Part 2 : Love From The Past

1053 Kata
Sore menjelang saat Pandji telah menyelesaikan jam mengajarnya, lelaki itu kembali keruangannya dengan membawa bebrapa kertas. Lelaki itu segera membereskan barang-barangnya dan segera pulang menuju rumah mertuanya Entah angin apa yang membawa Pandji  mengemudikan mobilnya  ke sebuah tempat yang dulunya menjadi temoat favoritnya, tempat dimana ia mengabiskan waktunya dengan seorang gadis, yang tak lain adalah pujaan hatinya. Kring.. Suara lonceng terdengar nyaring saat pintu kedai dibuka. Pandji mengedarkan pandangannya, hingga tatapannya terhenti pada seorang wanita cantik berhijab yang sedang sibuk mengantarkan pesanan. Renata, ya wanita berhijab yang sedang dengan gesit dan ramahnya melayani pelanggan itu adalah Renata Ardiana. Dia adalah wanita pemilik  hati Pandji. Pandji mendudukkan dirinya disalah satu tempat duduk yang ada di dekat pintu, matanya asyik menikmati interior kedai yang dominan dengan warna-warna pastel, sambil sesekali mencuri pandang pada Rena. Gadis yang nampak selalu ceria dan sangat supel itu benar-benar memilik daya tarik yang luar biasa. Getaran cinta itu masih ada dan Pandji pun tak mengelaknya. Reanta adalah kekasih dan cinta pertamanya, wajar bukan? Namun tiba-tiba bayangan wajah Kinan muncul di pikirannya. Ia pun buru-buru beristighfar dan menundukan pandangannya. "Mas Pandji..." suara serak-serak basah yang sangat familiar di telinga Pandji, membuat Pandji mendongakkan kepalanya, menatap gads ayu itu dengan pedar cinta yang tak terelakan. "Mas, aku rindu.." sambung Rena lagi,sambil menatap netra hitam Pandji dengan berkaca-kaca. Pandji tak mampu berkata apapun, lidahnya kelu, sejujurnya ia pun merindukan wanita yang ada di depannya ini. Rindu itu menggebu, dan kian menggebu, satu bulan tak bertemu rasanya begitu menyiksa Pandji, apalagi setelah menikah bersama Kinanthi pun rasanya tak ada bedanya ketika ia masih melajang. Kinanthi pun jarang dirumah, wanita itu lebih sering menghabiskan waktunya bersama  teman-teman arisannya. "Mas kemana saja? sudah sebulan ini Mas tidak ada kabar.. Aku menunggu janjimu Mas.." ucap Rena dengan terbata-bata sambil menahan isak tangisnya, wanita itu menutup wajahnya, Reanta menangis tergugu, tsk mempedulikan beberapa pasang mata memperhatikan mereka. “Mas” Lirih Renata disela-sela tangisnya, wanita itu memanggil lelak yang amat ia cintai. Laki-laki yang menjadi saksi pahit manis perjalanan hidup Renata selama empat tahun belakangan "Duduklah Ren, ada sesuatu yang harus aku sampaikan." jawab Pandji dengan setenang mungkin, menahan gejolak hatinya untuk merengkuh wanita pemilik hatinya yang kini menangis sesenggukan. “Tenanglah Ren.. jangan menangis.” Renata menetralkan kembali dirinya. Ia memanggil salah satu karyawannya untuk membuatkan 2 porsi mie spesial dan es jeruk untuk dirinya dan Pandji. "Mas kemana saja sebulan ini?" ucap Renata mengulang pertanyaannya yang belum Pandji jawab tadi, wanita itu kini menggenggam erat tangan Pandji, hal yang sangat jarang mereka lakukan saat berpacaran. "Maafkan aku Ren, Aku sudah menikah sebulan lalu." jawab Pandji dengan rasa bersalah yang teramat dalam pada kekasih yang hampir ia lamar sebulan lalu, gadis yang ia janjikan untuk hidup bersama, menghabiskan sisa hidup mereka berdua. Jawaban Pandji membuat Renata menganga tak percaya, bagaimana bisa, laki-laki yang dulu berjanji akan menjadikan dirinya pendamping hidup tiba-tiba menghilang dan datang lagi dengam kabar yang sangat mengejutkan seperti ini. Apa artinya hubungan mereka selama ini? Apakah semua ini hanyalah permainan untuk Pandji, apakah lelaki itu menganggap Renata hanya sebuah mainan? "Maafkan aku Ren." lirih Pandji lengkap dengan sorot penyesalan yang teramat dalam, cintanya pada Renata memanglah dalam, namun kini ia memiliki Kinanthi, dan ia adalah milik Kinanthi. Meskipun Pandji  sendiri tak tau bagaimana nasib pernikahan mereka kedepannya, namun sebisa mungkin Pandji akan berusaha demi rumah tangga mereka. Air mata Renata sudah menganak sungai di pipi tembam milinya, sungguh kenyataan ini sangat menyakiti hatinya. Harapannya hancur  seketika hingga ke kepingan terakhir, bayangan hidup bersama sebagai sepasang suami istri hancur seketika, rancangan masa depan yang selama ini menjadi penyemangatnya ketika lelah enyah entah kemana, Pandji benar-benar melululantahkan hatinya. "Permisi Bu Rena, pesanannya." ucap   Didin, pegawainya. Ia pun meletakan pesanan Bos nya dan segera undur diri, dengan perasaan tak enak. Rena menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya untuk menetralisir tangisnya, setelah tenang, ia memgusap kasar air matanya. Walau kenyataannya air mata itu sulit berhenti, seolah  tangguh air matanya hancur. "Siapa wanita itu Mas?" tanya rena dengan suara khas orang menangis. ia sebenarnya tak ingin tahu, namun sisi lain dalam hatinya tergelitik pula untuk mengetahuinya. "Mbak Kinanthi" Renata kehabisan kata-kata, Laki-laki yang ia gadang-gadang menjadi imamnya kelak ternyata menikah dengan mantan istri almarhum kakaknya. Dan mirisnya ia sama sekali tidak tau. Tak ada seorang pun yang memberitahunya, sebulan ini ia bagai manusia bodoh yang menunggu kabar dari lelaki yang ternyata telah menikah, ini namanya perselingkuhan bukan? Renata tersenyum kecut, "Ya ampun Mas, ternyata kamu sekarang hidup mewah bersama janda bekas kakakku, dengan harta warisan kakakku." ucapnya sinis, ada rasa tak terima yang menggelayuti hati Renata, bagaimana mungkin dunia sesempit ini? Kenapa harus wanita itu? Si Medusa jahat. "Jaga bicara mu Ren!" jawab Pandji dengan nada satu oktaf lebih tinggi. Ia tak terima dengan perkataan Renata, nampak wanita itu kini menatapnya dengan tatapan mencemooh. "Benarkan? Bahkan kakakku meninggalkan semua harta warisannya untuk janda itu, tanpa peduli dengan Ibu yang sedang sakit keras waktu itu, dan wanita bar-bar itu justru menghambur-hamburkan uang kakakku tanpa mempedulikan Ibuku, dan aku harus banting tulang untuk itu." curah Renata panjang lebar. Dan Pandji juga baru tau tentang fakta itu, karena setahu Pandji keluarga Kinanthi  memanglah sudah kaya raya, bahkan Kinan adalah pewaris satu-satunya. Pernyataan Renata barusan membuatnya benar-benar kehabisan kata-kata, dan bingung haryus menjawab apa. "Aku akan minta Didin membungkus ini, aku permisi Mas, aku banyak kerjaan." Renata pergi meninggalkan Pandji dengan rasa berkecamuk di hatinya. Emosi Renata benar-benar sudah diubun-ubun. Sedangkan Pandji bergelut sendiri dengan pikirannya, memikirkan fakta mengapa Kinan setega itu pada mertua dan adik iparnya sendiri. Tak lama Didin datang membawa katong plastik dan menyerahkannya pada Pandj yang masih setia termenung. "Makasih ya Din." ucap Pandji sambil menyerahkan uang 100 ribu. "Kata Bu Rena ndak usah Mas, bawa saja." jawab Didin ramah, Didin adalah pegawai pertama Rena saat mendirikan kedai mie ini, maka dari itu ia tak asing dengan Pandji. "Walah Din, Ya uwis, nggo awakmu wae, gawe tuku pulsa." (ya sudah din, buat kamu saja, untuk beli pulsa) Pandji pun meninggalkan kedai mie milik mantan pacarnya sekaligus mantan adik ipar istrinya. Saat sedang memasang seat belt, ponsel yang berada di saku celananya bergetar. Tertera nama Kinanthi disana "Halo, assalamualaikum Kin." "Kamu dimana sih Ndji?? Ibu nungguin kamu!" "Maaf, aku tadi beli mie langgananku dulu untuk Ibu." "Yaudah buruan!" Tuutt.... Pandji tersenyum masam dengan perangai istrinya ini, sangat angkuh, sengak, dan galak,Namun bagaimanapun, Pandji sudah berjanji pada mertuanya untuk menjaga dan menuntut Kinan ke arah yang lebih baik lagi Walaupun ada tanda tanya besar yang menggelayuti hati Pandji, namun setidaknya ada kelegaan yang sedikit meringankan beban dihatinya, karena ia telah mengatakan kebenarannya pada Renata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN