"kenapa kamu bisa berada disana ?" tanya nayla santai setelah mobil kembali melaju sedang dijalan raya.
"David mengundang ku makan malam, aku tidak tahu jika itu acara keluarga besar mu."
"emmmh..."
"tapi bagaimana kamu bisa bersikap biasa saja saat bertemu mereka ? aku dapat membaca keanehan diwajah Davin, tapi tidak diwajah David. Aku juga tidak tahu kalau kalian ada hubungan keluarga."
"yah, aku juga tidak tahu jika kerja sama perusahaan ternyata dengan keluarga Brama." Seolah-olah Nayla bukan lah keluarga itu sendiri.
"maaf jika aku berani ikut campur dan malah membawa mu kabur. aku khawatir mereka akan semakin menjelekkan mu"
"Aku tidak khawatir selama mereka membicarakan itu tanpa ku"
"baik lah kita lewati saja pembahasan itu, besok kamu pulang dengan siapa ?"
"sendiri."
"ikut dengan ku saja."
"Tidak, aku mungkin akan pulang sore. aku harus bertemu Tante ku dan pergi ke suatu tempat bersama nya."
"apa aku boleh ikut ?"
Nayla menoleh tapi tidak mendapat tatapan balasan.
"kamu harus segera pulang dan melaporkan ini pada pak Rangga."
"tidak perlu, aku sudah mengurus nya. papa meminta untuk pulang bersama mu."
"kenapa ?"
"gak tau. kalau penasaran, tanya aja sama papa"
Nayla tak menjawab lagi, mobil pun masuk ke area parkir hotel. Setelah mobil nya aman, Nugraha menurunkan koper Nayla dari dalam bagasi.
"terimakasih." ucap Nayla, Nugraha lalu menarik koper itu bersama nya masuk kedalam lift. Nayla mengekor.
"aku akan ambil kamar sendiri." ucap Nayla ketus .
"memang nya siapa yang akan mengajak mu nginap dikamar ku ?" jawab Nugraha dengan tatapan menjahili. jelas saja Nayla langsung mengerucut kan bibir nya kessal.
***
Setelah membersihkan diri, dia berbaring diatas tempat tidur yang nyaman. dia membuat tubuhnya rileks, tiba-tiba sosok Davin terlintas dibenak nya.
beberapa tahun yang lalu,
"Vin, aku dengar dari Tante Marisa kamu akan lanjut study diluar negeri." tanya Nayla. Namun yang ditanyai tidak bergeming. karena dirasa tidak mendapat jawaban Nayla berniat pergi.
"Iyah."
Nayla menghentikan langkah nya.
"kamu mau ninggalin aku ?"
"hanya sebentar nay, aku janji akan cepet balik dan..."
"kamu tau kan, nenek selalu mendesak ku untuk segera menikah."
"kamu tidak akan menikah selain dengan ku Nay, aku janji" ucap Davin penuh keyakinan.
Sulit dipercaya, bahwa sosok Nayla yang angkuh itu akan luluh juga dengan sebuah janji yang bahkan saat itu Davin sangat meragu bisa menepati janji nya. dia dikirim keluar negeri pun agar jauh dari Nayla, itu juga hukuman bagi nya sebab selalu ikut campur urusan orang tua.
beberapa bulan setelah itu, Nayla mengantarnya ke bandara seorang diri. sebab tak satupun keluarga Davin yang pergi.
"tunggu aku pulang Nay, aku hanya pergi sebentar. perjuangan ku tidak akan berakhir hanya dengan mereka mengirim ku ke luar negeri. kamu harus janji untuk terus bertahan"
kedua nya lalu berpelukan, dan berpisah. Tanpa mereka sadari, David yang berniat mengantar adik nya melihat semua itu secara langsung dari kejauhan. Sebenarnya, dia pun diam-diam jatuh hati. Tapi dia takut mengatakan itu pada ibu nya, apa lagi ibu nya jelas sangat menentang hubungan Nayla dengan adik laki-laki nya itu.
Begitu lah keluarga Brama, kehendak orang tua adalah kebenaran. anak hanya perlu patuh, walau anak pertama tapi David tidak bisa membantah. berbeda dengan Davin yang tengil dan keras kepala.
"Nayla kamu sudah pulang ?" tanya Tante Marisa,
"Iyah Bu, "
"yah sudah, sekarang ikut Tante kerumah nenek. ada yang ingin nenek bicarakan."
Jika sudah begini, Nayla tidak akan membantah lagi. walau hati nya penuh dengan kata-kata yang jelas ingin menolak. tapi tubuh nya tidak bisa diajak bekerja sama. semua itu berkat kerja keras ibu nya supaya anak nya bisa tetap patuh pada peraturan keluarga.
Dirumah nenek, jamuan makan malam keluarga inti yang khidmat. semua makan dengan tenang. Setelah tidak ada lagi yang menyentuh piring, nenek mulai angkat bicara. Tanpa berbasa basi,
"David akan menikahi Nayla" kata nya lantang tanpa kata pembuka atau sejenisnya. bukan hanya Nayla yang shok, juwita yang jelas sejak awal menolak hubungan putra kedua nya dengan Nayla itu tentu saja tidak habis fikir. Namun siapa yang berani mempertanyakan keputusan itu ?
"David sebagai cucu tertua ku, sejauh ini sangat baik dalam memimpin dan mengembangkan perusahaan atas nama keluarga. Nayla cucu tersayang ku, yang tentu saja sangat baik hati dan tulus. kedua nya sangat pas bukan. silahkan bicara jika ada yang ingin menolak ?" sambung nenek. semua hening. Bahkan hembusan nafas sekali pun tidak terdengar, semua hanya shok tanpa tahu harus berbuat apa.
Setelah sampai dirumah, Nayla pun berontak. dia mulai menunjukkan sisi lain yang selama ini bersusah payah dia sembunyikan. masuk kekamar lalu membanting pintu, mengacak-acak seluruh isi kamar nya. Tante Marisa hanya bisa menangis tersedu-sedu, sambil terus mengutuk diri nya. Diapun hanya benalu di keluarga itu, seorang menantu bisa berbuat apa ? tidak Ada. bicara atau menunjukkan pendapat pun tidak diperbolehkan. Juwita saja yang anak kandung, tidak berani menolak. padahal dia seperti kerasukan saat mendatangi Marisa dan memaki-maki nya sebab tak becus menjaga Nayla yang mencoba menggoda putra kedua nya.
"Bu, Nayla masih kecil. Nayla mau sekolah dulu bu. " jelas Nayla ditengah sesenggukan nya, dia kelelahan karena menangis. sebentar lagi pengumuman, dan dia sudah mendaftar disalah satu universitas impian nya. Tapi fakta itu menampar keras diri nya, sampai tidak bisa lagi berfikir Jernih.
***
Tok...tok...tok....
terdengar ketukan pintu, Nayla mengerjapkan mata nya beberapa kali lalu menoleh ke arah pintu.
"apa kamu sudah bangun ? aku tunggu diresto. kita sarapan bareng" ucap seseorang dari luar. lalu hening. dia bahkan tidak butuh jawaban Nayla, entah dia akan setuju atau menolak. Tapi karena ini bukan kerjasama nya yang pertama, jadi dia hafal betul bahwa Nayla adalah tipikal orang yang tidak akan melewatkan sarapan nya.
pukul 09.00
Nayla sudah berada di restoran menikmati sarapan nya dengan khidmat bersama Nugraha.
" jadi kita akan kemana ?" tanya Nugraha setelah menghabiskan sarapan nya.
"kita ?"
"Iyah, kamu dan aku " ucap graha sambil memakai kacamata hitam nya.
"aku akan ikut tour mu hari ini, kemana pun."
"gak usah. acara semalam pasti sudah heboh. apalagi Davin liat aku dikamar mu kemarin pagi." Tolak Nayla.
"oooo, jadi dia. pantas aja, aku merasa wajah nya tidak asing. Tapi sekeras apapun aku berfikir, aku tidak bisa mengingat nya. hemmmh, pasti sekarang mereka sedang heboh menceritakan tentang mu. apalagi kalau Davin juga ngomong...."
"gak, Davin bukan orang yang seperti itu."
"tahu dari mana kamu ?. atau jangan-jangan kamu suka yah sama dia ?" tanya graha sambil menjahili. sontak dia mendapatkan tatapan tajam dari si wanita tanpa senyum itu.
Nayla tidak bisa menolak keinginan Nugraha untuk ikut bersama nya. kedua nya terus berdebat hingga mereka masuk kedalam mobil. lelah berdebat, Nayla mengubah topik pembicaraan.
"Jadi bagaimana kesepakatan mu dengan pak David ?"
"yah begitu, memang nya apa yang kamu harapkan ? bukan nya kamu membuat laporan itu dengan ekspektasi tinggi. dan itu tidak pernah gagal. Itu sebab nya papa tidak bisa melepaskan mu "
"jangan berlebihan, aku hanya menulis hasil putusan meeting."
"Tapi dengan tatanan yang begitu cantik, ku rasa siapapun klien nya tidak akan ada yang menolak "
"berbeda jika yang menjelaskan nya tak tahu isi materi nya." Singgung Nayla. Graha hanya tersenyum kecut jika mengingat hal itu.
2 tahun yang lalu
Nayla juga sempat mendampingi Nugraha dalam pertemuan klien penting, Tapi saat itu Graha baru saja pulang dari study nya diluar negeri. Entah karena memang tidak tertarik dalam dunia perkantoran, atau memang tidak faham isi laporan. Dia membuat banyak sekali kesalahan, hingga klien kessal dan membatalkan kerja sama padahal hanya harus bertukar tanda tangan. Nayla dipersalahkan sebab tak bisa lebih meyakinkan klien, Pak Rangga marah besar. Dia hampir dipecat, tapi waktu itu Graha benar-benar memihak nya.
"aku yang salah pa, Nayla tidak melakukan apapun. Seharusnya aku tidak minum sebelum bertemu klien, aku hanya ingin mendinginkan kepala ku sebab rasa nya terlalu panas mendengar semua Omelan papa. aku berkali-kali mengatakan, aku tidak ingin menjadi seperti Papa. seluruh waktu nya didedikasikan hanya untuk perusahaan, waktu untuk ku dan mama tidak pernah ada."
plak.!!!
Telapak tangan itu mendarat tanpa aba-aba, membuat tubuh tegap nan atletis itu harus terhuyung ke belakang sebelum akhirnya terduduk. dia pun bersujud dan mulai menangisi semua hal, mulai dari kematian mama nya sampai alasan yang tidak jelas diberikan papa nya demi mengirim nya keluar negeri. setelah kembali dari sana, lalu dipaksa untuk belajar mengelola perusahaan. Dia merasa ini bukan lah keahlian nya.
"lalu apa ? meniduri wanita di klub ? mabuk-mabukan ? membuat onar ? itukah yang kamu katakan keahlian ? ini semua demi kamu, demi keluarga kita. apa otak mu benar-benar dicuci bersih oleh wanita itu ? jika saja aku tidak bekerja terlalu keras, mungkin kita hanya akan berakhir menjadi pemulung. atau seseorang dengan utang yang terlalu banyak. kamu fikir kakek nenek mu meninggal kan mu sesuatu yang bisa kamu andalkan untuk bertahan hidup sampai saat ini ? sadar nak, sadar. semua yang kamu nikmati sampai hari ini berkat kerja keras papa. semua ini demi kamu, demi keluarga kita"
Walau semua perdebatan itu terjadi didalam ruangan pribadi pak Rangga, tapi Nayla bisa mendengar dengan jelas pembicaraan mereka. Tidak bermaksud untuk menguping, hanya saja karena suara perdebatan mereka yang tak kecil serta suasana kantor yang lengang. jadi percakapan itu terdengar sangat lah jelas.