Bab 2 Kebingungan

1693 Kata
“Rowan, please!” Wanita itu kembali memohon. Tangannya bergerak di punggung Rowan dengan gerakan sensual. Sangat menggoda, mulai menerjang pertahanan pria itu. “Kamu sudah sangat menginginkannya, heh?” Rowan bertanya sambil menyeringai. “Ya! Ya, Sayang..” Wanita itu menjawab tak sabar. Rowan baru saja memutuskan untuk mengabulkan permohonan wanita itu ketika secara tiba-tiba ponselnya berdering. Suaranya yang sangat nyaring membuyarkan konsentrasinya. Rowan segera menepis tangan si wanita dan berjalan menjauh untuk menerima panggilan itu. Dia melihal Caller ID-nya Alfons. Rowan menyambungkan panggilan itu dengan dahi berkerut. Tumben sekali sepupunya itu menghubunginya menjelang tengah malam seperti ini. "Halo, Alfons. Ada apa?" Tanya Rowan heran. Terdengar tawa riang Alfons sebelum dia menjawab, "Hai, Rowan. Aku hanya ingin mengingatkanmu tentang persyaratan dari kakek kita. Kamu tahu, dia ingin melihatmu menikah sebelum usiamu mencapai 32 tahun. Dia sudah cukup memberi toleransi padamu." Rowan sesaat terpana, perlu beberapa menit untuk mencerna kata-kata Alfons. Beberapa saat kemudian ketika dia akhirnya paham, wajahnya memucat. "Ya, a-aku ingat. Terima kasih telah mengingatkanku, Alfons." Ujarnya pelan, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Alfons tertawa. "Tidak masalah, Bro! Aku hanya ingin memastikan bahwa kamu menyadarinya. Kamu tahu, posisi CEO adalah sesuatu yang kita berdua impikan. Aku mengingatkanmu agar kamu tidak terkejut saat kamu kehilangan posisi itu." Sepasang mata gelap Rowan berkilat dingin, "Aku paham. Aku akan menikah tidak lama lagi." "Baiklah. Semoga berhasil, Rowan." Rowan masih sempat mendengar tawa sepupunya sebelum menutup telepon. Tentu saja Alfons tidak percaya kalau dia akan menikah. Selama ini Rowan hanya sibuk kencan dengan banyak wanita, tetapi tidak ada satupun yang dia ingikan untuk menjadi istrinya. Karena Rowan hanya mencintai satu-satunya wanita dalam hidupnya, yaitu Monalisa Hebber. Alfons sangat mengetahui bagaimana hingga saat ini Rowan belum menikah karena masih menantikan wanita itu kembali. Tapi sekarang Rowan harus memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa menikah secepatnya. "Rowan.. Sayang.." Tangan lembut Monica Liuw menyentuh dagu Rowan yang tegang. "Ayo kita lanjutkan. Aku sudah sangat mendambakanmu." Ujar wanita itu dengan suara serak karena menahan gair4h sambil tangannya yang sebelah mulai merayap di perut Rowan. Rowan menjauhkan tangan wanita itu dan mendorong tubuhnya dengan sedikit kasar. Lalu dengan cepat dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai. "Maaf, aku ada urusan penting." Ujarnya sambil mengenakan bajunya dengan tergesa. “Tidak bisakah kita melakukanya dulu, sebelum kamu mengurus urusanmu?” Tanya wanita itu dengan suara serak, matanya menatap Rowan penuh harap. Dia sudah menunggu kesempatan emas ini sejak lama. Dia sangat mendambakan menikmati tubuh bagus sang CEO Casanova ini. Bagaimana mungkin setelah mendapatkan kesempatan lalu pria ini meninggalkannya begitu saja? “Aku akan membuat kamu puas sebelum kamu pergi.” Ucap wanita itu penuh tekad seraya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan kuat pria itu. Rowan lagi-lagi menepis tangannya lalu mengeluarkan selembar cek dari dompetnya. "Kamu bisa mengisi sendiri nilai yang kamu inginkan. Maaf, aku harus pergi." Ujarnya sambil meliriknya sekilas lalu meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas. "Kamu tidak boleh pergi begitu saja, Rowan Marthin! Kamu harus menyelesaikan apa yang sudah kamu mulai!" Pekik Monica frustrasi. Dia sudah sangat mendambakan tubuh Rowan. "Aku tidak butuh uangmu!" Pekiknya lagi sambil merobek lembaran cek itu dengan marah, hingga menjadi kepingan-kepingan kecil. Dia tidak peduli dengan uang, karena dia tidak membutuhkannya dan dia sendiri sudah punya banyak uang. Lagi pula, dia melakukan ini bukan kerena uang. Tetapi yang dia inginkan adalah menikmati gelut panas dengan pria tampan yang menjadi ikon s3ks di kota ini. Namun pria itu hanya menatapnya sekilas dengan sorot jijik, lalu berjalan keluar dari kamar mewah hotel bintang lima itu dengan langkah terburu-buru. Sama sekali tidak memperdulikan ump4tan dan geraman marah Monica. Dia memiliki urusan yang lebih penting dari apapun di dunia ini. Sesuatu yang dia lupakan hingga menyadari waktu tersisa hanya dua minggu lagi. Rahang pria itu mengeras. Bagaimana dia bisa begitu teledor dan melupakan urusan sepenting itu? Dia melangkah cepat menyusuri lorong hotel menuju lift. Dia berdiri di depan pintu lift, menunggu dengan tidak sabar hingga pintu itu terbuka. Dia melakukan panggilan telepon. “Halo, Bro!” Sebuah suara terdengar dari ujung telepon bersamaan dengan pintu lift terbuka dan dia melangkah cepat masuk ke dalam lift. “Felix, kita bertemu di Club Elite sepuluh menit lagi. Ada yang sangat penting!” Kata Rowan lalu menutup telepon. Telepon dari sepupunya Alfons sukses membuat uring-uringan. Alfons mengingatkannya tentang perjanjian yang telah dia sepakati dengan kakek. Jika sampai usia itu Rowan belum menikah, maka dia harus menyerahkan posisinya sebagai CEO perusahaan keluarga mereka itu ke tangan Alfons. Alfons sudah menikah enam bulan yang lalu, dan kelihatannya sudah sangat bernafsu ingin mengambil alih kekuasaan dari tangan Rowan. Dan Rowan tidak memperhatikan bahwa dia akan mencapai usia 32 tahun dalam dua minggu ke depan. Kali ini kakeknya tidak akan memberi toleransi setelah sebelumnya memberi Rowan kesempatan selama dua tahun. Rowan yakin sekali kakek akan mengalihkan kepemimpinan perusahaan pada Alfons, kalau dia gagal lagi kali ini. Ibu Alfons adalah bibi Rowan, adik ayahnya, jadi Alfons tidak menyandang nama Marthin. Tapi Rowan sudah mendapatkan toleransi kakek saat dia gagal menikah pada batas usia 30 tahun yang diberikan kakeknya sebelumnya. Kakek adalah orang yang keras, yang tidak akan membiarkan Rowan terus bermain-main dengan hidupnya. Rowan benar-benar pusing dan butuh pengalih perhatian untuk saat ini, dan lebih baik lagi kalau bisa membantu mencarikan jalan keluar. Rowan ingin secepatnya sampai di Club Elite dan berbicara dengan Felix. Di Club Elite Rowan bertemu Felix dan menceritakan masalahnya. "Bayangkan, aku harus menikah dalam dua minggu ini. Ini sudah diluar nalar menurutku." Keluh Rowan dengan wajah muram. Felix menatap Rowan prihatin. Ada begitu banyak wanita di sekitar sahabatnya ini, seharusnya dia bisa menikah dengan mudah. Tapi Rowan masih uring-uringan seperti ini, karena dia tidak tertarik memiliki hubungan jangka panjang dengan wanita-wanita itu. "Apakah kamu masih belum move on juga dari Lisa?" Tanya Felix. Rowan menanggapinya dengan senyum samar. Felix benar, hingga saat ini dia masih menunggu Lisa, wanita yang sangat dia cintai untuk kembali padanya. Wanita itu berangkat ke luar negeri empat tahun yang lalu, meninggalkan Rowan dalam keadaan patah hati namun sama sekali tidak bisa melupakannya. Monalisa Hebber, kekasihnya, meninggalkannya karena setelah beberapa tahun Rowan hanya bisa menjadi karyawan biasa di perusahaan keluarganya. Monalisa telah berkembang menjadi gadis hedonis yang sangat mendambakan kehidupan mewah. Sementara Rowan tak kunjung menjadi CEO seperti janjinya. Jadi Lisa meminta mengakhiri hubungan mereka. Empat tahun lalu. Rowan merasakan luka yang mendalam ketika Lisa meminta mereka berpisah. Mereka duduk di tepi danau, sinar bulan menerangi wajah mereka dengan lembut. "Rowan, aku mencintaimu, tapi aku butuh lebih dari sekedar janji. Aku butuh stabilitas, kepastian," ucap Lisa dengan suara gemetar. "Aku tahu aku belum mencapai posisi yang kumaksud, tapi aku sedang berusaha keras," jawab Rowan dengan nada penuh harap. "Kamu selalu berkata begitu, Rowan. Tetapi aku butuh sesuatu yang pasti. Aku butuh seseorang yang bisa memberikan kehidupan yang aku inginkan," kata Lisa dengan suara sedih. Rowan terdiam, merasakan kekalutan dan kegagalan dalam hatinya. Dia tahu bahwa Lisa sudah membuat keputusan, dan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mengubahnya. Jadi dia hanya bisa berkata dengan sedih sambil menggenggam tangan Lisa erat, "Aku mengerti, Lisa. Aku tidak bisa membuatmu tetap bersamaku jika kamu merasa tidak bahagia." Lisa menatapnya dengan mata penuh penyesalan. "Aku berharap semuanya bisa berjalan lebih baik, Rowan. Mungkin suatu hari nanti, kita akan bertemu lagi di titik yang berbeda dalam hidup kita," ucap gadis itu sambil mencoba tersenyum. "Siapa tahu," sahut Rowan dengan nada berat. "Semoga kamu menemukan apa yang kamu cari, Lisa." Mereka berdua terdiam, merasakan kehampaan dan rasa sakit yang mendalam. Tak lama kemudian, Lisa berdiri, menarik tangannya dari genggaman tangan Rowan dan berjalan perlahan, menjauh, meninggalkan pria itu sendirian di tepi danau, dengan hati yang hancur. Berita yang Rowan dengar kemudian, Lisa telah berangkat ke luar negeri. Setelah kepergian Lisa, Rowan memutuskan untuk fokus pada karirnya. Dia bekerja keras dan menunjukkan dedikasi yang luar biasa dalam menjalankan tanggung jawabnya di perusahaan keluarga. Lalu tanpa diduga, ayahnya kena serangan jantung dan meninggal dunia. Kakeknya menunjuk Rowan untuk menjadi CEO. Semua itu terjadi hanya satu tahun setelah kepergian kekasihnya itu. Merasa telah mencapai apa yang diinginkan kekasihnya, Rowan berusaha mencari Lisa. Namun, upayanya gagal dan Lisa tampaknya telah menghilang dari kehidupannya tanpa jejak. Kepergian Monalisa meninggalkan Rowan dengan rasa kekosongan yang sulit diisi. Rowan pun menjadi petualang cinta yang berpindah pindah dari satu wanita ke wanita lain. Setiap minggu dia berganti pasangan. Tidak ada dalam kamusnya dia mengulang janji kencan dengan wanita yang sama. Rowan memilih wanita kelas atas sebagai pasangannya, menikmati kesenangan dan kepuasan dalam menjalin hubungan dengan mereka. Bagi Rowan, menaklukkan wanita-wanita tersebut adalah sebuah prestasi dan kesenangan tersendiri. Namun tidak ada di antara wanita itu yang bisa menyentuh hati Rowan. Hanya Lisa yang dia inginkan untuk menjadi istrinya. Tapi Lisa tidak juga kembali. Rowan bahkan tidak bisa menghubunginya, meskipun memanfaatkan semua koneksinya. Wanita itu seperti hilang ditelan bumi. Rowan kembali terlempar ke kenyataan yang dia hadapi. Lalu bagaimana sekarang? "Lalu wanita seperti apa yang kamu inginkan untuk menjadi istrimu?" Tanya Felix. "Aku butuh seseorang yang bisa merawat kakekku, Felix. Seorang dokter mungkin akan sangat membantu. Selain itu, aku yakin kehadiran wanita itu akan memberikan manfaat lebih bagi kami. Dan ya, tentu saja, aku menyadari bahwa banyak wanita akan tertarik dengan kekayaanku. Tapi aku ingin seseorang yang juga peduli dengan keadaan keluargaku." Felix mengangguk, "Aku mengerti. Kamu mencari seseorang yang bisa memberikan dukungan lebih dari sekadar status sosial atau keuangan. Aku akan membantumu mencari seseorang seperti itu, Rowan." "Tapi aku tidak akan menikah lama dengannya. Begitu Lisa kembali, aku akan menikahinya." Felix berusaha memahaminya. "Tapi ingat, Rowan, menikah dengan alasan semacam itu mungkin tidak akan berjalan dengan baik. Kamu harus memastikan bahwa pernikahanmu didasarkan pada kesetiaan dan komitmen yang kuat, bukan hanya sebagai solusi sementara." "Aku tahu, Felix. Tapi ini adalah situasi darurat. Aku hanya butuh seseorang yang bisa memenuhi persyaratan itu untuk sementara waktu." Felix akhirnya menyanggupi. "Baiklah, aku akan membantumu menemukan seseorang yang cocok. Kita bisa mencari seorang dokter yang memiliki rekam jejak pernah menyembuhkan pasien stroke. Ajaklah dia menikah kontrak. Kamu bisa menentukan selama setahun, dua tahun atau tiga tahun, sesuai kebutuhanmu untuk menyembuhkan kakekmu. Setelah masa kontrak itu selesai, kalian bisa bercerai dan kamu bisa menikahi wanita yang kamu cintai.” Namun dalam hati Felix bertanya-tanya, 'Di mana bisa menemukan wanita itu?'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN