bc

Suamiku Menikahi Kuntilanak

book_age18+
37
IKUTI
1K
BACA
fated
goodgirl
mistress
drama
bxg
mystery
ghost
male lead
multiverse
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Cinta datang dan pergi tanpa pandang bulu, sehingga suamiku tercinta

Menikahi kuntilanak.

Pernikahan kami yang bertahun-tahun pun menjadi hambar.

Mungkinkah suamiku akan menceraikan diriku? Sosok perempuan yang sudah dia nikahi selama bertahun-tahun.

Mungkin dia akan meninggalkan aku dan hidup bersama kuntilanak?

Semua kisah tertulis pada Suamiku Menikahi Kuntilanak.

chap-preview
Pratinjau gratis
Kejanggalan
Senja itu aku duduk di teras. Seperti biasa menunggu suami pulang dari kerja di luar desa. Beberapa hari terakhir ini, dia suamiku yang bernama Mas Tirta Wijaya, selalu pulang tengah malam. Pernah juga dia pulang hampir subuh, setelah sampai di rumah dia mandi, ganti baju, sarapan lalu pergi lagi. Berbagai perasaan datang, mengusik ketenangan hati yang semakin gundah. Namun, segera aku tepis perasaan dan perasangka buruk terhadap Mas Tirta Wijaya. Mana mungkin suami tersayang dan cinta, akan mengkhianati diri ini, yang tulus mencintainya. Terlebih lagi sebelum kami menikah telah berpacaran dulu selama lima tahun. Mas Tirta selalu memberikan semua uang gajinya kepadaku. Dia juga tidak pernah marah dan juga tidak pernah berpakaian rapi, apa lagi memakai parfum. Karena penampilan yang apa adanya, membuatku selalu berfikir positif. Pernah suatu saat, Mas Titra pulang subuh. Bau badannya sangat menyengat sama seperti bau got di belakang rumah. Serta ada sehelai rambut yang sangat panjang menempel pada kaosnya yang lusuh. Diri ini pun merasa curiga karena rambutku tidak sepanjang itu. Hati ini berusaha setenang mungkin bertanya kepada suami, supaya emosinya tidak terpancing, hingga membuatnya marah. "Mas, ini rambut siapa? Mas, selingkuh ya?" selidikku selembut mungkin walau hati merasa sakit. "Mana Mas tahu, Dik. Mas itu kerja bukan cari selingkuhan, lagian siapa sih yang mau sama aku." Mas Tirta berkata, dengan suara agak tinggi. Kemudian Mas Tirta menuju ke kamar mandi. Tanpa memperdulikan diriku, yang terpaku menatapnya. Dia berjalan dengan santainya sambil bersiul riang, seolah tanpa dosa. Brak.   Tiba-tiba pintu depan tertutup dengan suara hentakan yang sangat keras. Padahal sedang tidak ada angin yang kencang. Sungguh aneh di luar logikaku. Lebih aneh lagi saat aku memeriksanya, pintu sudah terkunci dengan sendirinya. Mendadak bulu kudukku berdiri, serasa ada embusan angin pelan di belakang telingaku. Suasana mendadak sepi dan sunyi, hanya terdengar suara air di kamar mandi. Rupanya Mas Tirta sedang mandi di pagi buta sedingin ini. Padahal aku menggil karena kedinginan tapi Mas Tirta dia sedang asik mandi dengan air dingin. Sungguh aneh. Setelah Mas Darwan selesai menjalankan ritual mandi paginya. Dia segera menghampiriku, yang sedang masak di dapur. Tanpa mengucapkan sepatah kata, lima lembar kertas merah yang di sebut uang dia letakan di dekatku. Dalam hati ini ada perasaan senang bercampur curiga. "Bukankah dua hari yang lalu kamu sudah memberiku uang, Mas?" tanyaku, sambil mengernyitkan dahi. "Ambil saja, itu uang lembur! Jangan banyak tanya dan asal mencurigai aku!" Mas Tirta berkata, sambil menyesap kopinya. Tanpa menjawab salam dariku, Mas Tirta pergi meninggalkanku yang berdiri mematung di depan pintu.  Entah mengapa hati ini terasa sangat asing dengan Mas Tirta Padahal kami hidup bersama dalam ikatan suci, yang di sebut pernikahan sudah selama dua tahun. Namun, belum juga memiliki anak. Tepatnya tiga bulan terakhir , Mas Tirta mulai bersifat acuh dan sering pulang tengah malam, bahkan menjelang subuh. Keanehan-keanehan pun mulai sering terjadi di rumah. Dari mulai pintu terbuka dengan sendirinya dan jendela yang sering tertutup sendiri, walau tidak ada angin kencang. Setiap kali Mas Tirta pulang, selalu beraroma khas got yang menusuk hidung. Tubuh Mas Tirta dingin dan tampak lesu. Aku pun sering bermimpi melihatnya tidur bersama perempuan, yang memiliki wajah penuh dengan bekas luka dan berdarah. Pernah juga Mas Tirta pulang tengah malam. Aku melihat sekelebat bayangan perempuan berambut panjang mengikuti Mas Tirta. Ketika aku melihat kearahnya, perempuan itu pun menoleh, sehingga terlihat dengan jelas mukanya, yang penuh dengan bekas sayatan dan darah segar mengalir dari sela-sela lukanya. Tidak kuasa mata ini menatapnya, tubuh ini pun jatuh pingsan. 'Siapakah perempuan itu?' pertanyaan yang selalu menghantui hatiku. Teriknya matahari tidak menyulutkan niatku. Untuk menjemur kasur busa, yang baunya sudah agak apek. Sudah lama sekali aku tidak menjemurnya. Hampir dua bulan. Artinya sudah dua bulan Mas Tirta tidak tidur bersamaku. Setiap dia pulang tengah malam, pasti akan tidur di ruang tengah. Tepatnya di depan televisi. Rasa kangen di hati ini semakin menjalar ke seluruh inci tubuhku. Ingin rasanya aku dibelai dalam dekapan mesra, yang penuh cinta oleh Mas Tirta. Sengaja hari ini aku menyiapkan kejutan buat Mas Tirta. Memakai gaun tidur tipis dan seksi. Bunga mawar dalam pot kecil yang aku letakkan di meja rias, serta lampu warna-warni yang indah. Membuat nuansa kamar menjadi tampak romantis'. Kutatap jam dinding yang berputar begitu Lambat. Tepat pukul tujuh malam, suara motor Mas Tirta memasuki pekarangan rumah. Segera aku beranjak dari tempat dudu. Kemudian berlari kecil menuju pintu, seperti gadis kecil yang senang akan kepulangan ayahnya. Kujabat tangan suami serta mencium tangan, yang berbau seperti got. Isi perut pun langsung tersembur keluar melalui mulut, karena tidak tahan aroma busuk, yang menusuk hidung. "Mas mandi dulu, setelah itu baru makan!" perintahku dengan suara lembut. "Baiklah, siapkan baju ganti, aku mau ganti baju dulu!" Mas Tirta menyuruhku balik. Sambil menunggu Mas Tirta selesai mandi, aku merias ulang wajah ini dengan makeup alakadarnya. Parfum kesukaan pun tidak lupa kusemprotkan, beberapa kali di gaun pink yang melekat di tubuhku. Setengah jam lamanya aku menunggunya masuk ke kamar. Namun, dia tak juga kunjung datang ke peraduan yang telah rapi dan wangi. Rasa penasaran di hati membuatku terpaksa keluar dari kamar, untuk mencarinya. Betapa terkejutnya diri ini. Berkali-kali tanganku mengucek mata yang tidak gatal, sambil berjalan pelan tanpa suara, kaki ini turus melangkah menuju meja dapur. Tempat Mas Rudi sedang duduk asik menyantap makanan begitu lahap. "Mas, kamu!" ucapku dengan suara tinggi, sambil menutup mulut dengan tangan kananku. "Kenapa? Seperti tidak pernah melihat orang makan mie goreng saja," sahutnya, sambil terus memasukkan isi piring ke dalam mulutnya, layaknya seperti orang kelaparan. "Mau?" tawarnya tanpa melihat ke arahku. "Tidak, Mas. Terima kasih," sahutku, sambil menutup mulut. "Kamu beli di mana itu, Mas?" aku kembali bertanya dengan suara setenang mungkin. "Di warung kopi langganan, di persimpangan jalan," terangnya begitu lugu. Hoek, hoek, hoek. Benteng pertahanan pun jebol sudah. Aku memuntahkan isi perut. Di hadapan MasTirta yang sedang asik menikmati cacing dan belalang hidup, serta daun kering yang di bungkus dalam daun pisang seperti mie goreng. Mata tajam Mas Tirta menatapku, mendadak menjadi sangat mengerikan dan terasa asing.  "Bersihkan dirimu, duduk di sini!" Mas Tirta berkata sambil menunjuk bangku kosong di sebelahnya. "Baiklah," sahutku singkat.  Kemudian aku menuju kamar mandi. Mencuci muka serta berkumur. Kemudian mengganti gaun seksi berwana pink yang memikat, dengan daster tipis yang usang. Seperti perintahnya aku pun duduk di sebelah Mas Tirta. Dia katakan cacing yang bergerak di sendok itu ialah mie. Belalang hidup dia sebut seledri, sedang daun kering itu dia katakan sayur kol. Air mata pun menetes tanpa jeda, melihat suami tercinta. Memakan sesuatu yang tidak wajar menurutku. Mas Tirta dia menyantap habis hewan menjijikan itu, sambil bercerita kepadaku, mengapa dia suka makanan itu? Ternyata dia sudah hampir enam bulan menikmati cacing hidup itu. Brak. Mendadak ada suara terjatuh di kamar, segera aku berlari memeriksa. Bunga mawar, yang kusimpan dalam vas bunga kaca sudah jatuh dan pecah berserakan di lantai. Bahkan lampu pun telah padam. Jendela kamar yang tertutup rapat dan terkunci telah terbukandengan sendirinya. Bulu kudukku pun  berdiri serasa ada seseorang yang sedang menatapku dengan tajam. Serta aroma got yang sangat menusuk hidung. Ketika diri ini membersihkan puing-puing pecahan kaca, dan mengelap air yang ada di meja rias. Tanpa sengaja netraku menatap cermin. Di dalam cermin tampak ada sesosok perempuan berwajah pucat, dia menatapku dengan penuh kebencian. Tampak jelas kedua matanya mengalir darah segar. Kemudian perlahan luka-luka sayatan muncul di wajahnya, serta darah segar mulai menetes dari setiap sayatan. Kakiku mulai gemetar, mulut pun seperti telah terkunci, keringat dingin keluar membasahi tubuh. Sulit rasanya untuk menggerakkan tubuh dan berlari pergi, meninggalkan cermin yang menakutkan itu. Akhirnya aku pun terjatuh dan pingsan. Keesokan harinya aku terbangun dan mendapati sudah tertidur di ruang tamu. Biarpun kepala terasa pusing aku tetap berusaha tuk bangun. Terkejutnya diri ini ketika melihat jam di dinding, sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Rupanya aku bangun kesiangan, rencana untuk memberikan malam romantis pada Mas Tirta pun gagal. "Mas, Mas Tirta Wijaya," panggilku setengah berteriak. Kutelusuri semua ruangan yang ada di dalam rumah. Namun, tidak menemukannya. Padahal aku ingin memberitahunya, bahwa yang dia santap semalam ialah bukan mie melainkan cacing. Aku ingin melarangnya untuk membeli mie di warung itu lagi. Namun, sudah terlambat sebab Mas Titra sudah berangkat bekerja. "Sayang aku berangkat kerja, karena sudah kesiangan! Lain kali jangan bawa bunga apapun di dalam kamar, aku tidak suka! Lampu kamar rusak, tidur di kamar tamu dulu. Hari ini Mas pulang malam, jangan menunggu! Aku membawa kunci serep yang tersimpan di laci. Jadi tidak akan membangunkanmu lagi, sayang, untuk membukakan pintu."  Surat dari Mas Tirta, yang ditujukan untukku, terletak di meja dapur. Entah mengapa air mata menetes membaca surat ini. Serasa ada perasaan yang aneh berkecamuk dalam hati dan jiwaku Gairah untuk masak pun sirna. Kembali aku rebahkan tubuh lemas ini di dalam busa empuk di kamar tamu.  Kalbuku melayang, menyusuri kejadian tadi malam. Mencoba mengartikan. Berusaha memahami apa yang terjadi pada suamiku tercinta! Namun, pikiranku mendadak menjadi buntu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook