Part 05

1042 Kata
Kila menuruni tangga sembari menggandeng Alden. Nampak seorang Laki-laki paruhbaya, namun tampangnya seperti usia 20-an sedang duduk disofa menghadap televisi. "Ada apa manggil Kila, Yah?" Mendengar suara anaknya, Edwin langsung menoleh. "Duduk," perintah Edwin. Kila menurut. Dia mendudukkan diri tak jauh dari ayahnya, sedangkan Alden berlari mendekati ibunya yang sedang di dapur. Baik kepada Kila maupun Alden, Edwin sangat tegas dalam bersikap dan juga mengambil keputusan. Jika Edwin sudah menetapkan keputusan, maka tidak akan ada yang bisa mengubahnya. Hal itu lah yang membuat Kila dan Alden lebih suka dekat dengan Yana, ibu mereka. "Malam ini kamu ke rumah Naufal buat belajar," ucap Edwin. Kedua mata Kila membulat sempurna. Hari sudah gelap, tapi Ayahnya menyuruh untuk ke rumah si minus itu. "I-iya, Yah." jawab Kila terpaksa. Dengan malas, dia menaiki tangga menuju kamar untuk bersiap-siap. Kila mengangkat tangan kiri dan menilik jam tangannya. "Seharusnya jam segini gue nonton drakor," gumamnya lirih. "Enggak besok aja, Mas? Ini kan udah malem," Akhirnya ada yang mewakili perasaan Kila! Dengan cepat Kila menengok, mencari tahu siapa yang berbicara dan ternyata itu ibunya. "Justru waktu malem, pelajaran mudah diserap otak. Kamu seharusnya dukung aku. Aku berusaha keras biar anak kita cerdas," ujar Edwin dengan nada kesal. Yana pun dibuat diam. *** "Hati-hati ya, Nak. Jangan lupa telfon mamah kalau sudah sampai nanti," Yana melihat Kila yang sudah berada di dalam mobil. "Siap, Bos." ujar Kila sembari meletakkan telapak tangan di jidat seperti sedang upacara. Dan tak lama kemudian, Pak Yayan menjalankan mobilnya untuk menuju ke rumah Naufal yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Kila. Belum 10 menit perjalanan, Kila menguap pertanda dirinya mengantuk. Entah kenapa, hari ini terasa melelahkan baginya. Pandangannya menjadi samar-samar kemudian gelap. "Bian?" Kila dengan semangat menghampiri Abian yang berada dekat darinya. Namun Abian berbalik badan dan berjalan menjauhi Kila. "Heh! Kok lo pergi sih?!" "Abian!" "Gue mau bicara!" "Bian!" Melihat Abian yang semakin menjauh, Kila berlari cepat tanpa memerhatikan jalan. Namun langkah Abian terasa lebih cepat dari pada dirinya. "AKKHH!" teriak Kila saat tak sengaja menabrak sebuah batu besar. Seketika Gadis itu tersungkur. "Aww," Kila meringis kesakitan kala menyentuh bagian jari kakinya yang sudah terluka. Pandangan Kila kini melihat lagi ke arah Abian. "BIAN!" "GUE JATUH!" "KAKI GUE BERDARAH GARA-GARA LO!" "LO ENGGAK PEDULI SAMA GUE?!" "LO ENGGAK MAU TANGGUNG JAWAB?!" "LO TEGA NINGGALIN CEWEK SENDIRIAN?!" Kila berusaha bangkit dengan berpegangan kayu yang ada di dekatnya. Dengan jalannya yang pincang, Kila tetap berjalan menyusul Abian. Karena tidak sabar, Kila melempar kayu itu agar lebih cepat mengejar Laki-laki yang disukainya itu. Gadis itu memaksakan dirinya untuk berlari. Kila merintih kesakitan, kakinya serasa akan putus dan cairan merah terus keluar dari kulit yang sepertinya sudah sobek. Mendadak langkahnya terhenti ketika menampak Abian dari kejauhan sedang berpelukan dengan wanita lain. Hati Kila terasa terkoyak pisau tajam berkali-kali. Ditambah lagi, Abian tersenyum lebar kepada wanita tersebut. Kila mencoba meninjau wajah perempuan itu. Dia hanya bisa melihat bagian sebelah wajah Wanita yang sangat dekat dengan Abian. Makin lama Kila semakin menyipitkan mata. Hingga Wanita itu menatap tajam ke arah Kila. Tatapan yang menusuk. BYYUUURRR! Gadis itu tersentak merasakan air dingin menyentuh wajahnya. Kila mengusap mukanya yang sekarang basah kuyup. Dia mengerjap dan sadar bahwa kejadian pahit yang tadi dia alami hanya lah mimpi! Untuk memastikan kejadian tadi nyata atau tidak, Kila mengecek lututnya. Ternyata tidak ada luka di sana. Kila mendecak kemudian memukul pelan keningnya sendiri. "Kenapa gue bisa mimpi kaya gitu sih?" batin Kila. Dia terkekeh kecil karena merasa konyol. "Ma-maaf, Non. Saya dari tadi udah berusaha bangunin Non, tapi Non enggak bangun-bangun jadi terpaksa saya siram air," ucap Pak Yayan, selaku supir setia yang sudah bekerja di keluarga Edwin selama 5 tahun. "Enggakpapa. Sekarang udah sampai?" tanya Kila. Pak Yayan mengangguk pelan. Kila memerhatikan ke arah luar. Terlihat rumah yang tidak begitu besar berdiri kokoh di dekat masjid. Dinding rumah itu berwarna biru muda dan juga pintu coklat pekat menambah kesan mencolok. "Jadi ini rumahnya si minus," gumam Kila. Pak Yayan keluar untuk membuka pintu mobil. Sembari turun dari mobil, mata Kila tak bosan mengamati sekeliling rumah Naufal. "Pak Yayan langsung pulang atau nungguin Kila sampai selesai?" "Nungguin Non sampai selesai," jawab Pak Yayan. "Oh, ya udah. Kila masuk dulu ya," Gadis itu melambai-lambaikan tangan, sedangkan Pak Yayan hanya membalas dengan senyum datar. Tidak berekspresi sama sekali. Tok Tok Tok Tok Kila mengetuk dengan cepat pintu rumah Naufal. Dia tak acuh jika orang yang ada di dalam rumah itu terganggu. Muncul seorang wanita membukakan pintu dengan raut muka bingung. "Kamu siapa?" tanya Wanita itu. "Saya Alesya Kilatha Aurora, Tante." Kila membungkukkan badan sekilas. "Temennya Naufal?" "Bukan," Yuni menautkan alis. Jika Gadis yang ada di depannya ini bukan teman Naufal lalu siapa? "Temennya Hani?" Hani adalah anak kesatu Yuni. Kila menggeleng. "Bukan," "Temennya Reni?" Yuni bertanya lagi. Berharap Gadis yang ada di hadapannya ini mengangguk. "Bukan, Tan." "Lah, trus siapa? Kamu peminta sumbangan yah?" Yuni sekarang sudah kesal. "Bukan dong, Tan. Masa cantik-cantik kaya gini peminta sumbangan. Aku istri barunya Song Jung Ki," bukannya menjawab serius, Kila malah mengeluarkan halunya di waktu yang tidak tepat. Yuni menggeleng-gelengkan kepala. Mungkin Gadis muda yang ada di depannya ini adalah pasien dari rumah sakit gila yang melarikan diri. Yuni memilih untuk menutup pintu. "Ehh, tunggu, Tan!" telapak tangan Kila mencegat Yuni untuk menutup pintu. "Kamu orang gila, iya kan?" "Astaghfirullah, bukan Tan." "Zaman sekarang banyak orang yang enggak waras kabur dari rumah sakit jiwa dan salah satunya itu kamu." ujar Yuni dengan tatapan sinis. Mendengar keributan di luar, Hani keluar menghampiri tempat Ibunya berada. "Ada apa sih, Mah?" tanya Hani. Tak lama kemudian, ia menguap. "Kak Hani!" Kila dengan sergap memeluk Hani. Yuni semakin tidak mengerti. "Kamu kenal, Han?" tanya Yuni penasaran. "Iya, Mah. Dia adik kelas aku dan murid privatnya si Naufal," jelas Hani yang membuat urat Yuni yang tadinya menegang menjadi kendur kembali. Yuni menabok lengan Kila. "Kenapa enggak bilang dari tadi?" Kila terkekeh. "Maaf, Tan. Tadi aku lagi nge tes Tante sabar apa enggak," "Ada-ada aja kamu. Udah masuk yuk, di sini dingin." ujar Yuni ketika merasakan angin malam yang dingin menusuk sampai ketulangnya. "Siap, Tante." "NAUFAL! ADA MURID LO!" teriak Hani menggelegar. Kila seketika menutup lubang telinganya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN