Hening sesaat. Naufal mencerna perkataan Lusi barusan.
“Maksud lo?”
“Selama ini, aku nganggap kamu sebagai sahabat, tapi seiring berjalannya waktu, aku anggap kamu sebagai Cowok. Sejak aku pertama ketemu kamu, aku ngerasain perasaan aneh. Kamu berbeda dari cowok lain. Kamu selalu bikin aku nyaman. Setiap aku dibully pas SMP dulu, kamu datang nolongin aku. Waktu orang tua aku meninggal, kamu jadi sandaran buat aku. Aku ngerasa, itu perlakuan spesial. Aku pengin selalu spesial di hidup kamu,”
“Jadi?” sela Naufal.
“Aku... suka sama kamu. Boleh enggak, aku jadi ratu di hati kamu?”
****
Arya!
Pria hidung belang itu tengah tersenyum mengerikan ke arah Kila.
Badan Kila seketika gemetar. Dia melangkah maju untuk mendorong tubuh Arya, lalu menutup pintu. Tapi yang terjadi tidak sesuai keinginannya.
Arya malah mendongsok Kila hingga punggung Gadis itu terbentur sofa. Arya dengan sigap mengunci pintu utama. Kila membulatkan mata. Ketakutannya kemarin, sekarang kembali. Ia berlari menghindar, tetapi pergerakan Arya lebih cepat darinya. Gadis itu terperangkap. Dia memberontak agar bisa lepas. Arya terus memegang sesuatu yang tak boleh dipegang. Kila menangis, tapi dia tak boleh membiarkan dirinya dilecehkan seperti ini. Dia menginjak kaki Arya cukup keras hingga dirinya lepas. Kila buru-buru masuk ke kamarnya sendiri.
Usai berhasil mengamankan diri, Kila membuka jendela kamar, hendak lari dari sana.
Terlanjur.
Pintu kamarnya berhasil didobrak.
********
Naufal tersentak mendengar pernyataan Lusi. “Lo tau kan, gue udah punya pacar.”
“Tapi, kita bisa diam-diam kan? Dan juga, Kila nggak akan tau hubungan spesial kita. Kita pacarannya biasa aja, seolah kaya sahabatan gitu. Aku yakin, kamu bisa buat Kila enggak curiga tentang hubungan kita.”
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi tirus Lusi hingga menimbulkan bekas kemerahan di sana.
“Kamu... nampar aku?” mata Lusi memanas. Air mata itu jatuh, tidak bisa ditahan.
“Lo keterlaluan! Lo busuk! Gue gak nyangka lo bisa ngomong serendah itu. Hati lo ke mana? Hari ini, lo udah nunjukkin sifat sebenarnya ke gue. Lo berubah. Lo bukan Lusi yang dulu.”
“AKU BERUBAH?! BUKANNYA KAMU YANG BERUBAH?!” Lusi mengusap kasar wajahnya. “kamu yang berubah, Fal. Sejak kamu dekat sama Kila, kamu menjauh dari aku. Kamu gak peduli sama aku. Kamu... anggap aku kaya orang asing. Apa aku salah mencintai kamu, Fal? Apa aku salah udah berteman sama kamu? Apa sebaiknya kita gak usah ketemu dari awal?”
“Gue gak berubah.”
“Kalau kamu gak berubah, kenapa sikap kamu sekarang dingin?”
“Lo yang berubah. Lo terlalu posesif sama gue. Lo seakan-akan nggak mau gue bahagia sama cewek lain. Gue Cuma mau hidup sesuai keinginan gue sendiri. Lo tau kan? Kila sekarang udah jadi pacar gue. Gue cinta dan sayang sama dia. Tolong Lusi, biarin gue bahagia.”
“Enggak. Aku nggak mau biarin kamu bahagia sama yang lain. Aku cinta banget sama kamu. Kamu Cuma milik aku begitu pun sebaliknya. Kita... kita udah ditakdirin untuk bersama, Fal. Aku mohon, terima ajakan aku. Kamu mau kan, kita pacaran?”
“Gak! Lo itu sahabat gue. Gak lebih.” Naufal berdiri. Ia menyesal telah mau diajak ke tempat ini.
“Naufal, jangan pergi!”
“Fal!”
Lusi mencegat Naufal. Lengannya langsung dihempaskan oleh cowok itu.
“Kenapa kamu nolak aku, hah?! Karena Kila dan bayinya itu? Iya kan? Jawab, Naufal! Asal kamu tau, bayi itu bukan anak kandung kamu!”
*******
Kila melemparkan kepala sabuk ke arah kaca rias di kamarnya. Kaca itu seketika pecah membuat suara bising. Ia mengambil salah satu keping pecahan tersebut. Ia menodongkan pecahan itu tepat di depan Arya.
“Lo...jangan maju atau kaca ini bakal nusuk lo!” ancam Kila. Cairan merah menetes jatuh ke lantai. Tangannya sendiri berdarah karena pecahan yang ia pegang begitu tajam.
Arya angkat tangan. Anehnya, dia terus tersenyum miring. “Cuma s*****a itu doang yang kamu punya?” dia terkekeh kecil kemudian. Arya merogoh saku celananya. Sebuah pisau dia keluarkan dari sana.
Kila menegang. Tangannya yang gemetar itu malah menjatuhkan kepingan pecahan kaca ke bawah. Kila sudah tak punya s*****a apa-apa sekarang. Dia melangkah mundur hingga tubuhnya tersudut di tembok.
“Lo... jangan berani deketin gue!”
“Lepas!”
“Bunda, tolong!”
Mulut Kila dibungkam. Air matanya terus mengalir.
“Kila!” sebuah teriakan menggema di seluruh rumah. Di sana, Yuni tengah menatap kedua sosok itu dengan tatapan kecewa.
Kila menendang tulang kering Arya. Dia memperbaiki bajunya yang sudah berantakan. Beruntung, ia belum disentuh. Kila berlari ke pelukan Yuni, namun pipinya malah ditampar sangat keras hingga dia tersungkur. Lututnya mengenai pecahan kata membuat darah mengalir deras begitu saja.
“Bunda..” Kila perlahan mendongak. Yuni tengah menatapnya dengan tatapan penuh amarah.
“Pergi dari rumah ini!”
Kila perlahan bangkit dengan susah payah. “Bun, dia...” jemari Kila menunjuk Arya. “Dia tadi berbuat gak senonoh ke aku, Bun. Ke—kenapa aku diusir?”
Plak!
Satu tamparan lagi mendarat. Pipi Kila begitu panas. Ia memegang daun pintu agar tidak jatuh.
“Kamu w***********g! Kamu berani menggoda calon suami saya! Pergi kamu dari sini! Saya tidak mau lihat muka kamu!”
“Menggoda? Dia sendiri yang mencoba nyentuh aku, Bun. Bunda nggak percaya ucapan aku?”
“Saya lebih percaya ucapan anak saya daripada orang asing! Tadi pagi Hani bilang, kamu beberapa kali mencoba mendekati calon suami saya! Dan kemarin malam, Mas Arya keluar untuk ambil minum di dapur. Hani melihat kamu membujuk calon suami saya untuk masuk ke kamar kamu. Karena Mas Arya gak mau, kamu berteriak seolah kamu korban. Iya kan?”
“Eng—enggak, Bunda...” rintih Kila.
“Jangan panggil saya Bunda lagi! Cih, ternyata kamu perempuan jalang! Saya jadi ragu, jangan-jangan anak itu bukan anak Naufal.”
Kila menggeleng cepat. “I—ini beneran anak Naufal, Bun. Aku gak pernah ngelakuin itu sama pria lain.”
“Bohong. Ingat perkataan saya sekarang. Saya tidak akan pernah membiarkan kamu menikah sama putra saya.”
“Tante jangan kaya gitu. Masa depan Kila udah hancur, jangan buat hancur lagi.” Kila mengatupkan kedua tangan. Yuni malah berjalan melewati Kila, menyenggol kasar bahu Kila.
Arya tersenyum samar. Kejadian ini berjalan sesuai rencana bosnya.
“Sayang, kamu jangan usir dia. Kasihan. Dia lagi hamil,” Arya pura-pura membujuk. Kila menatap tajam Pria bermuka dua itu. Sungguh akting yang sangat bagus.
“Jangan halangi aku, Mas.” Yuni memasukkan pakaian sekaligus barang-barang Kila ke dalam koper besar. Setelah selesai, dia menyeret koper tersebut sampai di depan kaki jenjang Kila.
“Pergi. Jauhi Naufal. Saya tidak mau punya menantu seperti kamu nanti.”
“Tapi, bayi—“
“Saya tidak peduli.” Yuni mencengkram kuat tangan Kila. Kuku-kuku tajamnya itu menancap dalam di kulit Kila.
“Sakit. Lepas, Tante.” rintih Kila. Yuni melepas cengkraman itu sambil mendengus kasar.
Tangan kiri Kila memegang koper besar, sedangkan lengan satunya memegang perutnya sendiri.
Kila menengok ke belakang. Begitu dia sudah benar-benar keluar dari rumah, Yuni menutup pintu sangat kencang membuat Kila tersentak.
Lutut dan telapak tangannya kini penuh darah sebab luka akibat terkena pecahan itu menganga. Kila menangis sesegukan. Jika ada Naufal di sini, apa Naufal membela dirinya?
*******
Naufal mematung mendengar ucapan Lusi.
“Kamu benar-benar gak tau? Malam itu, aku lihat Kila sama Abian masuk ke hotel,” bisik Lusi s*****l.
“Fitnah!”
“Aku bicara sesungguhnya!”
“Bodoamat. Gue lebih percaya Kila. Dari dulu, lo selalu benci sama Kila makanya lo bilang kaya gini sekarang. Gue tau, lo sekarang mau balas dendam, Lus.”
Nada dering over the horizon berbunyi. Naufal mengambil benda pipih itu dari sakunya. Nama Yuni tertera di sana. Naufal menjauh dari Lusi, kemudian mengangkat telefon dari ibunya tersebut.
“Halo, ada apa, Ma?”
“Kamu dateng ke rumah! Cepat. Ada sesuatu yang mau ibu kasih tau.”
*********
Tepi jalan.
Kila terus berjalan perlahan. Ia akan berhenti di suatu tempat. Tempat yang akan membantunya untuk tenang selamanya. Dia benar-benar sudah sebatang kara. Tidak ada orang tua, sahabat, dan orang yang menyayangi dirinya. Semua orang begitu jahat dan licik.
Tuhan, berilah kesempatan pada dia untuk bertemu kedua orang tuanya. Kila ingin sekali memeluk wanita yang sudah melahirkannya. Namun, sampai sekarang Kila tak tahu keberadaan mereka dimana.
Sebuah mobil menepi, kemudian berhenti tepat di samping Kila.
"Kila?"