Bawaan bayi.

1706 Kata
***             Damian menutup map berisi laporan pasiennya hari ini. Ruangan Damian kini sudah remang remang, karena hanya mengandalkan pencahayaan dari lampu di meja kerja Damian.             Wajah lelah dengan ekspresi yang sangat kusut. Damian perlahan mengendurkan dasi yang ia kenakan, melepas segala atribut seragam dokternya. Jas putih yang tadi ia kenakan, kini sudah terlipat rapih dan berada di atas meja.             Nadin sejak tadi sudah mengirim banyak sekali pesan singkat, bahkan menelfon. Tapi Damian memberikan jawaban kalau ia baru selesai bekerja pukul delapan malam. Dan sepertinya, alasan Damian barusan di mengerti oleh Nadin. Buktinya, tidak ada lagi teror pesan dari Nadin.             Beranjak dari kursi, Damian melangkah hendak keluar dari ruangannya. Sebelum ia membuka pintu, Damian terpaku di depan cermin. Bercermin sebentar untuk mengecam tampilannya sendiri.             Rambut yang sedikit berantakan dan juga wajah sepertinya butuh cipratan air dingin untuk menyegarkan otak.             Damian menghentikan niatnya untuk langsung keluar, ia memutar tubuh, berganti haluan untuk ke kamar mandi. Menyalakan wastafel dan membasahi wajahnya, cipratan air seperti bisa menyadarkan Damian sekarang ini. Setelah itu, Damian kembali melihat pantulan dirinya.             “Lebih baik .... “ Damian tersenyum tipis, tanganya kini mnyugar rambutnya yang setengah basah karena cipratan air saat membasuh wajah.             Merapikan rambut adalah hal terakhir, setelah itu, Damian benar benar pergi. Keluar dari ruanganya dengan pakaian yang sudah lebih dari sebelumnya.             Beberapa perawat memberikan senyum sopan pada Damian, dengan cepat Damian membalas senyuman ramah itu.             Setelah tidak ada orang, Damian baru mempercepat langkahnya ke tempat parkir. Ia harus menemui seseorang. Yang amat sangat penting. ***               Di sisi lain, Nadin dan Rachel sudah berganti markas. Mereka mencari kafe lain untuk melanjutkan obrolan mereka yang sempat di susupi makhluk tidak menyenangkan seperti Eliona.             Sampai tidak terasa, kalau hari sudah menggelap dan kian larut.             Dengan gerakan malas, Nadin menyeruput capucciono dari cangkir ketiganya.             “Ayo pulang... “ ajak Rachel yang sudah merasa cukup dengan me time bersama Nadin.             “Nanti, aku masih malas... “ jawaban Nadin dengan suara yang juga malas malasan.             Rachel melirik ponselnya. Sekarang sudah pukul delapan lebih dua puluh menit. Lucas harusnya sudah pulang, meskipun Rachel sudah mengabari Lucas kalau ia sedang berada di luar rumah bersama Nadin. Rachel tau bagaimana Lucas.             “Kita harus pulang, kamu sudah meminum banyak kopi. Kamu akan kesulitan untuk tidur.” Rachel tetap membujuk Nadin, tapi Nadin tidak bergerak sedikitpun. Seperti sudah di paku dengan bangku kafe.             “Biar aku hubungi Damian dulu... aku mau dia yang menjemput aku.” Kilah Nadin, Rachel di depannya hanya mendenguskan nafasnya. Karena sejak tadi Nadin merasa  kecewa, kekasihnya alias calon tunangannya itu tengah sibuk dengan pekerjaan.             Nadin memasang ekspresi serius  ketika menempelkan benda persegi itu ke telinganya, hanya ada suara nada dering dari ponsel Nadin. Tak kunjung terdengar suara laki laki yang sedang Nadin harap harapkan.             “Tidak di jawab. Nomornya juga tidak aktif.”             Nadin memasang tampang kecewa.             “Dia memang sibuk, tapi biasanya dia sudah pulang jam segini ...”             “Dia yang kamu maksud itu Damian. Dia dokter, dia bukan pegawai yang punya jam kerja tetap. Karena orang sakit it--- “             “Hust... “ Nadin meletakan telunjuk kananya tepat di bibir Rachel, dengan wajah datar dan tatapan seperti orang yang sedang murung di tambah kesal, bibir Nadin bahkan sudah di manyungkan. “Aku tau, tapi kalau begini... kapan dia punya banyak waktu untukku? Apa aku harus meminta dia berhenti setelah kami menikah?” tanya Nadin, meminta pendapat Rachel tentang idenya itu.             Dengan cepat, Rachel melepaskan telunjuk Nadin dari bibirnya,”Dengar, walaupun kamu punya kuasa untuk memberikan Damian seribu lowongan pekerjaan. Tapi Damian belum tentu menerimanya ...”             Ucapan Rachel memang ada benarnya, dulu, mungkin motivasi Damian untuk menjadi seorang dokter adalah sosok Natashya. Tapi sekarang, Nadin bahkan tidak berani bertanya tentang perempuan itu.             “Kamu mulai tidak asik ...” celetuk Nadin, merujuk pada setiap perkataan Rachel. Yang berupa petuah, dan itu kadang terdengar menyebalkan, meskipun memang ada benarnya.             “Aku hanya mengatakan fakta.” Sela Rachel. Nadin makin memanyungkan bibirnya.             “Aku kadang tidak suka fakta.” Nadin membela dirinya sendiri.             “Kalau begitu, kamu pasti suka sekali cara Eliona-“             “Ahrghh ...” Nadin memegangi telinganya seperti sedang kesakitan,”Jangan sebut nama perempuan itu. Dia itu yah!” Nadin melepaskan tanganya dari telinga. “Dia itu belum pernah bertemu Damian, berani benar dia menghina Damian. Dia juga menghina Lucas. Lain kali, kalau kamu bertemu dengan Eliona lagi Rachel... tolong, tampar dia dengan biola milikmu.”             Rachel tertawa kecil mendengar usulan Nadin, tapi sepertinya itu  bukan usul yang bagus. Rachel tidak akan seberani itu untuk menampar wajah seseorang dengan biolanya.             “Usul yang bagus, tapi tidak berguna. Usul kamu hanya akan membuat masalah baru, dan aku paling tidak suka dengan masalah ....”             Rachel beranjak dari kursinya, ia ingin ke kamar mandi.             “Aku permisi dulu, aku butuh kamar mandi ...”             Nadin mengangguk, meng- iya – kan.             Rachel mencari cari kamar mandi, ia ingin sekali membasuh tangan dan juga wajahnya yang sudah terasa lengket. Entahlah, Rachel yang dulu bahkan tidak terlalu memperdulikan hal hal seperti ini. Tapi, setelah hamil Rachel sedikit sensitif soal kebersihan. Saat sudah merasa tak nyaman, Rachel langsung membersihkan diri. Itu juga yang jadi alasan Rachel mencuci bersih semua pakaianya sendiri, tanpa di bantu pembantu.             Mengambil beberapa tissue, Rachel mengusap tangannya yang setengah basah dan membuang tissue ke tempat sampah.             Begitu berjalan kembali ke tempat Nadin, Rachel tak lagi mendapati sosok Nadin, bahkan tas milik Nadin sudah tidak ada di sana. Sosok Nadin sekarang justru di gantikan dengan sosok Lucas yang sedang duduk memangku tangan dan menatap Rachel dengan senyum tipis.             Rachel membalas senyum Lucas sembari berjalan mendekat.             “Kemana Nadin?” tanya Rachel, matanya terus melirik ke segala arah, mencari sosok Nadin.             “Sudah aku usir.” Jawab Lucas dengan entengnya, jawaban itu justru membuat alis Rachel mengkerut.             “Iya, karena dia sudah bersama kamu. Lebih lama dari pada waktu kamu di rumah.”             “Cemburu itu bukan sifat yang baik ...”             Lucas tidak mendengarkan nasihat Rachel, ia malah langsung bangkit dan melambaikan tangan pada seorang pelayan sembari mengeluarkan kartu kredit miliknya.             Pelayan perempuan itu mendekat ke meja Lucas dan Rachel. Dengan cepat, pelayan itu menerima kartu milik Lucas.             Rachel mengamati pelayan perempuan yang tersenyum malu malu itu, nampak masih muda. Mungkin seumuran denganya, tapi make up yang ia kenakan memberikan kesan kalau dia jauh lebih dewasa dari Rachel. Terlebih, celana skinny yang membentuk lekukan tubuhnya.             Rachel mengetuk ngetukan jari ke meja dengan cepat tanda kalau ia sudah bosan, tapi pelayan itu tak kunjung kembali. Setelah hampir lima menit, akhirnya pelayan itu kembali dengan bill sekaligus kartu kredit Lucas.             “Terima kasih, dan semoga anda datang kembali ...” pesan si pelayan sembari menyerahkan kartu kredit Lucas, wajahnya memberikan isyarat yang tak Rachel sukai.             Begitu Lucas menerima kartu kreditnya, Rachel langsung berdiri.             “Terima kasih, tapi sepertinya tidak.”             Lucas langsung di tarik oleh Rachel, berjalan dengan sangat cepat untuk segera keluar dari kafe. Lucas bahkan sedikit tergopoh dengan laju kaki Rachel.             “Aku tidak tau kamu bisa jalan secepat ini... “ ucap Lucas di tengah langkah kakinya yang masih tergopoh.             “Itu karena aku sudah sangatttt ingiinnn pulang.” Rachel menjawab dengan nada yang sangat aneh, dia bahkan menekankan kata sangat ingin.             Begitu mereka akhirnya keluar, Rachel berhenti berjalan cepat.             “Mana mobilnya?” tanya Rachel, seperti orang yang di kejar kejar.             “Ow.. ow... ow... tunggu dulu sayang, kamu kenapa?” Lucas menatap Rachel dengan wajah bingungnya.             “Aku hanya ingin pulang.” Jawab Rachel, singkat.             “Ya sudah, tapi kita bisa jalan dengan lambat. Seperti biasa,” pinta Lucas dengan memohon.             “Tidak. Aku sangat, amat sangat ingin pulang.” Rachel tidak mau di bantah, dan sepertinya Lucas masih belum paham, Rachel tidak sabaran menunggu jawaban Lucas, sebagai bentuk inisiatifnya, Rachel kembali menyerubut tangan Lucas.             “Mana mobilnya??”             “Hei, itu disana. Jadi, jangan berlari lagi oke?” Lucas menunjuk ke arah mobil yang ia gunakan, berwarna hitam mengkilat. Berbeda dari mobil yang digunakan Rachel pagi tadi, atau yang di gunakan Lucas sebelumnya.             “Aku takut, kamu tersandung.” Kini Lucas yang beralih memegang tangan Rachel. Dengan bergandengan tangan, sekarang Lucas sedang mencoba menenangkan Rachel dari apapun itu yang tengah membuat Rachel tidak tenang.             Membukakan pintu mobil sembari mempersilahkan Rachel untuk masuk.             “Terima kasih.... “             Ucapan terima kasih Rachel di balas dengan anggukan oleh Lucas, dan Lucas menutup pintu dan langsung berputar, menuju ke arah kursi pengemudi. Dengan cekatan, Lucas mengecek sabuk pengaman Rachel sebelum mengenakan sabuk pengaman yang ia gunakan.             Setengah perjalanan di isi denga kediman. Lucas bahkan tidak tau, setelah dari kafe. Mood Rachel tidak bisa di tebak.             “Apa kamu marah karena aku menyuruh Nadin untuk cepat pulang?”             Rachel menjawab pertanyaan Lucas dengan anggukan, tanpa jawaban dari mulutnya.             Lucas mengangguk pelan,”Ah.. jadi kalau bukan karena itu? Karena apa?”             “Aku juga tidak tau.” Sela Rachel sembari memalingkan wajah ke arah jendela,”Entahlah... aku tiba tiba saja marah.”             Aku saja tidak tau, aku begini karena hari ini bertemu Eliona, atau karena apa ... batin Rachel.             “Apa karena pelayan kafe tadi, terlihat seperti sedang menggodaku?”             Itu hanya tebakan acak yang muncul di otak Lucas, dan reaksi Rachel yang tiba tiba mengatupkan bibirnya dengan keras mencuri perhatian Lucas.             “Kamu tidak cemburu karena itu kan sayang?” tanya Lucas memastikan, tapi bibirnya menahan senyum. Entahlah, ini nampak menggemaskan.             “Entahlah... “ jawab Rachel. “Dia sepertinya, berusaha sangat keras mencuri perhatian kamu... “             “Sayangnya, mataku ini selalu sibuk memperhatikan kamu.” Lucas menjawab dengan cepat, sedangkan bibirnya masih menahan senyum geli.             “Entah, aku sendiri tidak merasa sedang di perhatikan oleh kamu.”             “Jadi? Kamu mengakui kalau kamu sedang cemburu dengan pelayn kafe barusan, yang bahkan tidak secantik kamu?”             “Sejak kapan aku bilang aku cemburu?”             Rachel menatap Lucas, melihat senyum geli yang tertahan di bibir Lucas sekarang ini seperti sebuah selebrasi kalau Lucas sedang senang akan sebuah kemenangan.             “Kamu kan memang selalu kesulitan ketika mengungkapkan kalau sedang cemburu.. “             “Tapi aku tidak pernah cemburu.” Bela Rachel dengan cepat, tapi senyuman Lucas malah sekarang tak lagi di tahan tahan.             “Aku hanya tidak suka, kalau ada perempuan yang mengganggu kamu.             “Uh posesif sekali ....” ledek Lucas, dengan kekehan kecil yang justru membuat Rachel memerah.             “Bawaan bayi.” Jawab Rachel dengan sangat ketus, sembari membalikan wajahnya karena sangat merah. Ah!!! Pipi Rachel, terasa panas sekali sekarang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN