biasanya ada di jam makan siang. “sabar… orang ganteng mah bebas... semau guee” “ganteng-ganteng nyebelin… dasar” Gerutuku. Tak lama kemudian aku sudah harus melayani pengunjung yang mulai berdatangan, aku bekerja sebagai barista di kafe ini. aku cukup menikmatinya pekerjaanku ini, meskipun terkadang aku merangkap harus menjadi pelayan dan harus mengurus stok juga yang lainnya, tapi aku tetap menyukainya. Dari pukul 9 sampai pukul 12 siang nanti aku bekerja di kafe ini, seharusnya sih sampai pukul 4 sore. tapi karena Pak Jackson memintaku untuk datang menemuinya sehabis jam makan siang, jadi aku terpaksa harus meminta tolong pada barista di sift selanjutnya untuk mengambil alih pekerjaanku. … Pukul 12.04 “maaf ya Pak, saya jadi harus izin pergi lebih awal” Kataku tak enak pada Pak David. “gak papa… yasudah cepat pergi, nanti telat ketemu dosennya” “baik pak, terimakasih Pak” Kataku sekaligus langsung pamit pergi dari kafe. Untung Pak David itu orangnya cukup fleksible dan pengertian untuk karyawannya yang memang kebanyakan masih seorang mahasiswa sepertiku. Ting Ting Ting Ada notifikasi masuk dari grup kelas psikologi social. Isinya itu adalah permintaan beberapa mahasiswa untuk meminjam catatan dan buku pegangan untuk di fotocopy dari mahasiswa yang memang memiliki catatan yang cukup lengkap. “ah iya… minggu depan kuis, aku juga harus pinjem buku Hellen, catatannya lumayan lengkap” Aku dan beberapa orang yang kini sedang menggaduh di grup kelas itu adalah tipikal mahasiswa yang selalu memfotokopi dari catatan mahasiswa yang cukup rajin dan pintar di kelas. karena memang aku ini yang jarang mengikuti kelas dan selalu titip absen pada teman sekelasku, jadi jika tidak memfotocopi.. lalu apa yang bisa k*****a saat akan kuis nanti. Karena itulah memfotokopi catatan itu penting untuk kulakukan. Yaa... setidaknya aku ada usaha untuk mempelajari materi agar tak nol besar di setiap kuis. Dan sialnya Hellen, Vio, dan beberapa nama mahasiswa yang cukup pintar di kelas selalu mandadak tak bisa di hubungi di saat seperti ini. bahkan aku masih ingat mereka yang selalu berubah jadi tak bisa mendengar saat ujian berlangsung. mereka itu bisa di katakan mahasiswa pintar yang tak bisa membantu teman seperjuangan yang membutuhkan jawaban dari mereka. Vio bahkan selalu berbohong kalau dia tidur di malam sebelum ujian dan tak sempat belajar sampai tak mengerti apa-apa. padahal malamnya dia sudah belajar mati-matian. Mereka cukup pelit untuk berbagi hal-hal yang menyangkut soal kuis atau ujian. “hhh… bener aja, Hellen udah gak bisa di hubungin sekarang” Dan terpaksa aku harus pergi ke perpustakaan dulu setelah bertemu dengan Pak Jackson nanti. Tapi terkadang aku juga malas harus ke perpustakaan untuk mencari buku. Karena pertama, aku akan bertemu dengan pasangan kampus yang sedang berpacaran ala-ala drama di sana. belum lagi aku selalu saja menemukan mahasiswa tukang tidur, karena suasananya sepi perpustakaan adalah spot terbaik untuk tidur siang. Ah belum lagi, anak penggila film yang selalu menghabiskan waktu mereka untuk streaming film atau drama kesukaan mereka di perpustakaan yang memiliki kecepatan internet yang superduper cepat. Aku sudah menjumpai berbagai macam mahasiswa aneh di perpustakaan, karena memang sudah selama dua semester aku bekerja part time di sana. “Irene, pikirin itu nanti aja, pertama kita ketemu Pak Jackson dulu” Kataku. Setelah sampai di gedung kampus fakultas psikologi. Aku naik ke lantai tiga untuk bertemu dengan Pak Jaskson di ruangan Dosen seperti perintahnya kemarin. “ooh… Pak Jackson” Panggilku saat kebetulan kutemukan dirinya baru saja keluar dari kelas Psikologi Perkembangan. “Irene… tak usah berlari begitu, ayo ikut ke ruangan saya dulu” Ucapnya padaku yang memang tadi sedikit berlari untuk menghampirinya. Aku lalu menganguk saja dan mengekorinya dari belakang menuju ruangan dosen. ternyata Pak Jackson memiliki ruangan khusus sendiri dan terpisah dari ruangan dosen lainnya. “sudah baca aturan dan prosedur penelitiannya?” Tanyanya sambil mendudukan dirinya di kursi. “ehm… sudah Pak. Tapi saya tak begitu tahu banyak soal mutiara… jadi mungkin saya harus lebih banyak lagi membaca referensi” Kataku jujur, memang agak aneh sebenarnya, Dia sendiri mengajar psikologi dan perusahaanya bergerak di pasar barang mewah seperti berlian, emas, dan lainnya. Dimana hubungannya?? Aku jadi penasaran apa dia salah satu mahasiswa yang salah jurusan dulunya, lulus dengan gelar Ph.d dan malah memiliki passion di bisnis barang mewah?? Dan lagi bukankah ia bisa menyuruh peneliti biota atau mereka yang memang interest pada mutiara itu, dari pada harus bersusah payah untuk menelitinya sendiri. Pak Jackson cukup kaya untuk langsung menyuruh peneliti terbaik sekalipun untuk mengerjakan penelitiannya itu. “Pak… memang apa yang special dengan mutiara sampai harus di jadikan penelitian seperti ini?” Tanyaku memberanikan diri. “semua benda memiliki filosofinya tersendiri, bahkan batu sekalipun para arkeolog dan geologi menelitinya sejak lama… dan saya tertarik pada benda cantik seperti berlian” jawabnya “oooh..” Ku pikir aku akan mendengar jawaban yang lebih scientist atau mendengar alasan yang cukup dalam, atau setidaknya ada hubungannya dengan psikologi. “Irene… kemari dan lihat ini” Aku langsung berjalan dan sudah berdiri kesebelahnya, menatap layar laptop yang tengah di tunjuk oleh jarinya saat ini. “ehmmm? Pak ini kenapa fotonya buram begini?” Tanyaku saat melihat warna foto dilayar yang memang sangat tak jelas tapi aku tahu itu adalah foto mutiara yang sangat kecil. “itu karena mutiara ini ada dari 1000 tahun yang lalu dan aku sedang mencarinya” Jawabnya, ‘jadi Pak Jackson sedang meneliti dan mencari mutiara yang berusia 1000 tahun?? Heolll…’ Kuperhatikan baik-baik foto mutiara di layar itu, penasaran apa specialnya selain umurnya yang sudah terlampau tua itu. tapi kemudian… “aah… mataku..” Mataku jadi sakit karena tiba-tiba saja kulihat foto mutiara itu sepertinya mengeluarkan kilauannya. “apa? kenapa? sini biar kulihat matamu” Pak Jackson langsung meraih wajahku dan menatap mataku yang tengah kupejamkan sebelah, karena terasa seperti baru saja tertusuk oleh sesuatu. Pak Jackson perlahan membuka mataku yang jadi berair dan meniupnya lembut. “huuuuuhhhhh…. apa masih sakit?” “perih…” Kataku sambil mengusapnya dengan jariku “jangan di kocok matanya… sini biar kulihat lagi” Ucapnya sambil menurunkan tanganku dari mataku dan memperhatikan kembali mataku yang jadi sangat perih itu. Baru ku sadari kini aku dengannya berada pada jarak yang begitu dekat, wajahnya mungkin berjarak kurang dari satu centimeter dengan wajahku saat ini. ku perhatikan garis wajahnya, matanya yang sangat indah berkilauan, hidungnya yang seperti telah memarkirkan sebuah pesawat disana, terlampau mancung dan indah, bibirnya yang kini sedikit terbuka, juga rahang tegasnya. Hhh.. benar-benar tampan. Seketika napasku jadi tak karuan di buatnya. Sedari tadi tangannya memang berada di wajahku, menggenggam rahangku dan sialnya jari-jarinya kini malah sedikit turun ke leherku. “hhh… “ Pikiranku melayang entah kemana seketika. “Reynaa…” Namun tiba-tiba saja terdengar suara pria yang memanggil nama Reyna di telingaku. “apa? siapa? Rey-“ Tanyaku, Aku jadi teringat sempat jelas mendengar suara itu saat pertama kali bertemu dengan Pak Jackson. “apa? Rey? Siapa Rey? Ini… matamu apa sudah tak apa-apa bukan?” Tanyanya. Mendengar suaranya dari dekat sungguh membuatku terkaget, baru kusadari suara pria yang memanggil nama Reyna itu benar-benar mirip dengan suara Pak Jackson. Aku sampai memundurkan diriku untuk menjauh darinya, tapi sayangnya kakiku malah kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh. “awwass!!!’” “ahh…” Lagi-lagi Pak Jackson menangkap dan menahan tubuhku yang akan jatuh untuk kedua kalinya. Bahkan lebih parahnya kali ini aku sampai duduk di atas paha dosenku yang satu ini. “ssshh… sepertinya kau ini hobi sekali membuatku harus menahan tubuhmu ini” …….. ……. ……..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN