07

1659 Kata
Dua tahun lalu. Musim hujan di bulan Desember bagai berkah sekaligus bencana, setelah musim kemarau berkepanjangan, akhirnya turun hujan dengan angin yang mengamuk menumbangkan pohon-pohon di jalanan. Acara berita di televisi menampilkan banyak berita bencana alam yang terjadi di beberapa daerah. Sepertinya alam sedang mengamuk karena ulah manusia. Dara baru lulus kuliah dua bulan lalu, saat ini ia tengah sibuk mencari pekerjaan. Namun nasib sial menimpanya karena turun hujan. Map coklat yang ia bawa basah, baju putihnya pun demikian. Ia malu tentu saja karena kemeja putih basahnya jelas mencetak tubuh Dara sekalipun ia memakai dalaman. Tak habis akal, Dara menutupi tubuh bagian depan dengan map yang ia peluk. Ceroboh sekali Dara tak membawa payung. Ia tak berhenti merutuki kecerobohannya sendiri. Rupanya Dara tak sendiri berteduh di latar toko orang yang tengah tutup. Ada sepasang kekasih yang juga berteduh di sana, dan seorang pria dengan kamera di tangannya. Dara melamun, menatap hujan deras di hadapannya, sesekali menghitung rintik berbentuk bulat kecil kemudian membesar di kubangan. Berpikir kapan hujan akan berhenti. Satu jam lagi? Dua jam? Atau bahkan lima jam? Berdoa semoga hujan kali ini tidak akan lama mengguyur kota Bandung. Hujan memang memiliki banyak cerita. Kenangan, cinta, bahkan rasa sakit, seperti hujan tahu semua itu. Aromanya tak pernah berubah, menenangkan hati siapa saja. Namun bersamaan melukai hati siapa saja. Hujan tak pernah bohong dalam hal apapun. "Sayang, kelihatannya hujan lama berhentinya deh," ucap perempuan yang tengah berteduh dengan kekasihnya itu. Dara tak sengaja mendengar. "Kamu hujan-hujanan mau?" tanya si lelaki. "Mau, asal sama kamu," balas si perempuan seraya tersipu malu. Sepasang kekasih itu pergi, dan sekarang tersisa dirinya dan pria yang masih sibuk dengan kamera yang ia otak-atik. Dara tak sengaja menoleh setelah mendengar suara jepretan. Dan ia terkejut saat pria itu memotret dirinya. "Maaf," ucap pria itu saat tahu Dara menyadari bahwa dirinya memotret Dara tanpa izin. Dara was-was, ia berjalan agak menjauhi pria asing itu tanpa membalas ucapan maafnya. Takut tentu saja. Bagaimanapun Dara perempuan, ada pria asing yang memotretnya tanpa izin, keadaan di luar sedang hujan lebat. Jika meminta pertolongan saat terjadi apa-apa pada dirinya juga akan sangat sulit mengingat sedang hujan lebat. Orang-orang sibuk berteduh. "Saya tidak bermaksud memotret tanpa izin, siluet wajah kamu terlihat sangat cantik," ujar pria itu, “dan kebetulan matahari sedang terbenam di sana.” Kali ini pria itu menunjuk arah terbenamnya matahari. Dara semakin takut, ia semakin menghindar hingga posisinya pun sangat terpojok. Namun pria itu malah menjulurkan tangannya di depan Dara. Seolah tak menyerah berkomunikasi dengan gadis itu. "Saya Kenan Adam, fotografer. Biasa dipanggil Ken." Ragu-ragu Dara menerima juluran tangan pria bernama Kenan. "Dara," sahut Dara singkat. Mata bulat Dara masih memperhatikan Ken dari atas hingga bawah, mencari hal aneh yang mungkin membahayakan dirinya. Namun tak ada yang aneh. Ken hanya seorang pria yang berteduh dengan kamera di genggamannya. Ken tertawa manis, pria itu melepas tautan tangannya dan menatap layar kamera. Kemudian mendekat dengan melangkah ke samping, ke arah Dara, menunjukkan hasil fotonya. "Bagus kan? Kalo kamu gak mau saya foto, saya bisa hapus fotonya." Kecurigaan Dara perlahan memudar, gadis itu terpancing untuk melihat hasil foto pria bernama Kenan yang mengaku sebagai fotografer itu. Setelah diperhatikan, Dara mengangguk setuju. Hasil foto Kenan memang bagus. "Gak usah dihapus gak papa, bagus kok,” puji Dara tersenyum tanpa sadar. "Kamu cantik, apa gak ada niatan jadi model?" tanya Ken. "Saya pendek, dan saya gak punya bakat di bidang itu." "Gak mau belajar?" "Saya gak tertarik sama dunia itu." "Gitu rupanya, sekarang kamu lagi cari kerja ya?" "Kok tahu?" tanya Dara sedikit terkejut, kembali ia was-was. Matanya menyipit menatap Ken penuh curiga. "Dari map coklat yang kamu pegang, rok span hitam, dan kemeja putih, itu sudah bisa jelasin semuanya. Jangan curiga gitu, ketahuan banget banyak yang suka.” Dara menelan ludahnya susah. Apa ia ketahuan mencurigai Ken seperti ia mencurigai pria lain yang sering menguntit dirinya? "Enggak kok, gak banyak. Masnya sok tahu." Jeda. Ken kembali fokus pada layar kameranya. Sesekali Dara melirik memperhatikan Ken, baru ia sadari bahwa pria fotografer bernama Ken ini memiliki wajah tampan. Hidung mancung, mata tajam, alis yang dominan, dan rambut yang belum dipotong dan terlihat berantakan namun malah terkesan macho. Baru pertama kali ia bersama dengan pria yang tidak berlebihan saat bersama dirinya. Tidak memujinya cantik secara berlebihan, tidak kurang ajar bertanya di mana rumahnya, sudah punya pacar atau belum, dan pertanyaan lain yang membuat Dara rishi. Dara dan Ken sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Hujan menyaksikan kecanggungan mereka. Hingga tak lama hujan mulai reda. Telapak tangan Dara terjulur ke depan, memeriksa apakah masih ada air yang menetes dari atas langit, sambil mendongak memperhatikan awan. Setelah ia periksa, ternyata keadaan sudah tidak memperbolehkan ia lama-lama berteduh bersama pria bernama Kenan itu. "Saya pergi dulu. Hujannya udah reda," ucap Dara berpamitan. Menurutnya tidak sopan jika pergi begitu saja setelah mereka melakukan obrolan singkat beberapa saat lalu. "Tunggu bentar." Ken menahan lengan Dara, kemudian kembuka jaket hoodie hitamnya, menyisakan kaos maroon yang dikenakannya. Kemudian memberikan jaket itu kepada Dara. "Pakai ini," suruhnya. Dara tak langsung menerima. "Tapi…," "Kemeja kamu putih dan basah, kamu masih mau nolak bantuan saya? Mau jadi pusat perhatian laki-laki?" tanya Ken. Dara masih ragu, tapi ia butuh hoodie itu. Namun Dara tak mengenal pria yang menawarkan hoodie-nya. "Hoodie-nya baru saya cuci kok, masih bersih." "Terimakasih." Akhirnya Dara menerima jaket hoodie yang Ken sodorkan padanya. Menaruh map dan segera memasang hoodie tersebut. Meski kebesaran di tubuh Dara, namun ia bersyukur bisa menutupi tubuhnya karena kemeja putih basah yang ia kenakan. "Kalo saya mau ngembaliin ke kamu gimana?" tanya Dara. "Ambil kamu aja gak apa-apa," balas Ken singkat. "Eh jangan! Masa saya ambil? Boleh minta nomor HP? Nanti saya kembalikan setelah saya cuci." Ken tersenyum, "ciyee minta nomor HP," godanya. "Yaudah kalo gak boleh, saya minta alamat rumah kamu aja, nanti saya antar." Guyonan Ken dibalas dengan serius oleh Dara. Gadis itu malah mengira kalau dirinya tidak sopan meminta nomor HP pria yang baru ia kenal. "Bercanda kali. Ini catat nomor HP kamu." Ken memberikan HP-nya kepada Dara. Tanpa basa-basi Dara mengetikkan nomor HP-nya, setelah selesai menyimpan, ia kembalikan HP tersebut. "Nanti saya hubungi kamu ya." Ucap Ken. "Iya, sekali lagi terimakasih Ken. Saya pergi dulu." "Hati-hati." Melihat Dara menjauh dari pandangannya, membuat Ken kembali tersenyum. "Dia benar-benar cantik," puji Ken. *** Malamnya, Ken tak berhenti memandangi foto Dara. Ia bahkan mencetak foto itu, menjadikan foto Dara sebagai salah satu koleksinya dalam memotret. Ken jarang menjadikan obyek foto koleksinya manusia, biasanya ia memotret bunga, pemandangan, bahkan hewan atau bangunan. Untuk pertama kalinya ia tertarik dengan siluet wajah Dara. Ia biasanya memotret model hanya untuk bekerja saja. Sudah berulang kali ia bertemu para model berparas cantik. Namun kali ini, Ken benar-benar menemukan gadis cantik yang terlihat begitu alami tanpa make up tebal. Tak bisa Ken pungkiri bahwa dirinya tertarik pada gadis bernama Dara itu. Seketika Ken melupakan hatinya, hati yang sudah ditentukan milik siapa. Ken mengambil handphonenya, mengirimi Dara sebuah pesan. Ken : Dara. Ini. Ken. Dara : Iya Ken? Ken : Sampai rumah dengan selamat? Dara : Syukurlah iya. Ken : Maaf kirim pesan malem-malem Dara : Nggak apa-apa, lagian aku belum tidur. Ken : Telfon boleh? Dara : Boleh. "Yesss!!!" Ken meninju udara, ia sangat senang dengan balasan yang Dara beri padanya. Tak menunggu waktu lama, Ken langsung menelepon gadis itu. "Halo," sapa Ken. "Halo." "Ganggu nggak? Telepon malem-malem?" "Enggak kok, ada apa ya Ken?" "Enggak ada apa-apa sih, cuma pengen telepon aja." Hanya suara tawa sebagai balasan dari Dara di seberang telepon. Ken begitu damai mendengarnya. Tawa itu terdengar begitu lembut. Hatinya tiba-tiba menghangat. "Suara kamu lembut banget ya." Ken memuji, dengan sedikit menggoda. "Namanya juga perempuan, ya pasti lembut, kan gak punya jakun." "Tapi bedanya suara kamu nenangin orang." "Ada ada aja kamu Ken." "Eh beneran, tanya deh temen-temen kamu," ujar Ken berusaha meyakinkan. "Ngapain sampe tanya temen?” “Ya biar kamu percaya, suara kamu nenangin.” “Kamu mah suka gombal.” Bingung mencarii topik hangat lain apa, akhirnya Ken menyebut nama Dara tiga kali. Seperti tengah menyebut ikan mas ajaib di dalam dongeng. "Dara, Dara, Dara." "Kenapa Ken?" "Engga, cuma mikir aja, kenapa ya orang tua kamu namain kamu Dara? Apa mereka suka burung dara? Atau mi burung dara?" Lagi Dara tertawa dengan apa yang Ken guyonkan padanya. Sangat receh, namun entah kenapa terdengar lucu di telinga Dara. Mungkin karena humor gadis itu tidak setinggi para pelawak yang ditontonnya di TV. "Kamu jadi penulis aja Ken." "Kenapa jadi penulis? Kan lebih keren fotografer?" "Iya soalnya kamu pinter ngarang sih hahaha." "Ih suka ngeledek ternyata." Ken ikut tertawa karenanya. Malam itu adalah malam yang tak terasa baginya, sudah dua jam mereka mengobrol dan rasanya baru dua menit yang lalu Ken menghubungi gadis itu. Benar-benar menarik perhatian Ken. "Ken saya udah ngantuk." "Yaudah tidur gih," suruh Ken. "Saya tutup ya." "Boleh, tapi ada syaratnya." "Kok ada syarat?" "Gampang kok syaratnya. Mau denger?" "Apa?" "Mimpiin saya ya Dara. Selamat malam." Ken buru-buru memutus sambungan telepon mereka. Ia sendiri tidak mengerti kenapa dia berubah menjadi pria yang suka menggoda wanita. Sebelumnya ia tak seperti itu. Namun kepada Dara, seperti Ken tidak ingin gadis itu memikirkan hal lain selain dirinya saat bertelepon tadi. Meski mereka baru kenal sekalipun. Ken tidak tahu, Dara sudah tertawa lucu di kamarnya, pipinya memerah seperti diberi blush on berlebih. Jantung Dara pun tak berhenti berdetak. Ia juga merasa aneh, biasanya ia tidak terlalu peduli dengan pria, apalagi pria yang memujinya cantik. Dara tidak pernah mau mempedulikan gombalan mereka. Namun dengan Ken, Dara benar-benar merasa senang. Fotografer yang dengan sengaja mengambil siluet wajahnya, meminjamkan jaket hoodie untuk menutupi tubuhnya, dan meneleponnya malam-malam dengan guyonan yang berhasil membuatnya tertawa. Jantung Dara berdetak sangat cepat hanya dengan memikirkan nama Ken. Dan membayangkan rupa Ken membuat wajah Dara memanas. Ken berbeda, ia tak seperti pria lain. Dan baru Dara sadari pula bahwa ia tengah jatuh cinta, pada pria yang meminjaminya hoodie. Kenan Adam, nama pria itu. Apa yang harus Dara lakukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN