5. Invitation

1260 Kata
Laurel sedang bersantai sambil menyantap makan malamnya di kamar ketika sebuah pesan masuk. Ia pikir, pesan itu dari Darren ataupun Helen. Tapi ternyata dari sebuah nomor yang tidak di kenal. Ternyata, aku tak salah mengambil alih kelas Mrs. Powell selama tiga bulan kedepan ;) - Orlando Spencer Laurel melebarkan matanya. Apa ia tidak salah baca? Bagaimana bisa pria itu mendapatkan nomor ponselnya? Ia berdecak kesal. Ia lupa bahwa Orlando adalah orang kaya. Tentu apapun bisa pria itu lakukan. Apalagi mencari nomor ponselnya yang pastinya sangat mudah. Laurel meletakkan piring di tangan kanannya di lamp desk. Lalu menatap layar ponselnya yang masih menampilkan pesan Orlandi. "Apa yang harus ku balas?", tanyanya pelan. Jika ia tidak membalas, apakah pria itu akan marah dan berpengaruh pada kredit poinnya? Tapi kalaupun dibalas, apa yang harus ia katakan. Beberapa detik kemudian, pesan dari Orlando kembali masuk. Aku tunggu kau jam 7 pagi. Laurel mengerutkan keningnya membaca pesan kedua itu. ... "Dia sudah membaca, tapi kenapa lama sekali membalas?", gumam Orland. Beberapa kali ia menscroll kembali pesan yang baru ia kirim kepada Laurel tapi masih belum ada balasan. Orland kembali mengirimkan pesan. Aku tunggu kau jam 7 pagi. Senyuman di wajah Orland mengembang seketika ia baru mengirimkan pesan yang kedua. Kali ini terdapat tulisan notifikasi bahwa Laurel sedang mengetik pesan. Pesan dari Laurel masuk. Jam 7 pagi? Bukankah kelas seharusnya dimulai jam 10? Orland terkekeh pelan dan membalas. Ternyata kau murid yang pintar. Laurel kembali membalas dengan cepat. Jadi jelaskan kenapa aku harus datang jam 7? ... "Kalau saja kau bukanlah pemilik kampus. Aku tak mau berurusan denganmu!", seru Laurel meneriaki ponselnya. Ia berdecak kesal beberapa kali sebelum pesan dari Orland kembali masuk. Sarapan bersama denganku. Jari-jari Laurel mulai megetik dengan cepat. Kenapa aku harus sarapan dengamu? Balasan dari Orland masuk detik berikutnya. Sudah ikuti saja kemauanku. Anggap sebagai tanda permintaan maafmu karena menciumku terlebih dahulu. Laurel mendengus. Kalau aku tidak mau? ... Orland terkekeh melihat pesan terakhir yang Laurel kirimkan. Lalu ia tersenyum licik. Yakin kau tidak mau? Apa kau lupa kalau kau adalah asistenku? Apa kau mau kredit poinmu ku kurangi? Laurel membalas setelah beberapa detik berlalu. Kau curang dan manipulatif! Orland duduk di sofa ruang tamu sambil tersenyum, kakinya diangkat dan diletakkan diatas meja, dan tngannya mengetik sesuatu. Ia yakin, pesan yang akan ia kirim ini pasti akan membuat Laurel sebal setengah mati. ... Aku tahu dan tidak peduli. Yang penting kita bisa sarapan bersama. Selamat malam, selamat tidur. Semoga kau memimpikanku :p Laurel berteriak dan memaki kesal membaca pesan dari Orland. Tidak akan pernah. Ketiknya dan langsung menekan tombol kirim sekuat tenaga sebelum ia melemparkan ponselnya ke sembarang arah diatas kasur. Satu lagi, Laurel menarik ucapannya tadi siang. Ia tidak akan meminta maaf pada Orland. ... "Kenapa kita disini?", tanya Laurel panik seketika mobil yang Orland kendarai berhenti. Tadi pagi Laurel datang ke kampus sesuai permintaan Orland pukul tujuh pagi, tidak lebih dan tidak kurang. Tapi pria itu malah membawanya pergi dari kampus menuju The Plaza Hotel. Orland tidak menatap Laurel. Ia mengambil beberapa barang miliknya di dashboard tengah. "Sarapan. Apa lagi?", Laurel terdiam. Dalam hati ia merutuki dirinya karena bertanya hal yang bodoh seperti itu. Kenapa ia bisa lupa bahwa Orland akan mengajaknya sarapan bersama? Tapi bukan salahnya juga kalau dia berpikiran macam-macam bukan? Orland yang bisa menebak ekspresi Laurel langsung terkekeh pelan. "Pasti kau berpikiran yang aneh-aneh.", "Ti-tidak!", bantahnya dengan tergagap. Ia langsung menoleh kearah lain sebelum Orland memergokinya blushing. Ia sendiri tidak mengerti kenapa bisa ia memerah hanya dengan perkataan Orland yang spontan. "Jangan bohong. Aku bisa melihatnya dari ekspresimu.", godanya. Orland menepuk bahu Laurel membuat gadis itu sedikit bergerak menjauh. "Tenang saja. Aku tidak akan menyentuhmu. Kecuali, kalau kau yang meminta.", Laurel mendelik. Ia sontak memukul lengan Orland sekuat tenaganya. "Dasar pria m***m!", Orland terbahak melihat Laurel yang dengan panik keluar dari dalam mobilnya. Ia menggelengkan kepala pelan sebelum ia ikut keluar dari dalam mobil dan menyusul Laurel yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam lobi. ... "Jadi, apa tugasku?", tanya Laurel sambil menutup buku menu dihadapannya dan disodorkan kearah pelayan wanita yang sejak tadi berdiri di sisi meja. Ia menatap Orland dengan sebelah alis terangkat. Orland mengangkat bahunya santai. "Entahlah. Aku sendiri tidak tahu.", Laurel mendengus. "Kalau begitu kenapa kau mengambil alih kelas Mrs. Powell kalau kau tidak tahu?", "Karena aku ingin mengenalmu.", jawab Orland penuh percaya diri. "Tapi aku tidak.", Orland mengangguk kecil. Ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kayu yang dipoles mengkilap sambil melipat tangannya di depan d**a. "Mungkin untuk saat ini tidak. Tapi aku yakin kedepannya nanti kau pasti ingin mengenalku.", Laurel menatap Orland dengan pandangan bingung. "Bagaimana bisa di dunia ini ada manusia sepertimu?", "Sepertiku?", tanya Orland. Ia terkekeh pelan sebelum kembali bertanya. "Maksudmu tampan dan kaya?", "Kau terlalu percaya diri.", balas Laurel cepat sementara kekesalannya mulai meningkat. "Tapi benar bukan?", Laurel terdiam sejenak memikirkan apa yang harus ia jawab. Rasanya, pertanyaan Orland sangatlah menjebak. Untuk Orland sendiri. Ia menatap dan menunggu jawaban Laurel. Ia sangat penasaran sejak awal tentang bagaimana pandangan Laurel tentanganya. Ditambah rasa penasaran kenapa Laurel tidak- ralat, sama sekali terpesona olehnya. "Well...", Laurel mengangkat bahu pelan. "Kau tidak terlalu buruk.", "Pardon me?", "Aku tidak akan mengulangi perkataanku.", Laurel mengulas sebuah senyuman memaksa sebelum meninggalkan Orland dengan bermain ponsel. Dalam hati, ia tidak membenarkan ucapannya sendiri. Tentu siapa saja yang melihat Orlando Spencer pasti akan mengatakan bahwa pria itu adalah pria idaman setiap wanita. Hanya saja, egonya terlalu besar untuk mengakui hahwa pria menyebalkan itu benar. ... Kelas pertama siang hari ini berakhir dalam waktu beberapa menit lagi. Biasanya, Laurel akan bersemangat untuk membereskan barang-barangnya dan segera pergi ke kafetaria untuk makan siang bersama Helen setelah bel berbunyi. Tapi sial nasibnya. Saat sarapan bersama tadi, Orlando memberikan jadwal mengajarnya untuk hari ini. Dan tepat setelah kelasnya selesai, ia harus pergi menuju gedung sebelah barat untuk mengikuti kelas dimana Orland mengajar. "Akhirnya aku menemukanmu.", Lamunan Laurel terbuyar ketika Stella tiba-tiba menghampirinya dan duduk di sisi nya. "Sejak kapan kau ada di kelas digital marketing?", tanyanya bingung. Untung saja dosen yang mengajar sedang sibuk sendiri bersama beberapa mahasiswa yang mengerumuni mejanya untuk bertanya mengenai tugas, jadi tidak masalah bila mereka mengobrol karena memang sejak tadi kelas cukup ramai. "Aku memang tidak dikelas ini. Aku hanya ingin mencarimu.", jawabnya sambil tersenyum lebar. Melihat senyuman Stella membuat Laurel meringis. Tentu ia paham dengan arti dari senyuman itu. Pasti Stella menginginkan sesuatu. Apalagi sampai gadis itu menghampirinya di kelas yang bukan mata kuliahnya. "Kenapa?", "Tentang di klab?", Stella balik bertanya. Dari nada bertanyanya, Laurel yakin bahwa Stella sedang memancingnya. Entah kebetulan atau keberuntungan, Laurel masih ingat kejadian itu. Kejadian yang membuatnya menyesal karena pada akhirnya ia berakhir bertemu Orland. Ia menghela napas sebelum berkata, "Maksudmu, kau mau meminta penjelasan bukan?", Stella mengangguk cepat. "Kata Jo, kau sudah memiliki kekasih. Apa benar?", Tanpa ragu Laurel menjawab, "Iya benar. Maaf aku tidak memberitahumu sebelumnya.", "Benarkah?", Stella nenatap Laurel dengan pandangan menyelidik. "Kata Helen kau tidak bercerita apapun.", Laurel mengangguk kaku. "Su-sudah ku katakan padamu bukan. Aku belum memberitahumu, tentu maksudku Helen juga.", "Apa Darren tahu?", "Dia belum tahu.", jawab Laurel pelan. "That' great!", serunya senang. "Aku harus jadi orang pertama yang memberitahunya.", "Iya.", Jawab Laurel singkat. "Lalu, siapa nama kekasihmu? Jo lupa dengan namanya.", "Orlando.", "Undang Orlando untuk makan malam sabtu besok. Aku tunggu kalian berdua.", Stella bangkit berdiri. Lalu dia sedikit membungkuk dan menoleh kearah Laurel sehingga hanya ada beberapa senti jarak wajah mereka. "See ya!", ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata. Stella menegakkan tubuhnya dan pergi. Laurel akhirnya bernapas lega. Kini apa yang harus ia lakukan? Apa dia harus kembali membawa Orland kedalam kebohongannya, lagi? ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN