TIDAK LAGI MENANGIS

1546 Kata
Setelah berkendara lebih dari 30 menit kedua nya pun sampai dirumah Tante Marisa, kedua nya disambut dengan ramah oleh si empunya rumah. berbeda dengan pria yang berusia awal 20an itu, Regi memperlihatkan tampang yang kurang menyenangkan. "oh, ini yah atasan Nayla ?" tanya Marisa. Graha hanya senyum menanggapi itu, "pasti dia sangat menyusahkan mba ku" celoteh Regi tampak tidak suka. "hust, kamu ini. gak boleh gitu gi ?" kata Marisa. "jadi kita berangkat jam berapa Bu ?" tanya Nayla. "Minum lah dulu, " ucap Marisa sambil meletakkan minuman yang dibawa oleh asisten pribadi keluarga itu kehadapan kedua nya. "terimakasih Bu" ucap graha sambil mencicipi teh yang memiliki aroma khas itu. Lalu dia memperhatikan Nayla dan Tante Marisa yang memiliki kesamaan dalam mencicipi teh nya, dihirup dulu aroma nya lalu dicicipi. unik yah, dia pun mencoba melakukan hal yang sama namun dia merasakan bibir nya terbakar saat tak sengaja ikut tercelup kedalam cangkir. membuat nya terkejut untung saja gelas itu tak sampai jatuh dibuat nya. "peeewft...." suara tawa yang tertahan itu keluar dari mulut Regi membuat semua nya berbalik kearah nya. "tidak, hehehe.... silahkan dilanjutkan saja " ucap nya lalu bangkit dari tempat duduk nya. "mau kemana ?" tanya Nayla. "kekamar mba." jawab nya malas. "gak ikut.? " "males". jawab nya pelan. "apa ?" tanya Nayla lagi sambil meyakinkan diri apa yang dia dengar. "lagi gak enak badan mba, lagipun mas itu udah ada. ibu nanti numpang aja sama mereka " "gi ? mereka nanti akan langsung pulang setelah itu. ibu akan merepotkan mereka jika harus kembali mengantarkan ibu lagi." jelas Marisa dengan pelan, sambil meraih tangan putra nya. dia faham betul watak anak nya itu. pasti tidak enak hati sebab Nayla bersama dengan laki-laki lain. "tapi Bu ?" wajah Regi masih memelas. Dia hanya mendapat tatapan tidak setuju oleh ibu nya. jadi walaupun merasa malas, regi tidak bisa berbuat banyak. jika ibu nya sudah berkehendak maka tugas nya hanya perlu patuh. setelah semua nya siap, mereka pun berangkat ketempat pemakaman keluarga yang nampak mewah dari luar itu. disekelilingnya terdapat tembok setinggi kurang lebih 2 meter, sebelum gerbang ada pos jaga. jadi hanya anggota keluarga inti yang bisa masuk kesana. orang lain bisa ikut, jika anggota keluarga siap mengambil resiko atas kerusakan atau apapun yang terjadi disana. seperti, Nugraha yang bisa masuk sebab Nayla akan bertanggung jawab atas apapun. Selain itu pengunjung yang bukan anggota keluarga akan menerima pemeriksaan ketat, semua benda milik nya akan ditahan. termasuk handphone dan dompet. "apa kamu tidak keberatan ?" tanya nayla pada graha setelah mereka berjalan-jalan bersama memasuki area pemakaman. "soal apa ?" "handphone dan dompet mu." "kalau mereka hilangkan kamu yang akan tanggung jawab." "kalau pak Rangga nelpon gimana ?" "paling dia akan nelpon kamu." jawab Nugraha santai. Setelah mereka sampai didepan makam, Nayla terlihat melepas kacamata hitam nya. meletakkan bunga yang dia bawa nya diatas dua makam, Nayla berdiri tepat ditengah kedua nya. Tante Marisa mulai terisak, Regi mengusap pelan pundak ibu nya yang beberapa kali naik turun karena sesenggukan. Tapi jangankan air mata, sirat sedih di wajah Nayla pun tidak ada. hal itu cukup membuat tanda tanya besar dikepala Nugraha, Setelah dirasa cukup, semua nya pun bersiap untuk pergi. graha sengaja membiarkan Nayla pergi lebih dulu. dia menunggu Tante Marisa yang terlihat sedikit kacau, "Boleh aku yang temani Tante ?" tanya graha menawarkan diri. Regi kembali melemparkan tatapan tidak suka. Tante Marisa yang baik hati itu hanya mengangguk pelan. "temani mba mu gi ." pinta Marisa. Setelah regi pergi, Marisa langsung angkat bicara. "jadi apa yang ingin kamu tanyakan soal Nayla .?" tanya nya tanpa sungkan. "eh, hehehe gak gitu Tante. maksud saya..." "Iyah , Tante sudah seperti ibu mu. ibu Nayla dan regi. ibu faham tatapan mu, ibu bisa tebak apa yang tengah berkeliaran didalam kepala mu sebelum kamu bercerita." "waah, ibu... eh, Tante ....emmmmh.." graha terlihat sedikit bingung. "hehehe.... ibu saja, biar kita semakin akrab. jujur ibu sangat bersyukur ada kamu, dan belum sempat mengungkapkan terimakasih banyak atas bantuan mu." "haaah ?" graha sedikit bingung "malam acara keluarga. terimakasih yah nak. kamu orang baik" ucap Marisa sambil mengelus lengan graha. "aaa, hehehe ibu tak usah membahasnya lagi. bukan kah memang seharusnya laki-laki itu melindungi perempuan. dimana pun dan kapan pun. " "waaah ibu jadi semakin lega. jika ternyata Nayla bekerja untuk orang baik seperti mu." "ahh, ibu jangan memuji berlebihan...." kedua nya terus berbincang ringan sampai mereka tiba ditempat parkir. "ibu ikut dimobil graha yah, kita makan siang dulu. resto biasa gi ?" ucap Marisa kepada putra nya, dan langsung mendapat acungan jempol dari Regi. dengan sedikit perasaan heran, Nayla menurut saja saat Regi membukakan pintu untuk nya. "jadi apa yang ingin kamu tanyakan ?" tanya Marisa kembali saat graha mulai menjalankan mobil nya. "emmmh, bagaimana aku bertanya yah itu soal yang tadi, di pemakaman..." "itu makam kedua orang tua Nayla, dan aku Tante nya, yang sudah mengasuh nya sejak dia berusia 10 tahun. dia lebih banyak waktu bersama ku dari pada bersama ibu kandung nya," "pasti sulit yah Bu ?" "sulit bagi Nayla, dia gadis yang malang. tapi ibu sangat bangga dengan ketangguhan nya. dia bahkan tidak menangis." Marisa pun mulai bercerita soal Nayla yang tidak pernah lagi menangis sejak waktu yang lama. Dia seakan bisa mengekspresikan dan mengelola emosi nya dengan baik. namun walau begitu, dahulu Nayla kecil adalah gadis yang paling cengeng. Sejak ayah dan ibu nya tiada, Nayla kecil selalu menangis sepanjang hari, selama 3 bulan . lalu dia sakit dan tidak sadarkan diri beberapa jam. setelah itu dia bangun dan tidak pernah menangis lagi. Dokter beranggapan bahwa itu hanyalah peralihan fikiran nya saja, tentu saja itu tidak baik untuk mental nya. tapi sejauh ini dia baik-baik saja. walau memang lebih jarang tertawa atau bahkan tidak tersenyum sama sekali. "ibu titip Nayla yah nak ? ibu percaya kamu anak yang baik ." senyum Marisa sebelum turun dari mobil Nugraha. Setelah itu mereka makan siang bersama sebelum akhirnya Nayla benar-benar berpisah dengan Tante nya. selama makan, semua hening. Graha tidak lagi merasa asing sebab Nayla memang tipe orang yang selalu diam dan tenang saat makan. Hingga dia bisa mengambil kesimpulan bahwa ini pun termasuk dalam kebiasaan dilingkungan keluarga Nayla, sama dengan saat mereka menyeruput teh. Nayla dan Graha pun kembali ke ibu kota dengan mengendarai mobil. memang ini akan memakan waktu lebih lama dari pada naik pesawat. Tapi Nayla terlihat menikmati perjalanan nya. "ibu bercerita apa saja dengan pria itu ?" tanya Regi setelah Mereka tiba dirumah. "memang nya kenapa kamu sangat penasaran ?" "tidak, hanya saja Regi takut hal yang sama terulang lagi." "maksud kamu ?" "yah, mba Nayla disakiti lagi." ujar nya sambil memutar bola matanya. "lagipun ibu kok heboh banget mau jodohin Mba Nayla, seneng banget kayak nya liat mba Nayla kesusahan " sambung Regi sedikit kessal. "maksud nya gimana sih nak ?" "Aku tahu, ibu kan yang kenalkan mas Zian sama mba Nayla ?" "Kenapa sih kamu ini suka banget ikut campur urusan orang tua ? kuliah yang bener dulu nak, lalu..." "aku ingin ikut mba Nayla ke ibu kota ?" pinta Regi lalu beranjak pergi Ke kamar nya. Marisa menatap punggung putra nya dengan sangat kebingungan. memang sejak pesta malam itu, Regi tampak tidak bersemangat setelah pulang. apalagi dia juga terlibat adu mulut heboh dengan Devi setelah Nayla diajak pergi oleh Nugraha, MALAM PESTA SETELAH NAYLA PERGI... "Lihatlah wanita kurang ajar itu, dia bahkan pergi dengan lelaki asing yang entah dari mana datang nya." ucap Juwita dengan nada merendahkan. "Aku rasa sih, itu lebih baik dari pada anak gadis yang pergi bersama om-om." celoteh Regi sambil berlalu melewati Juwita dan putri nya. bersamaan dengan itu tanpa sepengetahuan Regi, Devi yang sangat jelas mendengar ucapan nya itu mengekor dibelakang nya. "kamu ngomong apa barusan ?" ucap Devi dengan nada pelan. mereka juga sudah agak jauh dari kerumunan. Regi hanya menoleh dan bersiap untuk kembali melangkah dengan maksud mengabaikan saja Devi itu. tapi aksi nya tetap saja gagal, Devi malah pindah dan berdiri tepat didepan nya serta menghalangi langkah nya. "bukan nya kamu bilang, kamu tidak tertarik ikut campur dengan masalah orang lain. lalu tadi maksud kamu berkata begitu apa didepan ibu ku". ucap Devi mulai kessal. "memang ibu mu dengar ? aku yakin tidak. isi kepalanya sedang dipenuhi umpatan untuk mba Nayla." "bukan umpatan yah ? itu teguran keras untuk wanita yang tidak tahu malu." "bukan nya wanita itu kamu yah ?" "jaga mulut mu yah ?" "ups, apa aku terlalu kasar. apa suara Ku terlalu kencang." ucap Regi setengah menutup mulut nya. "kamu dan mba mu itu sama saja. gak tau di untung". "dari pada kamu, selalu jadi penjilat. dasar ayam-ayaman." "heeeh jaga mulut kamu yah ?" "kenapa ? apa dosen kemarin sudah bosan dengan mu. ? apa jantan nya ganti lagi ?" "kamu kalo ngomong hati-hati yah ? mana bukti nya ? aku ikut dengan nya karena ... karena.." Devi mulai tergagap. "gak usah lah Dev, semua anak kampus juga tahulah permainan kamu. Gama pacaran sama kamu juga karena kamu selalu jamin ranjang nya. emmmh...." "heeeh...." "gi, kamu disini ternyata ?" ucap Marisa yang sebenarnya sejak tadi memperhatikan putra nya itu. "maaf yah nak Devi, ibu harus meminta regi untuk antar ibu pulang dulu. nanti Regi telpon yah, kalau memang masih ada yang harus dibahas" ucap Marisa lalu pergi sambil menggandeng Regi, tanpa perlu menunggu persetujuan Devi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN