Ken tak berhenti membanting setir karena marah, ia bahkan mengumpat kesal. Semakin ia menolak, semakin ia tercekik dengan permainan yang ia buat. Kenapa Dara selalu diam saat ia tindas? Kenapa istrinya begitu lemah? Harusnya Dara marah, berontak. Harusnya mereka bertengkar hebat, tapi kenapa? Kenapa Dara malah bersikap bodoh seperti tadi?
Bohong saat Ken kembali ke kantor, ia kembali ke rumah sakit, membuntututi mobil taxi yang ditumpangi Dara. Tentu saja Ken mengikutinya, jika tidak, ia tidak mengerti Dara langsung pulang atau melakukan hal aneh di belakangnya. Pikiran bodoh itu sempat-sempatnya singgah di otak Ken.
Dan saat mobil taxi sudah sampai di depan gerbang rumah mereka, Dara keluar dari taksi seraya menyangking tas yang tadi sempat dibawa Ken, kemudian sedikit menunduk untuk mengatakan sesuatu kepada sopir taxi melalui jendela. Setelahnya Dara masuk, sudah bisa ditebak, Dara menyuruh sopir taxi tersebut untuk menunggunya memberi ongkos.
Ken keluar dari mobil. Menghampiri sopir yang masih berada di dalam mobil.
"Pak, berapa ongkosnya?” tanya Ken sedikit membuat sopir taxi yang tengah menunggu Dara itu terkejut karena Ken tiba-tiba muncul.
"Enam puluh ribu, Pak." Sopir taxi tampak cengo.
Ken memberikan selembar seratus ribu kepada sang sopir. "Kembaliannya ambil aja," ujar Ken saat sopir taxi itu hendak mengambil uang kembalian dari dalam tas di atas dashboard. "Langsung pergi aja pak gak papa, istri saya lagi sakit, jadi langsung saya suruh istirahat aja."
"Baik, Pak. Terimakasih banyak."
Sebelum melihat Dara keluar, Ken menghampiri Supri yang mungkin tidak melihat Dara memasuki gerbang mereka.
"Pak Supri!" panggil Ken.
"Den!" Supri meletakkan selang yang sedang ia pegang, menghampiri majikannya yang ada di luar gerbang.
"Bapak masuk, suruh Dara cepet istirahat. Tadi dia pulang naik taxi, udah saya bayar ongkosnya, dia soalnya mau ambil ongkos. Bilang aja Bapak yang bayar. Kalo Dara kasih uang ganti ke Bapak, terima aja. Saya ke kantor dulu. Sudah telat." Oceh Kenan beruntut tanpa memberi jeda sedikitpun. Menghemat waktu takut-takut Dara keluar.
"Iya, Den, saya langsung masuk."
"Makasih, Pak."
Kenan berlari menuju mobilnya, segera meninggalkan rumahnya untuk ke kantor karena dia benar-benar terlambat.
Sampai saat ini Kenan bahkan tidak mengerti akan dirinya. Ia benci Dara, ia tahu Dara adalah gadis munafik, gadis yang sangat licik, namun Kenan tidak ingin Dara menjadi leluasa mencari perlindungan sehingga kabur dari permainan yang ia buat. Hanya Ken yang harus menjadi tempat Dara berlindung. Setelah permainan mereka sampai di puncak, baru Ken akan menghempaskan Dara pergi dari kehidupannya. Memulai hidup baru yang selalu ia nanti-nantikan selama ini.
Dara, sampai kapan kamu menyembunyikan topeng kamu dari saya? Bersikap pasrah, selalu mengalah, diam saat saya menghakimi kamu, selalu terlihat bodoh dan naif. Itu bukan kamu. Kamu yang asli adalah seekor rubah. Tunjukkan! Agar orang yang saya cintai muncul dan membuat kamu pergi dari hidup saya. Biarkan saya bahagia dengan gadis yang saya cintai Dara! Batin Kenan penuh misteri.
***
“Non Dara langsung istirahat aja,” ujar Supri kala melihat Dara baru saja turun dari tangga. Kini kamar Dara sudah pindah di lantai dua, di kamar tamu yang berada satu lantai dengan kamar Kenan.
“Saya mau bayar ongkos taxi di depan, Pak.”
"Tadi sudah saya bayar ongkosnya, jadi Non Dara istirahat aja."
"Aduh! Maaf ya, Pak, saya kelamaan ya ambil uangnya?" tanya Dara merasa tidak enak. "Yaudah ini ya, Pak, gantinya. Saya ke kamar dulu, masih lemes soalnya. Makasih banyak udah dibayarin dulu."
"Iya, Non, terimakasih."
Supri berbalik untuk melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda setelah melihat Dara naik ke tangga dengan langkah pelan. Hati pria paruh baya itu teriris melihat Dara. Bagaimana tidak? Supri tahu semua yang terjadi di dalam keluarga itu. Namun ia tak punya hak untuk bersuara mengingat watak tuannya yang sangat keras.
Dara sudah Supri anggap sebagai putrinya sendiri, karena Dara seumuran dengan anaknya yang ada di kampung. Sebulan sekali Supri bisa pulang karena ia harus menjadi sopir keluarga itu sekaligus satpam yang menjaga gerbang. Memang pekerjaan yang mudah karena ia hanya menjadi sopir saat dibutuhkan, saat Kenan menyuruhnya mengantar Dara. Selebihnya ia menjaga keamanan rumah itu dan melaporkan apa saja yang Dara lakukan kepada Kenan
Supri tahu apa yang kini dialami Dara. Suaminya tak pernah memberi perhatian layaknya seorang suami, yang ada malah selalu berlaku kasar. Ia tidak tahu terbuat dari apa hati wanita itu. Selalu sabar, dan bahkan tak pernah bisa marah kepada suaminya. Yang bisa Dara lakukan hanya menangis, itupun tak Dara tunjukkan secara terang-terangan. Alasan Ken bersikap tidak selayaknya kepada istri sahnya sendiri masih menjadi tanda tanya besar di benak Supri.
Apa yang kurang dari Non Dara? Hanya pertanyaan itu yang selalu Supri bingungkan ketika melihat Kenan selalu memarahi Dara karena hal kecil sekalipun. Dara orang paling sabar yang Supri kenal, wanita itu berparas cantik, dan tak pernah memiliki pikiran buruk dibenaknya. Yang paling membuat Supri bingung akan hubungan keduanya adalah, Ken tidak mengerti penyakit apa yang diderita Dara. Penyakit yang seharusnya Ken tidak buat lelucon.
Khawatir pun tak Ken lakukan. Saat Supri hendak menjelaskan apa penyakit yang dijelaskan dokter kepadanya, Ken malah sibuk menerima telepon dan bahkan mengucapkan bahwa itu tak penting ia dengar, seraya menegaskan bahwa Supri tidak perlu menjelaskannya. Meski bukan Supri yang diperlakukan seperti itu, hatinya sangat sesak. Ia tak bisa bayangkan jika putrinya berada di posisi Dara. Orang tua mana yang tidak menangis?
Supri tidak tahu kenapa Dara bertahan, kenapa wanita itu masih bersikap semua akan baik-baik saja. Ken memang tak pernah menyakiti fisiknya, namun batinnya, Dara sangat tersiksa karena hal itu. Supri mengerti, karena pernah Dara seketika bertanya padanya. Pertanyaan yang benar-benar menusuk hatinya.
"Ken kenapa ya, Pak? Sampai sekarang saya gak tahu salah saya apa sampai dia benci banget sama saya. Apa saya kurang baik? Saya udah berusaha sebaik mungkin, tapi kenapa dia masih benci saya? Udah minta maaf berkali-kali pun gak ada gunanya." Ucap Dara kala itu.
***
Ken keluar dari ruang rapat dengan wajah masam. Pekerjaannya kali ini terhambat karena ia tak fokus sehingga memutuskan untuk membubarkan rapat sebelum usai, dengan alasan Ken tengah pening.
Para staf tidak mengerti dengan sikap pimpinan mereka yang sangat aneh. Dengan hati kecewa mereka pergi, meski bahan presentasi yang belum ditambilkan sudah siap setelah mengerjakannya beberapa hari terakhir ini. Namun karyawan bisa apa saat pimpinan mengatakan hal lain?
Ken duduk di kursinya. Membuka laci dan mengambil selembar foto yang selalu ia simpan. Ia tatap lekat-lekat foto tersebut. Ia menjadi bingung dengan dirinya sendiri. Gadis yang ia temui saat hujan, yang ia potret dengan cantiknya itu kini menjadi istrinya. Namun ia tak bisa mencintainya. Tidak bisa.
Foto yang dipegangnya adalah foto Dara yang ia potret untuk pertama kali. Cantik, tak bisa Ken pungkiri bahwa istrinya sangat cantik. Siapapun pasti berebut untuk mendapat cintanya. Namun Ken menyayangkan itu semua. Para pria mungkin sedang iri padanya, bodohnya yang Ken lakukan malah menyia-nyiakan Dara. Ia memang bodoh, karena tak bisa memahami isi hatinya sendiri.
"Kenapa harus kamu? Kenapa harus kamu yang menyakitinya? Kenapa bukan gadis lain Dara? Kenapa?" tanya Ken.
"Dan bodohnya aku sempat tertarik sama kamu, sempat melupakan dia. Aku gak tahu apa yang ada di pikiran aku saat itu. Seolah tersihir oleh kecantikan dan sikap bertopeng kamu.” Ken menghembuskan napasnya lelah. Matanya masih menatap lekat gadis yang ada di foto tersebut. “Dara, kamu cantik, tapi kamu licik. Aku selalu tergoda sama kamu. Tapi dilain sisi aku nunggu dia. Dan kamu harus ada di dalam permainan ini. Sampai saatnya aku harus melepas kamu. Melepas rubah cantik yang mungkin akan diperebutkan diluar sana."
"Sial! Aku masih gak bisa ngelepas kamu gitu aja."
Ken menuju kamar mandi dengan membawa foto istrinya. Ia memuaskan dirinya sendiri di dalam kamar mandi, memandang foto Dara yang sama sekali tidak menggoda. Dara memakai atasan kemeja putih dan rok hitam selutut. Terlihat sangat rapi karena ia hendak melamar kerja waktu itu. Meski basah, Dara menutupi belahan dadanya dengan map yang di peluknya. Foto itu sama sekali tidak seksi dan mengundang berahi pria. Tapi Ken? Ia mungkin memang sudah gila.
Ken mencapai puncak saat ia mengingat jelas malam pertama mereka. Malam yang tidak bisa Ken tahan. tidak disangka ia yang pertama untuk Dara.
"Ken pelan, sakit...." Suara itu tak bisa Ken lupakan dari benaknya.
Ken pikir Dara sudah tidak lagi virgin sehingga ia kasar waktu itu. Meski sejak awal ia merasa ada yang aneh. Tapi tak disangka saat mereka usai melakukannya, Ken melihat banyak darah yang ada di atas sprei putih mereka.
Melihat Dara tergeletak lemas dengan wajah lelahnya, dan mata yang sembab karena menangis, membuat Ken tidak akan pernah melupakan ekspresi itu. Dara menggoda.
Hembusan napas berat Ken kala ia sudah mencapai k*****s benar-benar membuatnya lega. "Bodoh! Kenapa aku harus melakukan ini? Banyak gadis yang mau kutiduri. Dan kalau mau aku harusnya tinggal meniduri kamu tanpa harus bersikap bodoh seperti ini. Sial!" umpat Ken tak berhenti menatap foto yang ia pegang.
"Cuma aku yang boleh menikmati kamu, Dara. Menikmati wajah cantik gadis licik yang harusnya aku tiduri sampai puas."
***
Bandara yang ramai dengan lalu lalang penumpang menjadi perhatian seorang gadis dengan rambut coklat panjangnya. Kaca mata hitam dan koper yang ia bawa menjadi bukti bahwa ia baru saja landing. Senyum terukir di bibirnya. Gadis itu mendecak. "Waktunya untuk bermain." Ucap gadis itu dengan membuka kacamata hitamnya.
- To be continued -