Pertemuan kurang menyenangkan.

1317 Kata
***              Setelah berdebat tentang aunty atau Ibu mertua. Baik Rachel dan Nadin sudah melupakan topik barusan dengan cepat.             Sekarang keduanya menikmati sisa panceka, yang tentu saja, masih banyak.             Serta gelas kedua dari smoothies strawberry milik Rachel, dan gelas kedua jus mangga milik Nadin.             “Kenapa kita harus bertengkar seperti tadi sih?” celetuk Nadin, ia baru menyadari kalau perdebatan mereka barusan adalah hal konyol.             Rachel menelan pancake dengan susah payah karena menahan tawa, entahlah. Mungkin bayi di dalam perutnya itu memang mewarisi sifat ngotot dan tidak mau mengalah dari Lucas. Jadi, Rachel terbawa suasana.             “Entahlah, aku bahkan belum memeriksakannya. Entah dia, perempuan atau laki laki ...”             Nadin mengedipkan matanya, berpikir sejenak dan kemudian mengamati perut Rachel yang sedikit terlihat lebih menonjol karena ia menggunakan blouse berwarna pastel dan celana di atas mata kaki yang longgar jadi nyaman untuk di gunakan.             “Lagi pula, perut kamu juga belum terlalu terlihat jelas ....”             Kehamilan Rachel lemah, terlebih luka di perutnya yang memang menambah resiko. Rachel tidak bisa membayangkan nantinya, kala perutnya kian membesar dan luka di perutnya itu... robek? Rachel jadi ngeri membayangkan kalau kejadian seperti itu benar benar terjadi padanya.             “Rachel?!!!”             Suara teriakan yang mirip jeritan melengking, suara perempuan, refleks Rachel menoleh untuk melihat, siapa yang memanggilnya sekeras barusan.             Bahkan, Nadin yang tidak di panggil pun ikut mencari sosok itu.             Di ujung sana, hanya berjarak beberapa langkah dari meja Rachel dan Nadin. Berdirilah sosok perempuan, tengah tersenyum pongah pada Rachel. Nadin sendiri nampak tidak terlalu menggubris senyuman wanita itu. tapi efek senyuman wanita itu benar benar luar biasa untuk Rachel.             Sekujur tubuh Rachel mendadak mengejang, mengalirkan darah ke kaki, hingga tidak ada aliran darah yang tersisa ke bagian tubuh Rachel yang lain. Bibir Rachel memucat....             “Hai...” sapa wanita itu kala ia sudah dekat dengan Nadin dan Rachel.             “Hai... “ sapaan balik Nadin, dengan nada biasa saja.             Wanita itu tersenyum, menghadap Rachel, “Hai Rachel ...” sapanya, mata itu menatap Rachel dengan menyusuri penampilannya. Paham benar kalau kehadiranya sudah mengusik, menggangu.             “Kamu juga ada di sini, Nadin?” tanpa permisi, wanita itu menarik satu kursi untuk di dudukinya. Duduk dan menyilangkan kaki dengan elegan dan mendongakan kepala, seperti menunjukan tempatnya yang seharunya.             “Aku sedang mengerjakan tugas akhir.” Nadin bercerita, ia menunjuk laptop dan lembaran kertas miliknya yang sudah tersusun rapi.             Wanita itu memasang tampang terkejut yang jelas sekali pura pura,”Oh begitu rupanya, senang kamu akhirnya bisa menyusul kami wisuda ...” ucapnya, disertai gelak tawa renyah yang menyakiti telinga Rachel.             “Dan kamu Rachel?”             Aku seperti di serang, secara terang terangan ... batin Rachel.             Rachel tersenyum tipis,”Aku hanya ada janji dengan Nadin, itu saja ...” Rachel menjawab dan mencoba bersikap biasa biasa saja.             Perempuan itu mengangguk,”Ah iya, aku dengar – dengar kamu keluar?”             Baik Nadin ataupun Rachel diam. Wanita itu melirik bergantian ke arah Rachel dan Nadin, tapi tidak ada yang mau menjawab.             “AH tunggu!”             Ia mengangkat tangan kananya ke udara kosong.             “Apa aku salah dengar, kamu keluar atau di keluarkan?”             “Aku keluar.” Rachel menjawab dengan cepat.             Entah kenapa, Rachel merasa kesal dan marah. Semua teman teman angkatanya tau dengan benar, kalau Rachel keluar. Murid beasiswa yang cerdas dan sering di jadikan panutan itu mendadak keluar.             “Ah benar seperti itu rupanya,” wanita itu sekarang menggeser posisi duduk, dengan makin mendekat ke arah Rachel.             Jujur saja, Rachel merasa tidak nyaman. Selain karena ia tahu benar, wanita di hadapannya ini memang tidak menyukainya.             “Sayang sekali, mahasiswa kesayangan para dosen ini harus berhenti belajar ....”             Rachel mengepalkan tanganya, sangat erat. Nadin sendiri sangat paham kalau wanita di dekat merka ini sedang mencoba menyulut emosi Rachel.             Wanita itu sedang mempermainkan emosi Rachel. Mengendalikan keadaan dengan cara yang mengesalkan.              Rachel yang di kenal sebagai sosok yang tenang, sopan dan tidak akan menyakiti orang lain.             Jadi ia berani mengambil resiko, dengan menyulut emosi Rachel. Karena ia tau, Rachel takan menyerangnya. Bagaimanapun sulitnya keadaan.             “Ah iy, aku dengar dengar kamu juga sudah hamil!!” seru wanita itu, dengan nada yang sangat keras tapi memantik perhatian orang orang. Beberapa pasang mata menatap ke arah pojok kafe dengan pandangan penasaran.             Rachel berusaha keras untuk tersenyum,”Aku memang hamil,” Rachel mengakui.             “Wah selamat kalau begitu, aku turut senang ....”             Wanita itu mengamati perut Rachel, timbulan senyum senang di bibirnya. Ia menegakan tubuh dan beralih menatap Nadin.             “Aku harap kamu dan suami kamu bahagia, ah dan juga anak kalian tentunya. Semoga anak kalian tidak merasakan putus kuliah hanya karena keadaan ekonom—“             Nadin tertawa keras, sangat lucu. Omong kosong wanita itu sangat lucu sampai berhasil membuat perut Nadin terkikik geli karenanya.             “Maaf.... “ Nadin meminta maaf, tapi masih ada sisa tawa di sana.             Wanita itu merasa terhina karenanya,”Memang ada yang lucu?” tanyanya dengan nada marah.             Tentu saja lucu. Bahkan, Lucas tak akan kehabisan dana untuk menguliahkan anaknya, meskipun dia punya sepuluh anak. Jawab Nadin di dalam hati, ia tidak mengatakan apa apa, hanya menggeleng.             “Aku dengar, kamu memutuskan pertunangan dengan anak seorang pengusaha demi bisa menikah dengan kekasih kamu ....”              Gigi Nadin bergemelutuk karena menahan kesal.  Dia sedang ingin cari mati? Mau membandingkan Damian dengan Wisnu?             “Memang benar, memangnya kenapa?” Nadin tidak selemah Rachel. Ia berani memberontak, serta berani menolak.             “Aku rasa, dia, ehm kekasih kamu itu. Lumayan hebat, karena berhasil membuat kamu mengambil keputusan besar.”             “Tentu saja, karena dia aku jadi punya niatan untuk wisuda. Agar kami bisa cepat menikah.”             Nadin bersumpah, ia melihat wanita itu tertawa, mengejek.             “Semoga kamu tidak salah pilih dan jadi menyesal nantinya. Karena tindakan implusif atas dasar cinta, biasanya tidak bertahan lama dan hanya memberikan efek menyesal di kemudian hari ...”             Brak. Nadin mengambil laptonya dengan cara kasar hingga menimbulkan suara berisik. Dengan gerakan kasar pula, Nadin mengambil map map di atas meja, memeluknya dan menatap Rachel, memberikan kode agar Rachel segera bangkit dari kursinya.             “Tentu saja tidak. Toh orang yang akan aku nikahi, ah tambahan. Orang yang aku cintai ini, dia juga laki laki paling sempurna yang pernah aku temui.”             Nadin mengumumkan dengan keras pasal Damian agar dunia mengerti, kalau ia dan Damian tidak akan pernah menyesali keputusan yang telah mereka buat.             “Kamu bisa bicara omong kosong seperti barusan, karena kamu memang tidak laku Eliona.” Sental Nadin, nada menghinanya sangat merendahkan harga diri Eliona.             Eliona memberikan pandangan marah. Murka .....             Eliona ingin menyela apa yang keluar dari mulut Nadin, tapi Nadin sudah mengambil kendali terlebih dahulu.             “Dan dengar, semoga kamu bisa merasakan rasa frustasi karena cinta tidak terbalaskan, jadi kamu bisa memahami dengan pasti perasaanku.”             Nadin menarik tangan Rachel dan hendak pergi, mereka sudah berjalan beberapa langkah meninggalkan Eliona. Tapi Nadin rupanya belum puas sampai di situ. Ia berbalik badan, menghadap Eliona dengan wajah serius.             “Dan jangan mengotori telinga kamu Eliona, mendengarkan gosip murahan itu bukan hal yang patut di banggakan.”  Ejek Nadin, merujuk pada setiap ucapan jelek Eliona terhadap Rachel.             “Karena, Rachel tidak akan hamil di luar nikah. Dan dia bukannya berhenti kuliah karena jadi wanita panggilan. Sungguh, apa pergaulan kamu serendah itu Eliona?”             Eliona mencengkeram erat tanganya, ingin memukul Nadin. Tapi ini tempat umum. Tapi semua kata kata Nadin, menyulut emosi Eliona, meski yang di bicarakan Nadin semuanya adalah fakta. Yang benar. Entah kenapa Eliona merasa kesal.             Sedangkan Nadin, ia sudah menggandeng tangan Rachel. Mengajak Rachel untuk menjauh dari sumber masala. Yaitu sakit kepala.             Nadin masih memegang erat tangan Rachel, seolah sedang memperlihatkan betapa sifat protektifnya terhadap Rachel.             Rachel mencuri pandang pada Nadin, entahlah. Ini memang karena Rachel terlalu baik atau apa. Rachel bahkan tidak berani mengatakan satu suarapun untuk mendebat Eliona barusan. Bahkan, meskipun Rachel tau, suaminya adalah salah satu laki laki sempurna sekalipun, Rachel tidak mengatakan kalau dia adalah istri Lucas.             Diam diam, Rachel mengaggumi, bagaimana cara Nadin selalu membanggakan Damian, sedikit... menyentuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN