Rachel turun dari mobil, sebelum Lucas berangkat ke kantor, yang tentu saja sudah sangat terlambat karena matahari sudah tegak di atas sana. Lucas malah punya banyak waktu dengan bertengkar dengan Shawn terlebih dahulu.
Rachel hanya mengamati dari dekat pertengkaran Tom dan Jerry itu.
Sekarang, di depan sebuah kafe dengan bangunan yang tidak terlalu besar dan bertingkat dua mobil berwarna putih bersih itu berhenti. Rachel turun dari mobil yang di kemudikan Shawn itu.
“Terima kasih Shawn.... “ ucap Rachel saat turun dan Shawn yang mendongakan kepalanya dari jendela.
“Apa saya perlu menjemput atau menungg-“
Belum juga selesai berbicara, Rachel sudah menggeleng menolak,”Tidak perlu ...” Rachel menolak cepat.
Mendongak ke dalam kafe, mencoba mencari cari keberadaan Nadin,”Shawn aku akan pulang dengan Nadin, kamu tidak perlu menunggu... “
“Tapi kalau-“
“Biar aku yang memberitahu Lucas,” ucap Rachel dan Rachel langsung berpamitan.
Kafe dengan nuansa kayu jati, dan taman taman berisi bunga tropis. Bahkan ada bunga anyelir yang memenuhi balkon di lantai dua. Ingin rasanya Rachel naik ke lantai dua, tapi ia malah menemukan Nadin di pojok ruangan tengah melambai padanya.
Rachel tersenyum dan segera berlari kecil, mendekat ke arah Nadin.
Gadis itu memakai sweater crop top berwarna ungu dan di padukan dengan kulot putih. Rambut Nadin di biarkan terikat secara asal. Meja yang di singgahi Nadin itu juga nampak kacau.
“Maaf, kamu jadi menunggu ...” Rachel meringis, ada perasaan bersalah. Tapi melihat ekspresi Rachel, Nadin buru buru menggeleng.
“Tidak. Aku bahkan belum selesai. Tugasku masih banyak ....” sanggah Nadin, ia menunjuk kertas yang berserakan di atas meja,”Sebenarnya, ini bahkan belum setengahnya.... “ aku Nadin sambil duduk.
Rachel menarik kursi kayu dan derikan kaki kursi seperti menjerit.
Duduk dengan tenang, sedangkan Nadin kembali fokus untuk mengerjakan tugas akhir kuliahnya.
“Maaf, Rachel.... “ Nadin berbicara sembari membalik beberapa lembar halaman, “Aku mengajak kamu jalan jalan. Tapi aku sendiri masih sibuk ...” rutuk Nadin, sesekali ia mengetikan sesuatu di laptopnya, membalik beberapa lembar, mencoret dan paling banyak dilakukan Nadin adalah mengeluh.
Rachel mengamati Nadin, ia menyandarkan dagunya ke telapak tangan, mengamati Nadin belajar rasanya menyenangkan.
“Mau aku bantu?” Rachel menawarkan bantuan tanpa sungkan.
“Tidak,” tolak Nadin dengan cepat. “Aku bisa mengerjakan semua ini...” imbuh Nadin, tapi sedetik kemudian ia berdecak dan kembali mengeluh betapa sulitnya skripsi yang tengah ia kerjakan itu.
Brakk....!
Rachel terkejut karena Nadin yang tiba tiba menutup laptop.
“Aku menyerah ....” Nadin angkat tangan, ia memijit pangkal hidungnya dan menunduk lesu ke meja,”Ini membuat kepalaku pusing, dan perutku mual setiap kali aku melihat deretan huruf Rachel ...” rengek Nadin.
Rachel hanya tertawa,”Kamu memang biasa melalaikan tugas, maka dari itu ketika melakukan tugas seberat ini kamu langsung menyerah ...”
Nadin mengangguk setuju dengan ucapan Rachel. Seumur hidupnya, ia tidak terlalu giat dalam belajar, Nadin bahkan rela membayar teman temannya di kampus untuk mengerjakan tugas untuknya.
“Aku memang tidak berbakat dalam belajar...” keluh Nadin.
Tanpa Nadin sadari, wajah Rachel sedikit murung saat mleihat lembaran tugas milik Nadin itu. Ia merindukan pergaulan sebayanya. Dimana saat Rachel masih kuliah dan bekerja di kafe bersama Nadin. Merindukan komunikasi sederhana, tanpa harus bersentuhan dengan orang orang yang hanya memamerkan harta.
Tiba tiba telepon Nadin berdering, perempuan itu dengan cepat dan sangat gesit membuka dan membaca pesan. Nadin membaca pesan yang ia terima dengan mata berbinar dan membalasnya dengan sangat cepat.
Setelah menaruh kembali ponselnya ke dalam tas, entah mendapatkan energi dari mana, Nadin kembali bersemangat membuka laptopnya.
“Kamu tidak jadi menyerah?” tanya Rachel yang kebingungan dengan perubahan sikap Nadin yang sangat drastis barusan. Dari pemalas menjadi maniak belajar.
Nadin menggeleng,”Aku harus segera wisuda.” Tekad Nadin menancap seperti akar beringin.
“Pesan dari siapa barusan?” Rachel penasaran.
“Damian.” Jawab Nadin, cepat, singkat dan dengan senyuman super lebar.
Rachel membulatkan bibirnya membentuk huruf ‘ O ‘.
Pantas saja Nadin langsung bersemangat, pasti Damian menyuntikan banyak sekali hormon endorfin ke dalam tubuh Nadin.
“Kamu jadi menunggu sendirian di sini, mau aku pesankan minuman?” Rachel hendak bangkit, tapi Nadin menahannya.
“Tidak, aku tidak mau minum dulu. Kamu pesan sendiri saja dulu, dan ah iya! Aku tidak sendirian, tadi aku bersama teman teman....”
Kening Rachel mengerut dan salah satu alisnya terangkat,”Teman teman?”
Nadin mengangguk semangat,”Iya, teman teman satu angkatan kita. Satu fakultas. Jangan bilang kamu lupa?”
Rachel menggeleng gugup,”Mana mungkin aku lupa... “ bantahnya.
“Lantas?”
“Hanya sedikit terkejut, kalau begitu aku pesan minuman dulu ....”
Rachel meninggalkan Nadin dan menuju ke tempat memesan minuman. Menarik nafas dengan panjang. Menepis kegugupan yang sedang menerpanya.
Rachel tidak terlalu dekat dengan teman teman satu fakultasnya. Selain karena universitasnya dulu, adalah tempat bergengsi. Dan Rachel masuk ke sana karena jalur beasiswa. Rachel juga tidak punya banyak waktu untuk bergaul dengan orang orang kaya. Ia menghabiskan waktu untuk kuliah dan bekerja di kafe untuk menyambung hidup. Berbeda dengan Nadin yang bekerja paruh waktu di kafe hanya karena iseng.
Setelah beberapa menit, Rachel kembali dengan smoothies strawberry di tanganya. Rachel ragu untuk duduk karena tidak ada tempat untuknya menaruh gelas. Tapi lama kelamaan berdiri juga membuat Rachel lelah. Jadi Rachel duduk dan terus meminum smoothiesnya sembari memperhatikan Nadin.
“Apa yang Damian katakan sampai kamu sangat bersemangat seperti ini??”
Nadin nampak sangat bersemangat. Bukan semangat biasa, ini semangat yang menggebu gebu.
“Dia bilang, aku harus cepat wisuda. Agar aku cepat menikah dengan Damian.”
Rachel amat sangat terkejut dengan motivasi Nadin barusan itu, dia bahkan bertanya kembali, hanya untuk memastikan.
“Motivasi kamu mengerjakan skripsi ini? Karena ingin menikah?”
Nadin mengangguk yakin.
“Yup. Aku ingin segera menikah dengan Damiannnn ......”
Rachel tak percaya dengan semangat bergelora yang di miliki Nadin,”Menikah itu tidak mudah ...” sela Rachel. Membuat Nadin melayangkan tatapan tak percaya, dan tatapan Nadin melukai perasaan Rachel.
“Serius, aku tidak berbohong. Menikah tidak selamanya menyenangkan... “ Rachel mengeluarkan petuah, sebuah nasehat dari seorang pengalaman.
Nadin justru berdecak, “Bagian mananya dari Lucas, yang kamu sebut apa barusan? Tidak menyenangkan?” Nadin bertanya dengan nada tantangan.
Menarik nafas dengan jengah, Nadin rupanya tidak percaya nasehat dari pengalamannya itu.
“Semua manusia punya sifat jelek, ingat?” Rachel memandang Nadin, berhatap kalau Nadin sudah mengerti sampai di sini, jadi Rachel tidak perlu menjelaskan panjang lebar.
“Ehm.. ehm.” Sentak Nadin dengan menggelengkan kepalanya dengan keras,”Damian tidak punya sisi jelek.” Bantah Nadin, masih berada di kubu Damian.
Kalau suatu hari kamu melihat sisi jelek itu, percayalah Nadin.... aku sudah memberitahumu sebelumnya.
“Oke,” Rachel memilih mengalah,”Damian adalah salah satu manusia yang tidak punya keburukan...”
“Berarti Lucas punya sisi buruk?” Nadin malah salah fokus, ia menanyakan hal lain di luar topik.
“Bisa aku jelaskan di sini? Kalau Lucas bukan Damian. Dia tidak sempurna, dari awal kesempurnaan yang di miliki Lucas adalah sisi buruk Lucas... “
Rachel mengerang frustasi, ia meminum kembali smooties strawberry –nya untuk mendingikan pikiran.
“Lucas yang sudah terbiasa di layani, Lucas sudah biasa memerintah. Itu kelemahan Lucas. Dia bahkan memarahi Shawn untuk hal sepele ...”
Nadin mendengarkan curahan hati Rachel. Jarang jarang ia mendengar keluhan Rachel terhadap Lucas. Nadin memandang keduanya sebagai pasangan ideal yang ia jadikan panutan kedepannya.
“Dia seperti Tom dan Shawn adalah Jerry ...”
“Tapi Damian tidak suka memerintah, dia selalu mengikuti pilihanku.” Nadin berhenti sejenak,”Bisa di bilang, dia selalu mengalah dan aku yang menang.”
“Itu juga tidak bagus, hubungan itu tentang kebahagiaan dua belah pihak... “ Rachel menimpali.
Nadin mencerna maksud kalimat Rachel,”Jadi, bisa saja Damian tertekan karena dia selalu membiarkanku mendapatkan keinginanku....” suara Nadin makin meninggi ketika ia menemukan kesimpulan obrolannya ini.
“Bisa jadi....” celetuk Rachel, dengan niatan mengompor ngompori.
“Kenapa dia bisa selalu mengalah? Aku bingung ....” Nadin mulai bertanya tanya.
Rachel mengedikan bahu, ia juga tak tau, Rachel dan Lucas bahkan sering berdebat kecil. Tidak selalu harmonis.
“Mungkin karena kamu adalah pasangan yang buruk, jadi Damian mungkin harus berpikir dua kali untuk menikahi—aw!!!”
Rachel menjerit kesakitan, mulutnya yang di luar kontrol membuat Rachel harus mendapatkan pukulan kecil di kepalanya.
Dengan pandangan kesal, Rachel menatap Nadin. Tapi Nadin pura pura tak peduli.
“Ngomong ngomong, aku bukan pasangan yang buruk. Aku hanya belum...” Nadin diam cukup lama,”Aku belum belajar menjadi istri. Aku masih pacar, belum jadi tunangan resmi.”
Nadin membereskan lembaran kertas di meja, memberikan ruang untuk Rachel meletakan miumannya. Setelah meja itu bisa di bilang cukup rapi, Nadin kembali berbicara.
“Ngomong ngomong, aku tetap punya motivasi besar untuk segera wisuda.”
“Untuk menikah.” Rahcel menyahuti.
“Benar. Sekali ...” Nadin menyetujui dengan anggukan diplomat. Bagi Nadin, masa depannya yang sudah sangat ingin dicapai adalah satu atap dengan Damian.
“Kalau begitu, kapan kalian akan bertunangan?”
Nadin terdiam, mengatupkan bibir dengan gestur seperti enggan membocorkan hari bahagianya itu,”Yang terpenting adalah. Syarat dari ayahku, aku harus wisuda dahulu. Sehari setelah wisuda langsung menikah juga tidak apa apa ...” Nadin menjawab dengan nada riang, pasti di pandangan matanya ada proyeksi adegan lamaran yang diperankan Damian.
Rachel menarik nafas dengan sesak, atmosfir di ruangan ini menjadi berbeda kalau Nadin sedang membicarakan Damian.
“Aku bisa melihat motivasi kamu itu, Besar sekali ....”
“Benar kan?” Nadin bangkit dari kursinya, “Kalau begitu, aku mau pesan minuman dulu ....”
“Oke ...” Rachel mengamati Nadin yang mengeluarkan dompet kecil berisi kredit dan berjalan ke tempat untuk memesan minuman.
Nadin menunjuk buku menu. Nadin rupanya tidak hanya memesan minuman, ia juga memesan makanan. Setelah terpaksa belajar Nadin merasa sangat lapar. Damian dan ayahnya bersekongkol. Kalau Nadin harus menyelesaikan skripsinya tanpa bantuan orang lain.
Dan Nadin langsung menyanggupinya, tanpa berpikir kalau tugas untuk memenuhi syarat pernikahanya, sangatlah melelahkan.
Nadin kembali dengan segelas jus mangga, Nadin duduk dengan tenang dan langsung menatap Rachel.
“Mau?” tawar Nadin. Dari yang didengar dari Damian, beberapa bulan yang lalu Rachel selalu meminta mangga muda dan banyak sekali mangga sampai Lucas harus bolak balik mengisi kulkas dengan mangga.
“Euh... tidak.” Tolak Rachel dengan wajah yang menampilkan eskpresi tidak suka.
Nadin meminum jusnya,”Kenapa?” tanya Nadin dengan bingung,”Bukannya kamu mengalami masa mengidam?”
Rachel mengangguk dan menggeleng setelahnya,”Aku memang mengidam. Dan itu sudah beberapa bulan yang lalu saat aku tiba tiba sangat menginginkan mangga ...”
“Dan Lucas memberikan apa yang kamu mau, kan?”
“Dia mengisi kulkas, kami bahkan membeli kulkas baru karena Lucas memenuhi satu kulkas dengan mangga. Ini salahku juga, saat tengah malam, entah kenapa aku sangat ingin makan mangga. Dan keesokan harinya... wush.... di dapur sudah penuh dengan mangga.”
Nadin mengangguk, sekarang ia paham sisi buruk Lucas yang tidak Rachel sukai.
“Aku makan banyak mangga karena takut akan di buang sia sia. Aku minum jus mangga, pudding mangga, mango sticky rice. Dan sekarang, karena Lucas aku jadi tidak bersahabat baik dengan mangga.”
Nadin terkekeh dengan sifat Rachel dan Lucas yang bertolak belakang itu, hampir saja Nadin tersedak oleh jusnya. Tapi ia akhirnya bisa mengontrol tawanya.
“Jadi... sekarang bagaimana?”
“Aku entah kenapa...” Rachel mengusap perutnya,”Aku jadi suka strawberry. Tapi aku tidak akan bilang apa apa pada Lucas.”
“Atau dia akan memenuhi seluruh dapur dengan strawberry.” Nadin menyahuti dengan senyum kecil.
Rachel hanya tersenyum kecil karena Nadin menggodanya barusan.”
Mereka meminum minumannya sampai tersisa setengahnya. Tak lama kemudian, seorang pelayan kafe mengantarkan makanan yang di pesan Nadin dan menaruhnya di meja.
“Terima kasih ...” Nadin dan Rachel mengucapkan terima kasih secara bersamaan.
Seporsi besar pancake dengan banyak sekali potongan buah dan siraman sirup mapple sudah menggoda, bahkan Nadin menahan rasa ngiler saat memotongnya jadi dua.
“Aku memsan porsi jumbo untuk kita berdua.... “ celetuk Nadin di sela sela kegiatan memotong pancake-nya.
Rachel juga sama dengan Nadin, ia tergiur dengan tampilan pancake yang di pesan Nadin,”Syukurlah kamu memesan porsi jumbo.” Sahut Rachel sembari menelan ludahnya dengan kesulitan,”Dan juga jangan lupakan potongan buah itu... “
“Siap!”
Rupanya porsi jumbo yang Nadin pesan memang benar benar besar, bahkan setelah di potong menjadi lebih kecil. Masih ada empat potong yang ada di piring hidangan. Sedangkan di piring Nadin sudah ada dua potong, Rachel juga sama.
Nadin mengambil garpu kayu, mengambil potongan buah segar dan memindahkannya ke piring Rachel,”Ini untuk calon keponakanku yang lucu ...” Nadin menaruh banyak sekali potongan strawberry dan kiwi, serta memisahkan potongan mangga yang sekarang sedang tidak berteman baik dengan Rachel.
“Sejak kapan aku bilang anaku ini jadi keponakanmu?” Rachel bertanya heran.
“Sejak hari ini ... saat dia lahir, tolong ajarkan untuk memanggilku aunty ...” pinta Nadin dengan penuh harapan.
“Tidak.” Tolak Rachel dengan cepat tanpa perlu berpikir.
Nadin menatap Rachel dengan kekecewaan, tapi Rachel malah memasukan potongan pancke ke mulut Nadin.
“Hahlau hehigu...” Nadin kesulitan berbicara karena mulutnya penuh makanan.
Menelan pancake dengan cepat dan tidak mengunyahnya sampai halus hanya untuk berbicara dengan Rachel.
“Kalau begitu, aku jadi Ibu mertuanya saja... “ usul Nadin dengan ceplas ceplos.
Rachel yang hendak menyuapkan pancek itu mendongak karena terkejut.
“Tidakk!!” penolakan keras dari Rachel.