Bukannya takut, Arya malah tertawa. Kila mencengkram kuat pundak Hani.
"Di--dia kenapa, Kak?" lirih Kila.
"Heh! Lo gila ya?!" kali ini, giliran Hani yang terkekeh. "Ternyata lo pantesnya di RSJ. Bukan di sini."
"Berisik, anak s****n!" Arya maju mendekati mereka berdua. Hani dan Kila spontan mundur. Tapi pada akhirnya, Arya berhasil mencengkram kerah baju Hani. "Kalau kamu lapor tentang hal ini, saya bisa bikin ibu kalian menderita!"
"Gue gak takut!" Hani meludah. Air liurnya mengenai pakaian Arya membuat Pria itu menggeram kesal.
"s****n!" Arya menjambak rambut Hani cukup kuat hingga Cewek itu meringis kesakitan.
"Lepasin gue!"
Kila menjauh dari Hani. Dia berteriak histeris.
"Kila! Lapor ke Pak Tarjo!" bentak Hani memerintah. Kila mengangguk cepat. Dia melangkah keluar untuk menemui Pak Tarjo--satpam di rumah mereka.
Tapi,
Pintu dikunci.
Arya tersenyum miring ke arahnya. Dia jadi ketakutan. Bibir Kila bergetar sedari tadi. Bintik-bintik keringat yang tadi keluar dari keningnya kini sudah membasahi seluruh wajahnya.
Hani menendang tulang kering Arya membuat yang ditendang meringis kesakitan. Ia kemudian berlari ke arah Kila. Membawa Kila ke dalam pelukannya.
"Kakak ada di sini. Kamu gak akan kenapa-napa."
"O...orang itu jahat, Kak..." isak Kila. "Pe...perut aku sakit lagi," lanjutnya merintih.
Hani menatap panik. "Kamu belum makan?"
"Bu...bukan...bayi...a...ku...,"
"A--apa? Bayi? Kamu hamil?" tanya Hani membulatkan mata tak percaya. Kila menganggut lemah.
"I...ini...anak...Naufal," ujar Kila.
Kila tak sadarkan diri. Wajah Gadis itu pucat. Hani menjadi panik. Sedangkan Arya berjalan menghampiri keduanya.
Dengan hati-hati, Hani meletakkan tubuh Kila untuk bersandar di tembok. Usai itu, Hani berdiri kembali. Wajahnya terlihat menantang pria di depannya ini.
"Kamu mau apa? Mau halangin saya? Hahaha. Semakin kamu berusaha keras menghalangi saya, ibu kamu tidak akan mengizinkan kamu untuk kuliah di Jerman."
Hani terdiam. Dari mana lelaki ini tahu kalau dirinya ingin kuliah di Jerman, tapi Ibunya selalu melarang dengan alasan: bahaya anak gadis hidup di negeri orang sendirian. Hani sudah berusaha membujuk ibunya berkali-kali, tetapi karena bukan takdir Hani untuk kuliah di sana, Ibunya tetap tak mengizinkan.
"Kamu bisa kuliah di Jerman. Saya akan bujuk Ibu kamu dengan syarat, kamu jangan halangi saya buat ganggu Gadis itu." dagu Arya menunjuk Kila yang masih tidak sadarkan diri.
Hani rasa, ini adalah solusinya. Tapi dia tidak boleh egois. Tidak. Ia membuang keegoisannya itu jauh-jauh.
"Bodoamat! Gue gak akan biarin lo sentuh dia. Gue enggak egois. Gue masih punya rasa kemanusiaan. Biarin dia disentuh orang b***t kaya lo, sama aja gue biarin harga diri perempuan di dunia ini terinjak-injak." tolak Hani.
"Tapi, kuliah di Jerman itu impian kamu sejak SMP kan? Kamu rela melepaskan impian begitu saja hanya demi satu perempuan itu? Cih, jika saya jadi kamu, saya lebih memilih ke jerman dan mencetak masa depan cerah di sana."
"Jangan kurang ajar! Gue akan selalu lindungin dia! Dia udah gue anggap seperti adik sendiri!"
"Adik kamu? Oh, maksudnya perempuan jalang itu adikmu?"
"Dia bukan jalang!" peringat Hani penuh emosi.
"Buktinya dia hamil. Kamu tidak tahu kebenarannya? Dia hamil anak teman saya..." bisik Arya dengan senyum miringnya.
"b***h! Gue enggak percaya! Jauh-jauh dari gue, b******k!" Hani mendorong kuat tubuh Arya.
Hani berbalik badan. Ia mendatangi Kila, menggendong Gadis tersebut dengan kedua tangannya.
"Kamu bakal menyesal." gumam Arya kala Hani melintas di sampingnya. Mendengar ketukan pintu, Arya langsung membuka.
Di balik pintu sana ada Yuni dengan belanjaan cukup banyak di tangannya.
"Mas, gimana? Baik-baik aja di rumah? Kila gak ngeluh sakit apa pun kan?" cecar Yuni.
"Dia lagi tidur di kamarnya. Mas mau bangunin dia, tapi tidak enak." Arya meraih sebagian belanjaan itu untuk ditaruh di dapur.
"Mas, aku mau ngomong sesuatu. Niatnya, aku mau kasih tau ini nanti, tapi seiring berjalannya waktu pasti terbongkar juga. Kamu lebih baik tahu itu dari aku. Bukan dari orang lain." jelas Yuni. Arya langsung menghampiri calon istrinya setelah selesai menaruh belanjaan.
"Ada apa sebenarnya?"
"Kila hamil. Bayinya itu anak Naufal. Mungkin mereka udah pacaran cukup lama sampai-sampai ngelakuin hal di luar batas." jelas Yuni cukup malu. Iya, malu atas kelakuan putranya.
Arya tersenyum samar. Ia sudah tahu kabar itu dari bosnya.
"Oh, soal itu. Tidak apa-apa kok. Saya tahu anak muda zaman sekarang seperti apa."
"Aku kasihan sama dia, Mas. Gara-gara Naufal, masa depan Kila terenggut. Walaupun aku bukan ibu kandungnya, tapi aku ngerasain itu. Aku pernah ngerasain hamil di luar nikah." tangis Yuni. Hatinya begitu pedih mengingat masa lalunya. Masa itu, dia masih duduk dibangku SMU. Tapi, ia harus terhenti karena Yuni hamil anak dari pacarnya.
"Sabar," Arya mengelus punggung Yuni. "Saya bakal buat masa depan Kila lebih hancur lagi,"
*****
Mendengar suara Naufal di sekitarnya, Kila langsung membuka pintu yang tadi dia kunci. Semoga saja kekasih dia benar-benar datang.
Dan dugaannya benar.
Naufal telah pulang dari sekolah dengan wajah lelah. Kila jadi tidak tega, ia akan menunggu sampai Naufal sudah mandi dan makan saja.
Terdengar suara langkah kaki mendekat ke kamarnya. Kila menggigit bibir bawah. Berharap orang yang datang itu Naufal.
"Kamu nggak makan?"
Kila langsung lari ke pelukan Kekasihnya itu. Naufal terdiam sesaat.
"Kamu kenapa?"
"Duduk." titah Kila. Naufal menurut.
"Kamu percaya sama aku kan?" Dibalas anggukan oleh Naufal.
"Kalau aku berbohong besar, kamu tetap percaya?"
Dijawab anggukan lagi.
"Kamu akan percaya sama aku walaupun orang lain gak percaya aku, kan?"
Naufal membersut. "Kamu ko--"
"Sst." Jari telunjuk Kila menempel di pipi tipis Naufal. Membuat Cowok tersebut diam. "Kamu cukup jawab 'iya atau nggak'."
Naufal manggut-manggut. Paham.
"Jawab pertanyaan aku tadi." ujar Kila.
"Iya."
"Demi apa?"
"Demi kamu."
"Kenapa nggak demi Tuhan?"
"Karena kata-kata kamu aneh. Kamu tiba-tiba bicara tentang kepercayaan. Aku jadi nggak berani buat sebut nama Tuhan," terang Naufal.
Kila menunduk. Ia menyeka matanya agar bulir bening tidak keluar. Tangan yang kini lebih berisi meraih lengan Naufal. Menggenggam pesam. "Aku mau bilang ke kamu kalau sebenar--"
"Kalian tidak makan sore?"
Pertanyaan Arya sukses membuat kalimat Kila terpotong.
"Nanti ngomongnya ya. Ini udah waktunya makan kan?"
Kila mengangguk pasrah. Dia tahu, Pria paruhbaya itu berusaha menghalanginya agar tak memberitahu kejadian tadi siang.
"Aku duluan." Naufal bangkit. Kila masih tak melepaskan genggaman.
"Kita bareng."