empat Buddha yang mencapai Penerangan Sempurna—tiga sudah cukup!” dan yang lain lagi berkata: “Tidak perlu tiga—dua sudah cukup!”
‘Mendengar kata-kata ini, Sakka berkata: “Tidaklah mungkin, tuan-tuan, tidak akan terjadi dua Buddha yang mencapai penerangan sempurna muncul bersamaan dalam satu sistem-dunia yang sama. Hal itu tidak mungkin. Semoga Sang Bhagavā yang ini berumur panjang, bertahun-tahun mendatang, bebas dari penyakit! Demi manfaat dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih kepada dunia, demi manfaat dan kebahagiaan para dewa dan manusia!”
‘Dan kemudian para Dewa Tiga-Puluh-Tiga berkonsultasi dan merenungkan bersama tentang persoalan yang menyebabkan mereka berkumpul di Aula Sudhamma, dan Empat Raja Dewa ditegur dan dinasihati mengenai persoalan ini sementara mereka berdiri di samping tempat duduk mereka masing-masing tidak bergerak.Raja-raja, dinasihati, menandai kata-kata yang mereka ucapkan,
Berdiri diam, tenang, di samping tempat duduk mereka.‘Seberkas cahaya gemilang terlihat, menandakan kedatangan Brahmā. Semuanya duduk di tempat duduknya masing-masing (seperti Sutta 18, paragraf 15-17), masing-masing berharap agar Brahmā duduk di tempat duduk mereka. [226-7]
‘Kemudian Brahmā Sanankumāra, setelah turun dari alamnya, dan melihat kegembiraan mereka, mengucapkan syair ini:‘Para Dewa Tiga-Puluh-Tiga bergembira, pemimpin mereka juga,
…” (seperti di atas)‘Suara Brahmā Sanankumàra memiliki delapan kualitas (seperti Sutta 18, paragraf 19).
‘Kemudian para Dewa Tiga-Puluh-Tiga berkata kepada Brahmā Sanankumāra: “Baik sekali, Brahmā! Kami bergembira atas apa yang kami dengar. Sakka, Raja para dewa, juga telah menyatakan delapan pernyataan benar kepada kami tentang Sang Bhagavā, yang juga membuat kami gembira.” Kemudian Brahmā berkata kepada Sakka: “Baik sekali, Raja para dewa. Dan kami juga ingin mendengarkan delapan pernyataan benar tentang Sang Bhagavā itu.” “Baiklah, Brahmā Agung”, Sakka menjawab, dan ia mengulangi delapan pernyataan itu:
‘“Bagaimana menurutmu, Tuan Brahmā …?” (seperti paragraf 5-12) Dan Brahmā Sanankumāra senang dan bersukacita, dipenuhi kegembiraan dan kebahagiaan mendengar pujian kepada Sang Bhagavā.
‘Brahmā Sanankumāra berpenampilan dalam bentuk kasar dan muncul dalam wujud Pañcasikha (seperti Sutta 18, paragraf 18). Dan duduk bersila demikian, ia berkata kepada para Dewa Tiga-Puluh-Tiga: “Sejak kapankah Sang Bhagavā menjadi salah satu di antara mereka yang memiliki kebijaksanaan tinggi?
‘“Pada suatu ketika ada seorang raja bernama Disampatī. Brahmana kerajaannya yang disebut Pejabat. Putra raja adalah seorang pemuda bernama Reṇu, dan putra si Pejabat bernama Jotipāla. Pangeran Reṇu dan Jotipāla, bersama enam orang Khattiya lainnya, membentuk suatu perkumpulan yang terdiri dari delapan orang sahabat. Seiring berjalannya waktu, si Pejabat meninggal, dan Raja Disampatī berdukacita atas kematiannya, ia berkata: ‘Aduh, pada saat ini ketika kami telah mempercayakan semua tanggung jawab kepada si Pejabat, dan telah meninggalkan kenikmatan lima indria, si Pejabat meninggal dunia!’
‘”Mendengar kata-kata ini, Pangeran Reṇu berkata: ‘Baginda, jangan terlalu berlebihan berdukacita atas kematian si Pejabat! Putranya Jotipāla lebih cerdas daripada ayahnya dan memiliki mata yang lebih baik terhadap apa yang menguntungkan. Engkau harus mengizinkan Jotipāla untuk mengurus segala urusan yang engkau percayakan kepada ayahnya.’ ‘Benarkah, anakku?’ ‘Ya, Baginda.’
‘“Kemudian Raja memanggil seseorang dan berkata: ‘Pergilah, temui pemuda Jotipāla dan katakan: “Semoga Yang Mulia Jotipāla sehat! Raja Disampatī memanggilmu, Beliau ingin menemuimu.”’ ‘Baiklah, Baginda’ jawab orang itu, dan pergi menyampaikan pesan itu. Menerima pesan itu, Jotipāla berkata: ‘Baiklah, Tuan’, dan pergi menghadap Raja. Setelah memasuki istana, ia saling bertukar sapa dengan Raja, kemudian duduk di satu sisi. Raja berkata: “Kami ingin Yang Mulia Jotipāla mengurus urusan kami. Jangan menolak. Aku akan menempatkan engkau pada posisi ayahmu dan melantik engkau menjadi Pejabat.’ ‘Baiklah, Baginda’, jawab Jotipāla.
‘“Maka Raja Disampatī mengangkat Jotipāla sebagai pejabat menggantikan ayahnya. Dan begitu diangkat, Jotipāla melanjutkan tugas-tugas yang telah dijalankan oleh ayahnya, tidak melakukan pekerjaan yang belum dijalankan oleh ayahnya. Ia menyelesaikan semua tugas-tugas yang telah diselesaikan oleh ayahnya, dan tidak yang lainnya. Dan orang-orang berkata: ‘Brahmana ini sungguh seorang pejabat! Sesungguhnya ia adalah seorang Pejabat Agung!’ Dan demikianlah si Brahmana muda Jotipāla dikenal sebagai Pejabat Agung.
‘“Dan suatu hari Sang Pejabat Agung menemui kelompok enam orang mulia dan berkata: ‘Raja Disampatī sudah tua, jompo, diserang oleh usia. Hidupnya hampir berakhir dan ia tidak akan bertahan lama lagi. Siapakah yang dapat menentukan berapa lama seseorang hidup? Saat Raja Disampatī wafat, para pengangkat raja wajib mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja. Kalian harus pergi, tuan-tuan, temuilah Pangeran Reṇu dan katakan: “Kami adalah sahabat baik dan tersayang dari Baginda Reṇu, saling berbagi kebahagiaan dan kesedihan. Baginda Raja Disampatī sudah tua … Saat beliau wafat, para pengangkat raja wajib mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja. Jika Baginda Reṇu memperoleh takhta, biarlah ia membaginya dengan kami.”
‘“Baiklah, Tuan’, jawab enam mulia itu, dan mereka menemui Pangeran Reṇu dan mengatakan kepadanya apa yang diusulkan oleh Sang Pejabat Agung. ‘Tuan-tuan, siapakah, selain diriku, yang akan mendapatkan kemakmuran kalau bukan kalian? Jika, tuan-tuan, aku mendapatkan takhta, aku akan membaginya dengan kalian.’
‘“Seiring berjalannya waktu Raja Disampatī wafat, dan para pengangkat-raja mengangkat Pangeran Reṇu menjadi Raja di wilayahnya. Dan setelah menjadi Raja, Reṇu tenggelam dalam kenikmatan lima indria. Kemudian Sang Pejabat Agung mendatangi kelompok enam mulia dan berkata: ‘Tuan-tuan, sekarang Raja Disampatī telah wafat, Baginda Reṇu yang telah diangkat menjadi Raja, telah tenggelam dalam kenikmatan lima indria. Siapakah yang tahu apa yang akan terjadi? Kenikmatan-indria adalah memabukkan. Kalian harus menghadapnya dan berkata: “Raja Disampatī telah wafat dan Baginda Reṇu telah diangkat menjadi Raja, apakah engkau ingat kata-katamu, Baginda?”’
‘“Mereka melakukan hal itu, dan Raja berkata: ‘Tuan-tuan, aku ingat kata-kataku. Siapakah yang dapat membagi wilayah besar ini, yang begitu luas di utara dan begitu [sempit] bagaikan bagian depan kereta di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama?’ ‘Siapa lagi, Baginda, kalau bukan Sang Pejabat Agung?’
‘“Maka Raja Reṇu mengutus seseorang untuk menemui Sang Pejabat Agung untuk mengatakan: ‘Tuan, Raja memanggil engkau.’ Orang itu pergi, dan Sang Pejabat Agung menghadap Raja, saling bertukar sapa dengannya, dan duduk di satu sisi. Kemudian Raja berkata: ‘Tuan Pejabat, pergi dan bagilah wilayah besar ini, yang begitu luas di utara dan begitu sempit bagaikan bagian depan kereta di selatan, menjadi tujuh bagian yang sama.’ ‘Baik, Baginda’, jawab Sang Pejabat Agung, dan melakukan perintah itu.
‘“Dan wilayah Raja Reṇu di tengah: