Bab 3. Kedatangan Mia

1146 Kata
Ambu selalu sholat di sepertiga malam, dan memohon perlindungan pada Allah. Dia selalu berdo'a dalam tangisannya agar selalu diberikan kekuatan juga kesabaran dalam menghadapi berbagai macam cobaan. "Ya Rabb ya Tuhanku. Berilah hambamu ini ketabahan, lapangkanlah hatiku dalam menikmati setiap ujian dan cobaan yang engkau berikan. Hamba tidak apa jika diperlakukan tidak adil, namun apakah anak hamba juga harus ikut merasakan apa yang hamba rasakan saat ini. Hamba sangat tidak tega Yarabb." Ambu semakin terisak dalam setiap kata yang dia panjatkan pada yang kuasa. Dia berusaha menahan suara tangisnya agar Livia dan Guntur tidak terbangun.  Meskipun kamar mereka berjarak 1meter, tetapi telinga Guntur sangat sensitif terhadap suara apapun. Ambupun kembali memanjatkan do'anya, " Hanya engkau yang maha tau dan maha membolak-balikkan hati manusia yarabb. Maafkan jika hamba memang pernah berbuat salah pada mereka, dan maafkan mereka jika memang bukan hamba yang bersalah, aamiin." Ambupun terus berdzikir pada Allah dan juga kekasih Allah. Air mata terus mengalir membasahi pipi, kesedihannya semakin berlarut dalam setiap panjatan do'anya.  Diapun menghapus air matanya, lalu kembali melaksanakan sholat subuh. Hatinya sekarang merasa tenang karena sudah mencurahkan semuanya pada yang maha kuasa. Livia dan Gunturpun melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah selesai melaksanakan kegiatan wajib itu, Livia langsung pergi ke dapur dan memasak tumis kangkung, sambal dan juga tempe goreng. Livia senang sekali memasak untuk keluarganya, meskipun dia tidak bisa membantu tenaga untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga, tetapi setidaknya dia bisa memasak untuk mereka.  Usia kandungan Livia sudah menginjak 4bulan lebih. Perut yang semakin membuncit, tetapi tidak menghilangkan kesan cantik pada wajahnya yang chubby.  Guntur semakin menyayangi Livia, dan selalu menuruti semua perkataan istrinya itu. Mereka saling membantu dan melengkapi tanpa menuntut apapun. Hingga hari dimana Guntur harus pergi merantau ke kota karena panggilan pekerjaan.  Dengan berat hati Guntur meninggalkan istrinya yang tengah mengandung, dan kesedihan terpancar jelas di raut wajah Livia.  Namun, dia tetap mengizinkan Guntur untuk tetap berangkat, karena dia tau itu semua suaminya lakukan untuk anaknya kelak.  "Ambu, Via, aa pamit dulu ya. Jaga diri kalian, dan juga anak kita yang sedang kamu kandung. Insyaallah sebelum kamu melahirkan, aa pasti sudah pulang."  Ambu mengusap lengan Livia untuk menenangkan putri semata wayangnya itu. Livia sangat bersedih sehingga air matanya tidak bisa terbendung lagi. Livia menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum, "Iya a, kamu hati-hati. Jangan sampai meninggalkan kewajiban sebagai umat islam, dan juga kewajiban menjadi seorang kepala rumah tangga." Ambu tersenyum pada Guntur. Dia melihat mata Guntur yang sudah berkaca-kaca, lalu Ambupun mengelus pipi Guntur untuk meyakinkan bahwa mereka akan baik-baik saja. "Tur, Ambu percaya sama kamu. Janganlah kamu bersedih, karena si Neng akan baik-baik saja selama Ambu masih hidup."  Air mata Gunturpun jatuh membasahi pipinya. Sosok laki-laki yang tampan, tegas, dan dermawan ini menjadi lemah karena seorang wanita yang sangat dicintainya.  Laki-laki itupun mengecup kening Livia selama beberapa detik, lalu mengecup perutnya yang membesar, dan tidak lupa mencium tangan Ambu. Gunturpun pergi dengan membawa ransel yang berukuran sedang. Dia berangkat dengan menggunakan sepeda motor miliknya. Mia yang melihat Guntur pergipun langsung menghampiri Ambu dan Livia. "Nah gitu atuh, jadi menantu mah harus kerja. Jangan bisanya hanya menumpang di rumah Ambu." Livia tidak terima dengan perkataan yang Mia ucapkan. Diapun langsung menampar wajah Mia agar dia merasa jera. "Denger ya! Itu bukan urusanmu, rumah dibangun oleh uang Ambu dan tabungan Guntur. Jangan seenaknya saja kalau bicara!"  Miapun menyentuh pipinya yang terasa panas karena tamparan Livia. Lalu pergi meninggalkan mereka berdua.  Livia sangat kesal dan akhirnya menangis kembali, Ambu segera menuntun Livia untuk masuk ke rumah mereka. Karena hanya dirumah, mereka mendapatkan ketenangan. "Kenapa sih mereka bersikap seperti itu? Apa pernah Neng dan si aa mengusik hidup mereka."  Ambu mengambil segelas air untuk putrinya itu, dia tidak mau kalau Livia menjadi sakit karena beban pikiran yang tidak penting. "Sudah Neng, biarkan saja. Allah tidak tidur, suatu saat nanti pasti mereka mendapatkan balasannya sendiri."  •• Mia memasuki rumahnya dan berteriak, lalu melempar semua barang yang berada di dekatnya. Sofi yang melihat itupun langsung menenangkan kakaknya itu. "Astaghfirullah, teteh istighfar." Wanita itupun lalu beristighfar dan mulai tenang. Pipinya masih memerah akibat tamparan Livia, dan Mia meminta Sofi untuk mengambil kompresan. "Tolong Ambilkan kompresan fi." Sofi pun mengambilkan kompresan di dapur. Sedangkan Mia, dia masih merasa tidak terima dengan perlakuan Livia. "Ini teh kompresannya."  Miapun mengambil kain itu dan menempelkannya pada pipi sebelah kiri. Pipinya terasa sangat perih akibat tamparan yang sangat kencang. Wanita itupun bersumpah dalam hati, akan membuat hidup Livia menderita. "Awas saja kamu Livia. Aku tidak akan tinggal diam dengan semua ini."  ••• Guntur sampai di Jakarta pada pukul 17:00. Dia tidak sempat untuk memberi kabar pada istrinya, karena dia sibuk mengurus dokumen yang sudah acak-acakan. Guntur sebenarnya adalah pewaris utama dari Bram company. Dia sengaja vakum dari dunia bisnis karena mengejar cinta Livia saat itu.  Setelah bertahun-tahun dia pergi dari dunia bisnis, dan tinggal di sebuah pedesaan bersama keluarga kecilnya.  Tidak ada yang tau bahwa Guntur adalah pengusaha, karena dia menutup rapat tentang cerita hidupnya pada Livia. Dia bertemu dengan Livia pada saat wanita itu sedang merantau ke Jakarta, dan bekerja di salah satu kantornya.  Dua tahun dia terus memperhatikan dan mencari tau tentang salah satu pegawainya itu. Hingga pada suatu hari, Livia mengundurkan diri dan pulang ke kampung halamannya. Selang beberapa hari, Gunturpun kabur dari kantor dan hanya membawa sebuah motor dan ransel, tidak lupa dia membawa uang tabungannya.   Berbulan-bulan dia tinggal di desa, Livia dan Guntur sudah mengenal satu sama lain. Hingga akhirnya diapun berani meminang Livia, dan menjadikan Livia sebagai istrinya hingga saat ini.  •• Sudah larut malam, Livia belum juga tertidur karena menunggu kabar dari sang suami. Wanita itu sangat khawatir dan takut terjadi apa-apa pada suaminya itu. Livia terus menelepon Guntur, namun tidak ada jawaban sama sekali. Bahkan ponsel tidak aktif sedari tadi. Guntur mengaktifkan ponselnya dan sudah banyak sekali notifikasi dari Livia. Dia melirik jam sekilas dan langsung menelepon Livia. Ponsel Livia berdering, dengan cepat dia langsung mengangkat telepon itu. "Halo assalamualaikum sayang."  Liviapun menangis mendengar suara Guntur, baru sehari dia pergi meninggalkannya, tetapi rindu sudah berkecamuk dalam dirinya. "Waalaikumsalam, kok kamu baru meneleponku? Aku sangat khawatir dan juga takut terjadi apa-apa padamu selama di perjalanan." Guntur mendengar suara Livia yang bergetar, dia tidak ingin Livia terus menangis karena dirinya. "Maafin aa ya, tadi aa langsung disuruh kerja sama bos jadinya engga sempat memberi kabar." Liviapun menghels nafas lega, karena suaminya baik-baik saja. Diapun langsung menghapus air matanya. "Yasudah kamu jangan lupa istirahat ya sayang, aku takut Ambu bangun karena berisik."  Gunturpun mengangguk, dan menyuruh istrinya untuk tidak terlalu banyak pikiran, dan memperbanyak istirahat karena kondisi Livia yang lemah. "Kamu juga jangan terlalu banyak pikiran ya sayang, aku disini baik-baik saja, aku akan memberi kabar jika aku tidak sibuk bekerja, yasudah ini sudah larut sebaiknya kamu cepat tidur. Assalamualaikum sayang." Liviapun menjawab salam dan menutup teleponnya. Diapun segera istirahat karena waktu semakin larut dan itu tidak baik untuk kandungannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN