PART 73

872 Kata
Setibanya di meja makan, Kila tidak mau melepaskan genggaman. Gadis itu tetap ingin bersama Naufal. Peristiwa tadi siang membuat Kila cukup trauma. Ia jadi kapok jika ditinggal bersama pria paruhbaya itu berdua di rumah. "Sayang, aku mau makan." kata Naufal. Ia berusaha melepaskan genggaman pacarnya itu, tetapi Kila tak membiarkan. "Aku genggam tangan kiri kamu. Bukan tangan kanan." sahut Kila bergumam. Naufal menghela nafas. Mau tak mau, ia menerima perlakuan aneh kekasihnya. "Ma," panggil Hani. Yuni menoleh. "Iya sayang?" "Di rumah ini ad--" Nada dering telefon mengurungkan niat Hani untuk berbicara. Dia menjauh dari meja makan, kemudian mengangkat panggilan itu. "Halo, ini siapa?" "Lo nggak jadi ke Jerman? Besok pagi gue udah berangkat ke Jerman nih. Berharapnya sih, kita berangkat bareng." "Lo serius mau ke Jerman? Bukannya lo mau kuliah di Perancis ya?" "Nggak jadi. Nyokap gue udah ngerestuin gue buat kuliah di sana. Kita yakin gak bareng? Kalau lo nggak bisa dan enggak mau, berarti kita LDR." "Jangan. Gue nggak mau. Gue gak bisa jauh dari lo." "Gue juga. Terus lo gimana? Jadi kuliah di sana?" Hani mematikan sambungan. Ia masih bimbang dengan hal ini. Melakukan LDR dengan pasangan sangatlah menyiksa. Jauh di luar negeri sana, Hani tak tahu perlakuan Angga--kekasihnya. Bisa saja, Angga selingkuh bersama wanita lain yang lebih cantik. Hani menggeleng untuk menghilangkan pikiran negative nya itu. Badan Hani berbalik, seketika kedua mata Hanj melotot melihat Arya sudah ada di hadapannya. "Kamu percaya dia tidak akan selingkuh? Mata laki-laki itu ke goda saat melihat perempuan yang lebih cantik." "Itu sih, mata lo. Angga beda!" Hani menyenggol kasar bahu tegap Arya. "Anak itu susah sekali untuk dibujuk!" ******* Malamnya. Kila merebahkan diri di kasur berukuran besar itu. Dia menyelimuti tubuhnya sampai sebatas d**a. Perlahan Kila memejamkan mata. Kret Pintu cokelat itu dibuka oleh tangan seseorang. Arya masuk mengendap-endap. Ia berjongkok, lalu memerhatikan wajah Kila yang tertidur pulas. Nafas berbau rokok menyeruak. Kila seketika membulatkan mata. Ia langsung terduduk melihat Arya ada di dekatnya. "Pergi." rintih Kila. Arya membekap mulut Gadis itu. Kila menggigit telapak tangan Arya membuat pria tersebut refleks melepaskan. Dengan langkah cepat, dia berlari ke kamar Naufal yang terletak di sebelahnya. Kila lega, kamar tersebut tidak dikunci. Buru-buru Kila mengunci pintu kamar Naufal usai dia berhasi masuk. Kila mengelus perutnya. Ia harap, bayinya baik-baik saja di dalam sana. Naufal sudah tertidur pulas. Kila naik di ranjang Cowok itu. Dia memutuskan untuk tidur di sana. Tidur di samping Lelaki yang membuatnya merasa aman. **** "Kamu?" Naufal tidak salah lihat kan? Kenapa Kila tiba-tiba ada di sampingnya? Sejak kapan? Mata Gadis itu terpejam menandakan masih tertidur. Naufal menyisipkan rambut yang menutupi wajah Kila ke sela telinga. Ia mengecup kening Gadis tersebut dan beranjak bangun dari tempat tidur. Bersiap-siap untuk sekolah. "Naufal! Buka!" gedoran pintu disertai suara panik ibunya membuat Naufal bergegas membuka pintu. "Kenapa, Bu?" tanya Naufal ikut-ikutan panik. "Kila tidak ada di kamarnya!" Raut Naufal kembali seperti semula. "Tenang, Ibu. Dia pindah ke sini semalam." Naufal bergeser ke samping. Nampak Kila tengah terlelap. Yuni membuang nafas lega. "Ibu kira dia pergi ke mana. Bagus lah. Kamu buruan mandi gih. Ibu udah buat sarapan ya. Jadi Ibu sama Om Arya pergi ke luar sebentar." "Hati-hati, Mah." Naufal mencium punggung tangan Yuni. "Jaga Kila baik-baik." "Tapi, Naufal kan hari ini berangkat." "Sekolah kamu libur." "Kata siapa, Ma?" "Hari ini tanggal merah, Naufal. Kamu gak lihat kalender?" Naufal menepuk pelan keningnya. Ia menengok kalender yang tergantung di dinding kamar. Ternyata benar. Hari ini tanggal merah. ****** Sudah menjadi kebiasaan kalau setiap tanggal merah, Lusi datang untuk berkunjung ke rumah Naufal. Sembari bersenandung riang, dia mengetuk pintu rumah Naufal. "Aku main ke rumah kamu!" seru Lusi. Ia menerobos masuk. Tidak mempedulikan Kila yang sudah membukakan pintu untuknya. "Naufal mana, Kila?" mata Lusi mengeliling. "Dia lagi ke warung sebentar. Kamu duduk dulu." Lusi baru sadar. Ia menengok cepat ke arah Kila. Memerhatikan penampilan Cewek tersebut dari atas sampai bawah. "Kamu ngapain di sini?" "Gu--gue lagi main ke sini kok. Sama kaya lo." Kila mengusap lehernya. Ia begitu terkejut sekali ketika ditanya dengan pertanyaan seperti tadi. Namun sebaik mungkin, Kila bersikap normal alias biasa saja. "Kamu kenapa gak berangkat sekolah?" tanya Lusi. Kila beringsut duduk. "Aku--eh, gue udah pindah sekolah, Lus." "Hah? Serius?" tanya Lusi. "Lo pasti bohong." lanjutnya dalam batin. "Iya, Lus." "Terus kamu sekarang tinggaknya di mana? Kasih tau aku dong. Aku mau main ke rumah kamu nanti." Deg Ya Tuhan! Dia harus menjawab apa. Kila loading sebentar. Ia memikirkan alasan yang pas dan tepat dulu. "Kila? Kamu dengar aku?" Lusi menyentuh pundak Kila membuat si empunya tersentak. "Rumah gue sekarang di--" "Lusi?" Keduanya spontan menengok ke arah pintu. Cowok berawakan tinggi yang kini tak memakai kacamata itu sedang berjalan mendatangi mereka. "Ada apa lo ke sini?" tanya Naufal pada Lusi. Ia memilih duduk di samping Kila. "Aku mau habisin waktu sama kamu." jawab Lusi seadanya. "Kan bisa sama Kakak lo atau teman lo selain gue." jawab Naufal dengan raut muka lempeng. "Jangan kasar." peringat Kila. Tinjauannya beralih pada Lusi. "Lo bisa habisin waktu sama gue kok." "Idih. Ogah." Lusi membatin. "Tapi," "Mulai sekarang, lo jadi teman gue. Mau kan?" Kila mengulurkan tangan. Lusi tersenyum palsu. Dia menerima uluran tangan itu. Menjabatnya. "Aku mau."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN