Seekor Jiwa Tanpa Tubuh
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.”
(QS. Al-Isra : 44)
***
Malam itu begitu dingin. Ditambah kepungan ilalang dan semak belukar tinggi penuh embun malam hari menjelang pagi yang berhasil menyembunyikan kehadiran mereka bertujuh. Di kawasan belantara balik tembok sebelah kampung Batu Kunawa, ketujuh ekor kucing sedang berduduk tegap seperti membentuk sebuah lingkaran. Mata mereka siaga, hidung mereka mengendus-ngendus tiap kali ada aroma-aroma yang mencurigakan. Sesaat mereka semua saling tatap dengan ekspresi datar khas kucing biasanya.
"Ini sudah waktunya, apa kalian semua sudah siap?"
"Tidak ada kata siap untuk ini," sahut salah seekor kucing nampak sedikit ketakutan. "Ini tidak pernah dilakukan sebelumnya, bahkan tidak oleh para pendahulu kita."
"Kita harus melakukan ini. Memanggilnya adalah cara satu-satunya untuk mendapatkan mata legendaris itu. Para pendahulu meletakkannya pada media jiwa yang belum terpanggil."
"Tapi dengan melakukan ini, kalian sudah tahu bukan apa resikonya?" tanya kucing dengan corak kuning putih dominan.
Semua kucing itu terdiam sejenak. Mereka tahu betul apa resiko yang dimaksud, akan tetapi ritual ini harus tetap dilakukan demi dapat menjalankan sebuah rencana yang lebih besar lagi. Ketujuh kucing tersebut dengan tatapan yang mantap, sekali lagi saling menatap satu sama lain. Mereka semua nampaknya telah siap melakukan apapun yang hendak mereka lakukan saat ini.
Sebuah Pekerjaan dengan resiko tinggi!
"Siapapun dari kita yang akan menjadi tumbalnya, dia patut dikenang." Kata seekor kucing berwarna full coklat dengan mata agak kebiruan. "Dia tidak gugur dengan sia-sia. Ini merupakan harga yang pantas."
Ketujuh kucing itu seperti hendak melakukan sebuah ritual yang teramat berbahaya. Ritual yang entah untuk apa akan tetapi harus dibayar dengan mengorbankan salah satu dari mereka sebagai harganya, dengan cara yang acak atau random tentu saja. Tidak ada satupun dari mereka yang mengetahui siapa yang akan menjadi tumbal dari ritualnya.
Dengan resiko itu, saat ini mereka semua hanya bisa pasrah pada putaran roda nasib dan keberuntungan yang mereka miliki. Ungkapan kucing memiliki sembilan nyawa pun tidak bisa digaungkan saat ini. Siapapun yang terpilih, kesembilan nyawa itu akan lenyap seketika.
Masing-masing kucing dari ketujuh ekor kucing misterius itu sepenuhnya telah siap mengorbankan nyawa mereka.
"Ini menegangkan," ucap salah seekor kucing gemetar.
"Mirip seperti Russian Roulet, hah?" Sahut seekor lagi nampak begitu antusias, alih-alih takut.
"Hei, darimana kau mengetahui istilah itu?" tanya seekor kucing yang berduduk tegap di seberangnya.
"Tentu saja dari televisi." Jawab kucing itu. "Saat beroperasi, ketika kugondol hidangan ikan di rumah-rumah milik manusia itu, aku juga menyempatkan diriku untuk menikmati hiburan yang ada disana. Tidak salah kan?"
Kucing di sebelahnya nampak bergumam. "Dan orang-orang selalu bilang lumba-lumba adalah hewan yang paling cerdas di antara mamalia? Yang benar saja!"
"Astaga, bisakah kita mulai saja ritualnya?"
Dalam formasi lingkaran yang misterius tersebut para kucing itu mulai saling mengeong secara perlahan, semakin lama getaran meongan kolektif itu semakin terasa intens. Mereka sedang mengaktifkan warpzone namun dengan cara yang sedikit tidak biasa. Perlahan tapi pasti, cakupan warpzone mulai menyelimuti ketujuh kucing itu. Mereka telah sepenuhnya berada dalam dimensi warpzone saat ini, hanya saja warpzone yang satu ini terasa agak kelam dan hitam seakan telah terkontaminasi.
Setelah dimensi warpzone terbentuk, kucing-kucing itu mulai menyelaraskan meongan yang mereka miliki untuk memanggil sesuatu yang begitu kuat. Menarik sebuah entitas dari dunia tak terjangkau, yang begitu jauh, terdalam dan bernuansa gelap. Suasana di sekitar mereka dirasakan semakin tidak mengenakan.
Para kucing itu mulai merasakan sesosok aura kehadiran yang begitu tidak biasa dan berbeda. Kehadiran sosok yang berusia sangat tua setua legenda tentang dirinya. Hampir-hampir saja seekor dari mereka hendak buang air besar dan kecil secara bersamaan. Level kekuatan yang begitu menakutkan mulai dirasakan.
Masing-masing hidung dari kucing itu mulai mengendus kehadiran sosok tersebut. Seekor kucing dari ketujuh kucing itu lalu mengeong dengan sangat keras! Tubuhnya mulai tergeletak di tanah. Kucing itu mengalami kejang-kejang hebat seraya semua helai bulunya mengeras bak jarum besi. Seekor kucing yang sedari tadi sangat ingin buang air kecil seketika langsung kencing di tempat ia saat ini berdiri.
Kucing bercorak abu-abu campur hitam yang tergeletak itu meregang nyawanya seketika dalam ritual tersebut.
"Ternyata Dobit," gumam kucing bercorak putih agak abu-abu. "Dia layak mendapatkan penghormatan kita semua."
"Benar, Dobit harus mengorbankan dirinya untuk kemaslahatan tertinggi kaum kita. Ini semua demi seluruh kucing yang ada di dunia. Harga ini setimpal, Retus."
Kucing malang yang menjadi korban acak dari ketujuh kucing itu ternyata bernama Dobit.
Tidak ada ekspresi sedih atau kehilangan dari keenam kucing yang tersisa, padahal baru saja salah satu rekan mereka telah meregang nyawa tepat di depan mata mereka semua.
"Hampir tiba. Tuan kita hampir tiba! Kalian semua, jagalah sikap kalian."
"Gempal apa kau kencing?" tanya seekor kucing pada kucing yang ada di sampingnya. Dia dapat mengendus bau pesing menyengat itu karena berada seperempat meter dari Gempal.
Beberapa kucing sisanya mulai tertawa melihatnya.
"Kalian diamlah! Barusan apa yang kukatakan tentang menjaga sikap?" tegur salah seekor kucing yang bersikap bak ketua di antara mereka berenam.
Tidak lama setelah Dobit tiada dan menjadi korban yang diperlukan dari ritual misterius mereka, entitas yang mereka tunggu-tunggu itu mulai nampak dan berwujud. Bukan lagi sebuah kehadiran abstrak melainkan telah menjelma sepenuhnya menjadi proyeksi astral berwarna warni dengan bentuk utuh seekor kucing. Sosok itu bisa dikatakan sebuah entitas roh tanpa tubuh yang mulai terbentuk di hadapan mereka.
Para kucing itu mulai menatap takjub pada sosok tersebut. Sosok roh kucing tanpa tubuh itu perlahan mulai membuka kedua matanya. Kehadirannya memancarkan sebuah karisma bijaksana. Mata yang perlahan terbuka itu berbeda warna antara satu dengan yang lain. Mata kiri berwarna hijau mengkilat bak zamrud muda, sementara yang kanan berwarna biru tua seperti laut lepas seluas samudera. Hanya kedua mata itu saja yang terlihat berwarna dari sosok yang sisa tubuhnya seluruhnya berwarna hitam bak bayangan, sedikit kedipan warna-warni memancar mengelilingi tepi-tepi dari sosok tersebut.
"Siapa kalian?" tanyanya. Suaranya parau penuh wibawa.
Sementara itu tidak jauh dari sana, masih dalam kawasan belantara di balik tembok Batu Kunawa, sebuah entitas Niskala—tak kasat mata terdeteksi oleh seekor kucing tua. Seekor kucing yang begitu renta, berwarna coklat muda dengan bulu-bulu yang nampak telah sangat lusuh—mencirikan seberapa tua usianya, sedang merasakan sebuah kejanggalan. Kucing tua misterius yang awalnya sedang berbaring santai itu seketika membuka kedua matanya lebar-lebar. Sudah jelas seakan dia sedang merasakan suatu bahaya besar saat ini, berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Kucing tua itu langsung berduduk tegap. Radar instingnya dapat menangkap dengan begitu jelas frekuensi kekuatan luar biasa yang telah hadir di tengah-tengah mereka. Ini bukanlah pertanda bagus, pikirnya.
"Tidak mungkin," gumamnya seakan tak percaya. "Ada yang memanggil suatu Juf, yang harusnya belum dilahirkan. Ini benar-benar tindakan terlarang!"
Kucing tua berwarna coklat muda itu begitu getir dan nampak terlalu gelisah karena itu.
"Sepertinya yang kutakutkan sejak dulu sudah akan dimulai. Azab besar itu nampaknya mulai mereka jalankan, dan tidak akan lama lagi pasti akan terjadi. Tidak salah lagi! Juf yang begitu kuat itu adalah sebuah inti. Inti dari sang raja yang belum dilahirkan ke dunia. Marabahaya besar akan segera terjadi!"
Sementara itu, sesosok proyeksi kucing tanpa tubuh itu mulai menatap satu persatu keenam kucing tersisa yang telah lancang memanggil dirinya, juga menatap seekor yang telah terbaring kaku yang berada di dekatnya.
"Sekali lagi aku tanya, siapa kalian?"
"Di—dii, dia ... adalah Gempal," tunjuk kucing itu melirik Gempal. "Dan yang di seberang sana, namanya adalah Retus. Di sampingnya lagi adalah Taring, Metana, Bodet dan yang terbaring disana bernama Dobit. Sementara aku, namaku adalah—"
"Aku tidak tanya semua nama kalian! Yang kutanyakan siapa kalian...!? Berani-beraninya memanggilku ke hadapan kalian. Di alam apa ini...?" Sosok itu nampak sangat marah.
"Kami ... kami adalah para Gatan, Garong Militan. Benar, kami yang memanggilmu, Tuan."
Semua kucing yang tadi berduduk tegap seketika menurunkan badan mereka menjadi tengkurap santai dengan mata terpejam karena takut, tanda mereka semua sedang memberi takzim pada sosok kuat tersebut dengan penuh taslim–penghormatan, juga dengan rasa ketakutan yang mendalam.
"Tuan? Siapa Tuan? Aku sendiri siapa...? Dan dimana ini? Alam apa ini...?"
"Anda ... adalah raja kami, raja yang belum dilahirkan."
"Belum dilahirkan? Kenapa kalian membawaku kemari!!! Ini bukan saatnya aku disini!" bentaknya penuh kemarahan. Membuat semua kucing itu semakin ketakutan.
"Kami hanya ingin meminjam mata anda saja Tuan. Kami akan segera membawa Tuan ke dunia ini. Dan untuk itu kami butuh kekuatan besar seperti mata itu untuk mewujudkannya."
"Benar, kami akan segera membawa Tuan ke dunia ini untuk menjadi raja kami, untuk memimpin kami semua. Hanya Tuan yang bisa memulihkan warpzone dan membawa kembali cahaya keselamatan bagi semua kucing yang ada di dunia ini."
"Kalian belum menjawab pertanyaanku, di alam mana aku berada saat ini?" tanya sosok itu kembali.
"Ini adalah warpzone Tuan." Jawab kucing bernama Retus.
"Warpzone? Ini hanya dimensi antara Alam Malakut dan Alam manusia. Sementara aku tadinya berada di Alam Jabarut tertinggi untuk hewani, kenapa aku harus berada disini!!!" teriaknya.
"Maaf Tuan," sang ketua masih tertunduk takut, begitu juga dengan semua anggota Gatan yang ada disana. Kebingungan roh super kuat itu akan alam tempat dirinya saat ini berada serta pemanggilannya yang mendadak, membuat semua anggota Gatan merasa ketakutan. Mereka tidak bisa membaca suasana hati dari sosok roh tanpa tubuh yang ada di hadapan mereka itu.
Mereka khawatir sosok itu akan marah dan diluar kendali mereka.
"Tadi kalian bilang ingin membangkitkanku?"
"Ya, untuk itu kami hendak meminjam kedua mata anda Tuan." Sahut sang ketua terus terang.
"Kedua mataku ini ... adalah mata milik sang legenda. Kenapa aku bisa memilikinya?" tanya sosok itu. Entitas tanpa tubuh itu pun tidak mengetahui bagaimana dia bisa memiliki kedua mata tersebut.
"Itu karena sebelum ini, beberapa tahun yang lalu, Tuan juga pernah dipanggil kemari oleh para Gatan pendahulu kami. Mereka lah yang telah memberikan kedua mata itu pada Tuan." Jawab sang ketua.
Ternyata sosok tanpa tubuh itu sudah pernah dipanggil sebelumnya, lalu kemudian diberikan dua buah mata legendaris milik kucing peliharaan Nabi bernama Muezza oleh para Gatan sebelumnya. Nampaknya para Gatan terdahulu belum menuntaskan misi mereka untuk dapat membangkitkan sang raja. Kini tugas itu akan kembali diselesaikan oleh para generasi penerus mereka.
"Baiklah, akan kuberikan kedua mata ini pada kalian. Dan cepat lahirkan aku ke dunia busuk ini. Aku ingin segera dapat menyentuh alam materi ini secepatnya dan membuat sebuah Karma!"
"Terima kasih banyak, raja!" sahut semua kucing serentak memberi penghormatan.
Jiwa inti itu terlihat mulai melakukan sesuatu. Dia memejamkan kedua matanya. Sebuah kumpulan raj'ah ghaib berupa tulisan kuno suryani mulai terbentuk dan mengitari semua tempat di area sekitar sana. Setelah itu dua cahaya terang berpendar pun mulai muncul. Dimulai dari titik cahaya kecil yang kemudian bentuknya berangsur-angsur menjadi seukuran bola kelereng. Sepasang bola mata berlainan warna mulai berwujud di hadapan keenam kucing tersebut.
Sebuah s*****a terkuat!
Ekstraksi mata dari sosok jiwa inti itu berhasil dilakukan. Walau kedua mata miliknya melayang-layang di udara, tetapi sesosok proyeksi jiwa tanpa tubuh fisik itu masih terlihat memiliki kedua mata yang sama dengan warna berbeda, karena sejatinya dirinya dan proyeksinya hanyalah manifestasi wujud semu semata. Sosok itu bukanlah wujud asli karena sosok itu sendiri belumlah dilahirkan.
Semua kucing itu saling menatap karena saat ini mereka telah memiliki apa yang memang mereka butuhkan.
"Kami berjanji akan menggunakan mata ini untuk membangkitkan anda, Tuan. Kami akan segera meletuskan perang. Para kucing i***t yang hanya sibuk berebut wilayah atau tempat makan hanyalah sampah dan rendahan bagi kami. Bersama kekuatan anda ... kami akan mencapai tujuan terbesar. Sebagai raja, anda hanya tinggal menyaksikan apa yang akan kami semua lakukan. Saksikanlah Tuan, wahai raja para kucing, sebentar lagi anda akan segera terlahir ke dunia."
"Aku menantikan itu." Sahut sosok itu parau seraya mengeluarkan cakar-cakar di lengannya dan memancarkan aroma-aroma wisa yang luar biasa.
"Wisa yang sangat kuat terpancar dari kuku-kukunya," ucap Taring mengendus cakar-cakar yang dimiliki sosok tersebut. "Benar-benar level kekuatan seorang raja."
"Wisa cakar ini bahkan jauh lebih kuat dari cakar legendaris Judarik si Unyis Rida." Sahut Retus.
Tidak ada seekor kucing pun yang memiliki kekuatan yang selevel dengan roh tanpa tubuh tersebut. Sebuah kekuatan yang benar-benar tak tertandingi bahkan sebelum sosok itu terlahir ke dunia. Para anggota Gatan bahkan beranggapan bahwa para Unyis Rida saja tidak ada yang sebanding dengannya. Para kucing itu kini telah siap memulai sesuatu yang serius. Mereka semua tidak menyadari tengah bermain-main dengan kekuatan besar yang dapat merobek batas-batas dari alam yang berbeda.