PART 74

1150 Kata
Lusi sesekali melirik ke arah Kila tanpa sepengetahuan Gadis yang diliriknya itu. Ada yang berbeda. Tubuhnya lebih berisi. Cewek itu juga memakai daster. Daster itu tidak asing di mata Lusi. Dia pernah melihat Yuni—ibu Naufal mengenakan itu. Lusi menggeleng pelan. Dia membuang pikiran negative nya. “Kalian hari ini enggak ke mana-mana kan? Kita ke time zone yuk!” ajak Lusi. Naufal diam menunggu Kila menjawab. Jika pacarnya itu tidak ikut, dia juga tak ikut. Begitu pun sebaliknya. “Gue nggak bisa.” sahut Kila dengan wajah lesu. Kalau saja dia tak sedang hamil, maka dia akan mau. Lusi tersenyum samar. Pandangannya beralih pada Naufal. “Kamu?” “Nggak.” Kila memegang lengan Naufal. Kila tidak tega. Lusi sudah rela-rela ke sini. “Kamu ikut aja,” bisik Kila sangat lirih. Naufal menggeleng pelan. Raut mukanya tak terima. “Kenapa?” tanya Lusi kecewa. “Ya, karena gak mau.” “Naufal.” peringat Kila menekan perkataannya. Dia perlahan berdiri seraya memegang lengan Naufal. “gue mau bicara sama dia. Boleh kan, gue tinggal?” Lusi manggut-manggut. Kila membawa Naufal ke depan kamarnya. Jauh dari ruangan yang sedang diduduki oleh Lusi. “Kamu harus ikut Lusi.” Perkataan Kila membuat Naufal berdecak kesal. “Jangan paksa aku. Lagian buat apa sih, aku ikut dia? Aku mau habisin waktu sama kamu.” “Hargai dia, Fal. Lusi udah bela-belain ke sini, tapi kamu sia-siain begitu aja.” “Siapa suruh dateng ke sini.” “Naufal. Dulu kamu akrab banget sama Lusi. Sekarang kok beda? Kamu ada masalah apa?” entah mengapa, Kila kukuh ingin sekali Naufal pergi bersama Lusi. “Gue udah tau sifat aslinya dia. Dia itu Cewek berbahaya. Lo inget kan? Waktu gue ngakuin lo sebagai pacar di depan semua murid, dia lapor ke kakaknya untuk mukulin gue." Naufal memakai sebutan lo-gue membuat Kila yakin kalau Cowok itu begitu marah. “Tapi kan,” “Stop. Gue nggak mau dengar.” “Kamu begitu marah sama aku ya? Sampai-sampai kamu nggak mau pergi bareng aku.” Lusi muncul. Kila merasa terenyuh sekaligus bersalah, sedangkan Naufal merotasikan bola mata. “Hidup aku tinggal sebentar lagi. Kamu nggak mau kasih kebahagiaan di detik-detik terakhir?” “Lo sakit apa?” Kila tergemap. “Kemarin, Dokter bilang aku terkena penyakit kanker otak. Dan...” Lusi terhenti. Ia mengusap air matanya yang jatuh. “Dan... hidup aku tinggal 2 bulan lagi.” “Lo serius?” kali ini, Naufal yang bertanya. Lusi menggeleng cepat. “mana mungkin aku bohong? Bila perlu, kamu bisa liat hasil pemeriksaan aku di rumah.” “Fal, kabulin permintaan dia. Kasihan,” pinta Kila. Air matanya sudah berkaca-kaca. Mungkin karena pengaruh hormon ibu hamil. “Beneran lo gak bohong?" Naufal menatap Lusi. “Beneran.” Lusi menyisiri rambutnya sendiri menggunakan tangan. “Kamu liat kan?” dia menyodorkan rambut rontok di telapaknya. Naufal terdiam. Ia menengok ke arah Kila yang berada di sebelahnya. Gadis itu terlihat sangat memohon padanya. Naufal heran, apa Kila tidak cemburu? “Kayaknya kamu nggak mau. Aku pergi aja kalau gitu,” Lusi berbalik badan. Kila menjadi panik. “Dia mau.” Naufal menatap tajam Kila. Cewek itu benar-benar langka! Pacarnya akan jalan bersama Gadis lain, malah didukung. “Serius? Iya udah. Aku tunggu di depan rumah ya.” Lusi menengok sekilas, kemudian berbalik badan kembali untuk melangkah keluar. “Kamu harus ikut.” tegas Naufal pada Kila. “Aku gak bisa. Nanti kalau capek gimana? Kan, gak baik buat dia.” Kila mengelus perut yang sudah agak menonjol itu. “Aku gendong.” “Malu! Udah. Kamu tinggal pergi sama Lusi apa susahnya, Fal? Inget, hidup Lusi Cuma tersisa dua bulan loh. Aku gak mau kamu digentayangin hantunya dia nanti.” Celetuk Kila dihadiahi jitakan di kening oleh Naufal. Kila mengaduh kesakitan. “Mulutnya gak pernah disekolahin ya,” sindir Naufal. “Kamu kapan berangkatnya?” tanya Kila berusaha sabar. Dari tadi Naufal terlihat mengulur waktu. “Kamu gak papa aku tinggal?” “Gakpapa. Asal jangan ninggalin aku selamanya.” “Kalau aku ninggalin kamu selamanya, kamu bisa terima kan?” ●●● “Naufal! Aku mau main itu.” Yang dipanggil menyahut malas. Sudah 30 menit berlalu, Lusi selalu meminta hal ini itu pada dirinya. Satu keinginan Naufal sekarang: ingin cepat-cepat pulang. Mereka berdua naik roller coaster. Mereka duduk berdampingan. Lusi memegang erat telapak lengan Naufal. Ketika roller coaster itu mulai jalan, Lusi berteriak histeris. Naufal memejamkan mata sebab dari kecil, Naufal tak suka wahana permainan satu ini. Dia merasa mual. “AAAAAA! TINGGI BANGET! NAUFAL! KAMU LIAT KAN?!” pekik Lusi amat kencang. “Hm.” sahut Naufal. Jelas, Lusi tidak mendengarnya. Selesai menaiki wahana itu, Naufal memisahkan diri dari keramaian. Lusi yang mengikuti Cowok itu terheran-heran. “Naufal, kamu kenap—“ Hoek! Satu muntahan terdengar disusul dengan muntahan berikutnya. Lusi mengelus-elus punggung Naufal. “Kamu masuk angin? Atau jangan-jangan kamu hamil?” ●●●●● Kila sedang duduk tepat di layar televisi. Hari ini, tidak ada siapa pun di rumah. Reni sudah pergi pagi-pagi untuk main ke rumah teman katanya. Sedangkan Hani, Kila tak tahu Perempuan itu ke mana. Isakan tangis terdengar. Kila terperangah. Dia beringsut berdiri. Hani. Kila langsung menghadang orang yang sudah ia anggap sebagai Kakaknya itu. “Kenapa nangis, Kak?” “Maafin Kakak...” Dahi Kila mengerut. “kakak gak punya salah. Buat apa minta maaf?” “Kakak mau pergi ke luar negeri. Kamu jaga diri baik-baik ya.” Kila mendadak lemas. Jika kakaknya itu pergi, maka orang berengsek itu semakin berani mengganggunya. “Mungkin, keputusan Kakak bikin kamu sedih. Tapi kakak enggak mau hubungan yang kakak bangun selama 5 tahun bersama dia kandas begitu aja gara-gara gak kuliah di tempat yang sama. Angga udah jadi bagian hidup. Gue gak bisa pisah dari dia. Sekali lagi, maafin kakak.” Hani melewati Kila setelah mengatakan itu. Kila tak bergeming. Dia masih tidak percaya. Kemarin Hani sendiri yang bilang kalau dia tidak akan pergi dan selalu melindunginya, tapi sekejap berubah. Tuhan begitu mudah membolak-balikan hati manusia. Tak lama setelahnya, Hani melewati Kila lagi dengan membawa koper besar. “Kakak udah dapet izin dari Bunda?” Kila menatap sendu Hani. Hani mengangguk tanpa menoleh ke belakang. Kila mengangkat sudut bibir. Dia tersenyum perih. “Kakak baik-baik di sana ya. Makan yang teratur, jangan sampai sakit.” Hani diam. Dia menyeret kopernya kembali. Kila hanya bisa memandangi kepergian Kakaknya itu. Sekarang, Kila hanya bisa berharap pada Tuhan, semoga tidak ada keburukan yang menimpa setelah ini. Kila berbalik badan. Namun, ada seseorang di belakangnya. Derap langkah kaki itu sangat asing di telinga Kila. Perlahan, kepalanya menengok ke belakang. ●●●●●● “Ngaco lo. Mana mungkin cowok bisa hamil.” protes Naufal. “Bercanda. Kita duduk di situ yuk,” Mereka berdua pun bersemayam di bangku yang terletak tidak jauh dari tempat Naufal muntah-muntah. “Minum.” Lusi menyodorkan botol mineral. Naufal menerima, lalu menengguknya hingga habis. “Kamu phobia roller coaster ya? Maaf, aku sama sekali gak tau. Kamu maafin aku kan?” “Hm.” “Boleh aku tanya sesuatu?” “Boleh.” “Kamu sama Kila dekat sejak kapan? Kok tiba-tiba udah pacaran?” “Gak perlu tau.” “Tapi aku mau tau.” Lusi merengek. “Gak.” “Kamu kok jadi dingin sih? Jangan makan es banyak-banyak, Fal. Jadi ketularan kan, dinginnya.” ucap Lusi berusaha mencairkan suasana, namun Naufal malah bersikap biasa saja. “Gak suka es.” respons Naufal tetap dingin. “Kalau aku? Kamu suka aku gak?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN