04

1124 Kata
Sarapan pagi di meja makan benar-benar sunyi. Dara tak mengucapkan satu patah kata pun saat menyiapkan makanan untuk Ken. Bahkan saat Ken menyuruh Dara membuat s**u, gadis itu hanya mengiyakan tanpa menjawab embel-embel untuk memperpanjang obrolan mereka. "Ini susunya," ucap Dara meletakkan segelas s**u hangat dengan satu sendok madu kesukaan Ken. "Duduk." Titah Ken. Dara beralasan untuk menghindar, "Saya harus cuci piring, saya ...," "Duduk!" tegas Ken mulai meninggikan suaranya. Dara terkesiap, ia menarik kursi makan, kemudian duduk. Menyatukan jari-jari di atas pangkuan. Tak berani menatap Ken, hanya menunduk menunggu apa yang akan disampaikan pria itu. "Nanti malam ada acara peluncuran film pendek dari produser yang mensponsori agensi saya. Kamu nanti ikut. Gaun udah saya siapkan, nanti dikirim Ambar, sekretaris saya." "Hari ini kan ulang tahun kamu, gak ke rumah Mama sama Papa aja, Ken? Makan malam di sana?" "Papa sama Mama ke Rusia, kamu gak tahu? Makanya jadi menantu itu sering-sering hubungi mertua. Jangan cuma Mama aja yang hubungin kamu." Sinis Ken. "Ke Rusia?" tanya Dara mengulang. "Mama bilang udah telepon kamu, tapi gak aktif, akhirnya dia kirim pesan. Dan telepon saya." "Saya lupa ngecas hp saya. Maaf." "Selalu aja, maaf, lalu diulangi lagi. Itu kamu Dara. Makanya gak ada lagi keahlian kamu selain menggoda laki-laki lain." Ejek Ken. "Saya gak pernah goda laki-laki." "Dasar munafik. Di belakang saya, siapa tahu?" Dara menahan kesalnya. Bagaimana bisa Ken menuduhnya tanpa bukti? Tahu Dara keluar tanpa izin saja membuat Ken marah besar, meski alasannya untuk Ken pribadi. Bagaimana Dara berani menggoda pria lain? Memangnya siapa yang hendak ia goda? Penjaga took tempatnya membeli cake kemarin? Atau pejalan kaki yang tak sengaja berpapasan dengannya? Dara tidak mengerti jalan pikiran Ken. Namun ia tak mau ambil pusing, toh bukan sekali Ken membuatnya sakit hati. Dara tidak akan mempermasalahkan rasa sakit hatinya lagi. "Saya mau cuci piring." Dara berdiri, meninggalkan Ken yang masih menyantap sarapan paginya. Kesal karena selalu dituduh dengan tuduhan yang sama setiap kalinya. "Cari di internet, nonton video tutorial make up kalau ada waktu. Ini acara penting. Kamu harus tampil cantik. Jangan malu-maluin saya. Saya juga gak punya waktu sewa make up artist buat dandanin kamu." "Beliin make up, mana bisa saya dandan kalo make up-nya gak ada? Saya gak punya make up." Jelas Dara yang sedikit kesal mendengar kata 'malu-maluin' dari bibir Ken. "Kamu menghina saya? Kamu pikir saya nyuruh kamu cantik tanpa modal? Udah saya beliin semua. Tinggal pakai aja." Dara diam, rupanya Ken sudah menyiapkan semuanya. "Kedepannya saya bakal sering ajak kamu ke acara resmi." "Kenapa?" "Maksudnya kenapa apa? Ya ‘kan kamu istri saya, lucu kalo bukan kamu yang saya ajak. Apa mau saya terang-terangan selingkuh di depan kamu?" Deg Jantung Dara berdetak lebih cepat dari detak normalnya. Mendengar kata selingkuh membuat desiran aneh pada dirinya. Sedetik, jantung Dara rasanya mau berhenti karena tidak mau mendengar hal itu terlontar dari bibir Ken. "Kamu selingkuh?" tanya Dara pelan. "Menurut kamu?" Tanya balik Ken dengan senyum menantangnya. Dara tidak bisa menjawab, ia bingung, hingga Ken menyelesaikan acara sarapannya. Ken berdiri, meletakkan sendok dan garpu di atas piring kosong dengan menelungkupkan keduanya. "Saya berangkat, jangan lupa nanti malam." Dan dengan bodohnya Dara masih bisa berpikir positif. Ia tak percaya dengan apa yang diucapkan Kenan. Wanita itu terlalu naif. Karena itu Ken gampang untuk membodohinya. Sudah pasti Ken bermain dengan wanita lain di belakang Dara. Bagaimana ia bisa kuat menahan napsu? Dia pria dewasa normal, dan semenjak mereka menikah, hanya sekali Ken berhubungan dengan Dara. Setelahnya sudah, tidak ada lagi kata hubungan seks dalam pernikahan mereka, tidur pun terpisah. Ken berubah 180 derajat. Jadi mustahil jika Kenan tidak selingkuh. *** Sore menjelang malam, Ken menghubungi Dara. Panggilan pertama tidak diangkat, namun panggilan kedua juga sama, belum diangkat. Ken mulai panik, ia langsung curiga tanpa sebab. Apa yang dilakukan Dara sehingga ia tidak mengangkat telepon darinya? Pikiran negatif bersarang di otak Ken. Dara harusnya tahu jika Ken paling benci Dara tidak mengangkat telepon darinya. "Kalau kamu masih nggak angkat teleponnya, saya anggap kamu melanggar perintah saya Dara." Ucap Ken yang sudah bersiap menekan tombol hijau miliknya. Tut … Tut ..., "Halo, Ken. Maaf tadi gak diangkat, saya lagi mandi." "Kamu gak bohong kan?" tanya Ken penuh selidik. "Enggak Ken, saya beneran lagi mandi. Ini aja saya belum bilas denger HP bunyi. Takut kamu telepon. Bener aja kamu telepon. Makanya saya cepet angkat." Jelas Dara di seberang telepon. "Jangan lupa, saya pulang harus sudah siap. Saya siap-siap dari kantor." "Iya." "Sudah terima kiriman saya?" "Sudah," "Satu jam saya sampai rumah," "Iya." Ken menutup teleponnya tanpa basa-basi atau embel-embel lainnya. Ia hanya lega Dara tidak kemana-mana tanpa seizinnya. *** Beralih kepada Dara. Sejak saat mereka mengakhiri perbincangan melalui via suara. Dara mempersiapkan diri. Merias dirinya seperti apa yang ia pelajari melalui video tutorial yang ia tonton. Hasil yang sangat memuaskan selama setengah jam lebih Dara merias diri. Dandanannya terlihat natural karena ia yang amatir tidak mungkin langsung bisa berdandan gaya bold. Namun hasil dandanan gaya natural itu sangatlah memuaskan Dara. Ia tak terlihat seperti ibu-ibu yang tengah menghadiri acara nikahan atau arisan. Selesai berdandan, Dara segera memasang gaun yang sudah Ken siapkan. Gugup mengingat untuk pertama kalinya setelah sikap Ken yang berubah, suaminya itu mengajak dirinya di sebuah acara yang menyangkut dengan pekerjaan. Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, Ken berbohong padanya. Dia bilang satu jam pria itu akan sampai, tapi buktinya Ken baru telepon setelah hampir dua jam. Tepat saat Dara selesai mengenakan sepatu heels, wanita itu mengangkat telepon dari Ken. "Iya Ken?" "Dimana?" "Di kamar," "Sudah?" "Sudah, tinggal nunggu kamu." "Saya di depan, cepet!" Dara menuju gorden, membuka gordennya untuk mengintip halaman depan. Benar saja mobil Ken ada di depan gerbang. "Iya ini jalan ke depan." Sambungan telepon mereka lagi-lagi Ken tutup sepihak. Sepatu heels benar-benar membuat jalan Dara susah. Biasanya ia mengenakan heels paling tinggi lima sentimeter. Namun kini, heels yang ia kenakan lebih dari tujuh senti. Ken memang berbakat untuk membuat Dara kesulitan. Gerbang terbuka, Dara memasuki pintu mobil Ken tanpa harus Ken bantu buka pintu. Lagipula mustahil juga Ken akan membukakan pintu untuk Dara. Maka dari itu Dara berinisiatif untuk membuka sendiri pintu tersebut. Satu detik, dua detik, tiga detik, empat detik, lima detik. Hanya butuh waktu lima detik untuk Ken terpukau, ia keluar dari pikirannya. Hatinya memuji bahwa Dara cantik. Dara pantas Ken perlakukan seperti porselen yang harus ia jaga untuk jangan sampai pecah, dan tidak boleh orang lain tahu bahwa Ken punya sebuah porselen cantik itu jika tidak ingin poselennya dicuri orang. Semua orang tahu Dara pantas diperebutkan sampai mati sekalipun. Namun, Dara miliknya, Dara hanya boleh berada dalam kastilnya, Dara juga hanya boleh mencintainya. Itu aturan Kenan Menikahi porselen cantik. Ken tuannya, sampai pada waktunya ia harus membuang porselen itu. - To be continued -
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN