PART 71

1034 Kata
"Ini buat kamu." "Ini apa, Bun?" tanya Kila seraya menerima tumpukan pakaian yang sudah dilipat rapih. "Daster. Udah lama daster itu disimpan di lemari. Dari pada nganggur, kan mending dipakai kamu aja." "Tapi Bun, ini kan punya Bunda." "Buat kamu, sayang." kata Yuni lemah lembut. Kila mengangguk pasrah. Jujur, ia jadi merasa tidak enak. "Bunda pergi dulu ya. Mau beresin kamar buat calon papa kamu." "Aku ikut. Sekali-kali, Kila mau bantuin Bunda. Boleh ya? Please, Kila bosen." Gadis itu memasang wajah menggemaskan. Yuni tidak bisa menolak. Ia pun mengangguk. ******* Tepat jam 8 pagi, Arya datang dengan tas besarnya. Kedatangan pria itu disambut oleh senyuman sekaligus pelukan hangat dari Yuni. Kila menyalimi tangan pria itu. Bagaimana pun juga, Pria tersebut akan menjadi wali di pernikahannya nanti bersama Naufal. "Kamu enggak sekolah lagi?" "Ng--" "Dia masih gak enak badan, Mas." Yuni menjawab dahulu. Alhasil, Kila hanya bisa diam. Dia hendak mengambil koper besar itu, namun tangannya langsung dipegang oleh Arya. "Gak usah, Nak. Koper ini berat. Biar pembantu Papa aja yang bawa." "Iya, Pa." "Wah, kalian udah akrab ya? Kok Kila manggil kamu 'Papa'?" takjub Yuni sekaligus terharu. Berarti Kila sudah merestui hubungannya. Sekarang tinggal Reni, Naufal dan juga Hani. "Aku suruh dia buat manggil seperti itu, sayang. Ternyata Kila ini anak penurut ya." Arya mengusak rambut Kila untuk kedua kalinya. Kila dibuat tidak nyaman. Masalahnya, Kila itu tipe orang yang pendiam ketika bertemu orang baru. Tidak pada orang yang sudah lama dikenalnya, ia jelas akan berbicara tanpa henti. "Masuk yuk. Tidak enak berdiri terus di luar." suruh Yuni. Arya berjalan masuk mengikuti calon istrinya itu. Sedangkan di tempat lain, tepat di balik pohon besar, ada seorang gadis tersenyum miring. "Lo bakal hancur sebentar lagi, Kila." pengintaiannya dirasa sudah selesai, dia langsung bergegas pergi dari tempat itu. ***** "Lo tau rumah barunya Kila di mana?" Abian bertanya tepat saat dia baru saja sampai di kelas sebelahnya itu. Nada bicaranya biasa saja. Tidak lagi ketus. Naufal menggeleng. Matanya tak beralih dari buku yang ia baca. "Serius? Lo jangan bohong." "Seribu rius." singkat Naufal. Abian mendekatkan mulutnya pada telinga Naufal. "Kalau bayi yang ada di perut Kila, lo tau siapa ayahnya?" Deg Bagai tertusuk pedang tajam secara mendadak, Naufal tersentak. "Dari mana lo tau itu?" "Jawab gue pertanyaan gue yang pertama. Atau gue, akan kasih tau kebenaran itu ke semua murid." ancam Abian. Jujur, dia bohong. Mana mungkin Abian tega mempermalukan Kila dengan memberitahu hal itu. Ia mengancam hanya untuk mendesak Naufal saja supaya rasa penasarannya terjawab. "Terserah. Kila bakal pindah sekolah ke Inggris. Gak akan ngaruh kalau lo kasih tau itu ke semua murid." ujar Naufal terlihat santai. Abian mengepalkan tangan. Ia berupaya menahan dirinya sekuat mungkin untuk mengontrol emosi. "Gue... akan cari jawaban itu sendiri. Kalau lo sembunyiin hal besar, gue gak akan biar lo lepas begitu aja." setelahnya, dia keluar kelas dengan perasaan penuh emosi. Naufal merasa tidak tenang. Ia menutup buku. Tangannya kini beralih mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang. Naufal [jangan biarin cowok selain saya masuk ke dalam rumah] Setelah pesan terkirim ke Pak Satpam, Naufal mematikan ponsel. Bel masuk sudah berbunyi. ****** "Kila..." panggil Yuni. Kila yang baru saja selesai mandi dan sudah memakai daster pemberian Yuni langsung membuka pintu. "Iya, Bun. Ada apa?" "Wah, dasternya cocok banget di kamu." Kila cengengesan. "Bisa aja." "Eh, Bunda mau ke supermarket sebentar. Stok makanan udah habis. Kamu tidak apa-apa kan, tidak ikut?" Dijawab anggukan oleh Kila. "Ya udah. Jaga rumah ini. Oh iya, ada Papa Arya di rumah juga kok. Jadi kamu tidak sendirian," tambah Yuni. Kila mengiyakan. Selepas itu, Yuni melangkah keluar rumah. Kila duduk di tepi ranjang. Dia mengambil ponsel. Sudah jam 09:30 pasti Naufal tengah istirahat saat ini. Dia menelefon pacarnya itu, namun sayang. Ponsel Naufal tidak aktif. "Sayang," Kila terkesiap. Ia menangkap sosok Arya sedang berdiri di pintu. "Eh, Papa. Ada apa?" Dia bangkit dari duduk dengan susah payah. "Jangan berdiri. Duduk aja. Papa mau ngobrol sama kamu." Kila pun duduk kembali. Matanya menyorot Arya dengan penuh pertanyaan. "Orang tua kamu mana?" "Mereka lagi pergi keluar negeri untuk sementara waktu, Pa. Terus aku dititipin di sini." bohong Kila. "Kamu cantik. Saya jadi penasaran sama orang tua kamu." ujar Arya membuat Kila lagi-lagi merasa tak nyaman. Entah mengapa, ia merasakan aura buruk menyelimutinya. "Boleh tau, umur kamu berapa?" "Tujuh belas tahun, Pa. Nanti januari tahun depan udah 18 tahun." jawab Kila seadanya. "Sini. Kenapa duduknya jauh gitu? Lebih dekat sama Papa dong." Kila mengangguk kikuk. Ia menggeser tubuhnya. Jarak mereka kini hanya tersisa satu jengkal saja. "Kamu wangi." Arya mendengus tubuh Kila membuat Kila risih. "Pa, aku ke dapur dulu. Mau ambil minum. Haus." Kila hendak berdiri, tetapi dicegah oleh Arya. "Tunggu, sayang." Nada bicara Papa tirinya itu membuat Kila jijik. Kila didorong membuat kepala Gadis itu terbentur sisi atas ranjang. Arya berusaha melakukan itu. Kila memberontak. Sungguh, ia tidak percaya kelakuan pria paruhbaya di depannya ini begitu diluar pikirannya. Kila merasa ketakutan. Dia meludah tepat di wajah Arya. "Gue... bakal laporin hal ini ke Bunda!" teriak Kila saat berhasil lepas dari Arya. Ia akan berlari, namun tubuhnya ditarik dari belakang membuat posisi mereka seperti berpelukan sekarang. Kila jijik keadaan sekarang. Ia menggigit lengan kekar Arya. Alhasil pria itu meraung kesakitan. Sembari merintih menangis, Kila berlari keluar. Namun, Arya berhasil mencegahnya dari belakang. Kila berteriak sekencang mungkin. Berharap ada orang yang menolongnya. "Kila!" "Kakak Hani!" Kila berlari, kemudian memeluk perempuan yang sudah ia anggap seperti kakak sendiri. "Di...dia berusaha ngelakuin itu, Kak." isaknya. "Tenang." Hani melepaskan jaketnya. Ia kemudian memakaikannya pada Kila. "Lo jangan berani ngelakuin macem-macem ke adik gue! Gue bisa lapor ke Mama! Atau gue, lapor polisi sekarang!" ancam Hani sungguh-sungguh. Arya panik. "Jangan... anak itu. Anak itu menggoda saya. Kamu jangan percaya omongan dia," "Cih, lo udah kentara bohong! Gue tau, Kila itu gadis baik-baik. Gak kaya lo, laki-laki jalang!" teriak Hani. Ia menyuruh Kila untuk berdiri di belakangnya. "Sebentar lagi, saya ini Papa kamu. Kamu gak boleh bersikap kaya gini. Kamu jangan jadi anak durhaka!" "Gue gak akan biarin lo jadi Papa gue selamanya! Lo nggak pantes dapet semua itu. Malam ini, gue bakal lapor ke Mama tentang kelakuan b***t lo. Jangan harap besok lo masih ada di rumah ini lagi!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN