HAMPIR BERTEMU

1262 Kata
Keesokan hari. Bilqis terbangun pada pukul 02.30 dini hari. Wanita muslimah itu mengambil air wudhu. Bersegera untuk menunaikan sholat tahajjud. Usai menunaikan sholat, Bilqis tak lupa memanjatkan doa pada Allah SWT. Salah satu doa yang selama ini tak pernah terlupa; adalah doa perihal datangnya jodoh untuknya. Aamiin Allahuma Aamiin. Bilqis mengakhiri doa di akhir sepertiga malam. Alih-alih kembali tidur; sembari menunggu adzan shubuh berkumandang, Bilqis justru membuat rancangan baru untuk koleksi pakaian di butik, Drrt drrt! Ponsel milik Bilqis berdering. Zahra : “Bilqis, nanti setelah dhuhur kita ketemu yuk di café biasanya.” Pagi itu, teman Bilqis bernama Zahra mengirim sebuah pesan. Zahra berniat untuk mengajak Bilqis bertemu pada saat jam makan siang. Bilqis : “Baik Zahra, insya Allah.” Usai meletakkan kembali ponsel di atas meja, Bilqis kembali berfokus pada tablet kerja. Tak lama setelah itu, adzan shubuh berkumandang. Bilqis segera memenuhi kewajiban beribadah. ****** Pukul tujuh pagi. Bilqis, Desy dan Ruslan bersiap untuk menyantap menu makan pagi. Sesaat usai mereka membaca basmallah, Desy melontarkan sebuah informasi pada sang putri. “Bilqis, nanti siang ada teman Ummi yang hendak mampir ke butik Bilqis. Ummi minta tolong ya, Bilqis sambut dulu teman Ummi itu. Ummi takut terlambat datang karena harus mampir ke rumah Tante Mira sebelum menuju butikmu.” Tanpa banyak bertanya, Bilqis mengiyakan amanah yang diberi oleh sang ibunda. Pada saat bersamaan, Desy spontan mengerlingkan mata pada Ruslan. Paruh baya itu seraya memberi isyarat akan ide yang akan berhasil ia kerjakan. ****** Di Butik Khumairroh, pada pagi hari pukul 09.00. “Assalamualaikum..” Bilqis menyapa beberapa pegawai di Butik Khumairroh. “Waalaikumsalam, Mbak Bilqis. Oh iya Mbak, hari ini jadwal kita lumayan padat loh. Sewaktu saya cek email tadi, banyak customer yang ingin bertemu dengan Mbak Bilqis hari ini. Mbak Bilqis tidak sedang repot, kan?” Luluk bertanya. Memastikan agenda kerja sang atasan. “Insya Allah nanti Mbak bisa kok, Luk. Mbak minta tolong ya, Luluk atur saja jadwal pertemuan Mbak dengan mereka,” Bilqis menyahut tanpa ragu. Usai menyampaikan permintaan tolong itu pada Luluk, Bilqis beranjak masuk ke dalam ruang kerja. Namun, wanita itu teringat suatu hal yang harus ia sampaikan pada salah satu pegawai di sana. “Oh iya, Luk. Hampir saja Mbak Bilqis lupa,” Bilqis kembali berbalik arah. Menatap manik mata pegawai bernama Luluk, yang berusia beberapa tahun lebih muda. “Nanti Mbak minta tolong selepas dhuhur kosongkan jadwal Mbak sekitar satu jam ya. Mbak baru ingat kalau ada janji dengan teman Mbak di luar butik,” Bilqis berpesan. “Siap mbak,” Luluk menyahut. Mengacungkan jempol sebagai tanda sigap. ****** Hari itu, jadwal Bilqis benar-benar padat, Bilqis hampir tak sempat mengecek ponsel. Tak terasa hari beranjak siang. Matahari yang semula masih samar-samar, saat itu sudah berada di puncak kepala. Usai menunaikan sholat dhuhur berjamaah dengan para pegawai, Bilqis berpamitan pada mereka untuk pergi keluar menemui Zahra. Sesampainya di café, sosok teman wanita yang mengajak ia janjian belum tiba. Bilqis dengan sabar menunggu Zahra pada sebuah sudut tempat duduk yang kosong. Sesekali, Bilqis mengirim pesan pada Zahra; menanyakan kapan teman wanitanya itu tiba. “Saya pesan es latte cincau, satu ya mbak,” Bilqis berucap pada seorang pelayan yang datang menghampiri. Namun, di sudut lain, seseorang tampak memperhatikan Bilqis dari kejauhan. “Itu kan ukhti yang sempat dimaksud sama mas-mas ganteng waktu itu?” Petugas kasir di café tersebut memberanikan diri untuk menghampiri Bilqis. Dia ingin mengemban amanah yang sudah dipercayakan Ghibran padanya. “Permisi, Mbak?” petugas kasir itu menyapa. “Oh iya, ada yang bisa saya bantu?” Bilqis menyahut dengan ramah. “Begini Mbak, waktu itu ada seorang laki-laki yang bertanya perihal Mbak kepada saya. Laki-laki tersebut memberi kartu nama kepada saya. Tapi, kartu nama tersebut ketinggalan di saku baju kerja saya yang lain, Mbak. Kalau boleh, saya ingin meminta kartu nama mbak sebagai ganti; untuk saya berikan kepada laki-laki itu ketika dia datang ke mari lagi,” petugas kasir itu memberi info dengan seribu keyakinan. Bilqis menganggukkan kepala. Ia membuka tas jinjing berwarna merah muda. Mengeluarkan dompet dari dalam tas. Namun nahas, kartu nama miliknya habis tak bersisa. “Hhm, begini saja. Nanti kalau pria itu datang kembali ke mari, infokan saja jika saya bekerja di Butik Khumairroh. Letaknya tak jauh dari perempatan jalan ini. Insya Allah letak butiknya mudah untuk dijumpai,” Bilqis menyahut. Ia sembari menunjukkan arah. “Baik Mbak, kalau begitu terima kasih banyak.” “Masya Allah, seharusnya saya yang berucap terima kasih.” Perbincangan singkat diantara mereka berdua pun berakhir. Bilqis beralih untuk menyeruput minuman dingin yang telah disajikan di atas meja. ****** Tak lama kemudian Zahra datang sembari terenggah-enggah. “Astagfirullahaladzim Zahra, kamu mengapa lari-larian begini sih?” Bilqis menyapa. Sesaat usai menyaksikan Zahra memasuki café sembari berlari. Huh! “Aku lagi kesel banget Bilqis, tadi di kantor bos aku seenaknya aja kasih kerjaan lagi padahal udah jamnya istirahat. Aku jadi agak terlambat deh buat nyamperin kamunya. Maaf ya,” Zahra menyahut. Menyeruput minuman dingin milik Bilqis tanpa permisi. Bilqis menggeleng tak heran. Mereka berdua saling berbincang setelahnya. Sembari istirahat makan siang, Zahra mengambil topik pembicaraan yang cukup sensitif untuk ia ajukan. “Bilqis, tahu nggak minggu lalu Adrian sudah menikah loh,” Zahra berucap. Memberi kabar. “Alhamdulillah kalau begitu, Zahra,” Bilqis menimpali dengan santai. “Issh! Kok tanggapan kamu cuma alhamdulillah sih, Bilqis?” Zahra memprovokasi. “Terus aku harus bagaimana, Zahra? Sebagai seorang teman aku hanya bisa mengucap kata syukur. Lalu, melantunkan doa untuk pernikahan mereka.” “Yah, tapi kan maksud aku, apa kamu nggak menyesal dulu sempat menolak perasaan suka Adrian ke kamu?” “Astagfirullahaladzim Zahra, mengapa jadi menyesal sih? Itu semua kan sudah pertanda dari Allah, jika aku dan Adrian memang tak ditakdirkan untuk bersama,” Bilqis menyahut dengan lapang d**a. “Haduh sudah deh Bilqis, aku nggak tau harus bicara apa lagi ke kamu. Aku bicara seperti ini karena aku merasa kasihan sama kamu. Masa iya semua teman SMA kita sudah pada nikah, tapi kamu masih single aja. Inget loh umur kamu itu udah nggak muda lagi, tahun ini umur kamu sudah tiga puluh satu tahun,” Zahra berceloteh panjang lebar. Sesekali sembari mengunyah makanan. Mendengar ucapan dari Zahra, Bilqis sama sekali tak merasa sakit hati. Bilqis paham betul jika sahabatnya itu hanya bermaksud untuk mengingatkan ia saja. “Issh! Cuma ketawa doang pula ini orang,” Zahra menggerutu sebal. ****** Tak terasa satu jam berlalu. “Aku balik duluan ya, Bilqis,” Zahra berucap. Melambaikan tangan. “Iya Zahra, hati-hati di jalan.” Bilqis dan Zahra saling berpamitan untuk kembali ke tempat kerja masing-masing. Dua orang wanita tersebut memang sudah berteman semenjak duduk di bangku sekolah menengah atas. Sehingga, Zahra hafal betul dengan sifat Bilqis yang kerap santai saat ditanya perihal jodoh. Meski begitu, Zahra tak tega mendengar teman-teman mereka mencibir Bilqis sebagai perawan tua. ****** Beberapa saat seusai bayangan Bilqis menghilang. Seorang pria tampan memasuki café. Petugas kasir yang melirik sekilas, spontan terkejut setengah mati. Laki-laki itu, kan? Ghibran segera melangkah menuju meja kasir. Ia sengaja datang untuk bertanya perihal sosok wanita yang ia incar. Namun, belum sempat Ghibran mengajukan pertanyaan, petugas kasir itu melayangkan tangan. Memberi isyarat pada Ghibran untuk menoleh ke arah belakang. “Pak! Pak buruan, Ukhti-ukthi yang Bapak cari baru saja keluar dari café ini,” pekik petugas kasir itu. “Benarkah?” Ghibran melebarkan bola mata. Pria itu melangkah menuju daun pintu kaca yang sudah tertutup rapat. Mencari sosok wanita, yang petugas kasir itu maksudkan kepadanya. Namun, tak ada bayang-bayang wanita muslimah di dalam netra Ghibran. Lagi-lagi Ghibran kehilangan sosok wanita yang hendak ia jadikan pendamping wanita di pelaminan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN