
Bercerita tentang Dinda, tepatnya Nadinda Jasmine Sania. Meskipun masih berumur 17 tahun, tetapi dirinya sudah sadar tentang banyaknya hal yang terjadi di sekitar. Bahkan dapat dikatakan bahwa Dinda didewasakan oleh lingkungannya. Kemudian, lingkungan tersebut yang memberikan pelajaran baru yang tentunya berharga dan mewariskan pola pikir yang dimilikinya hingga kini.
Sepanjang menjalani hidupnya, Dinda selalu bertumpuan pada teman-temannya. Mulai dari persoalan yang ada pada diri sendiri, pertemanan, hubungan dengan kekasih, bahkan masalah keluarga. Selain menjalani hidup sebagai orang yang sangat pemikir sekaligus perasa, Dinda juga secara tidak langsung ikut terbebani dengan apa yang setiap temannya alami.
Mungkin awalnya menjadi teman yang baik itu adalah sebuah kewajiban. Namun, bagaimana jika kebaikan yang telah diberikan Dinda tidak berbalik kepadanya? Apa yang akan dirasakan Dinda ketika ia membutuhkan seseorang untuk berbagi cerita, tetapi ternyata satu orang pun tidak ada untuknya?
Dinda kerap kali berpikir, apakah banyaknya teman ini memberikan keuntungan yang signifikan pada dirinya sendiri? Lagipula selama ini ia merasa hanya menjadi satu-satunya pihak yang bekerja banyak untuk temannya dan telah berusaha selalu ada dan membantu dalam kondisi apapun.
Pergejolakan hidup yang terjadi membuat Dinda terus kali membatin tentang eksistensinya di dunia. Berkat hal tersebut, kondisi psikis Dinda juga sering kali terganggu sehingga menyebabkan dirinya rutin mendapatkan perasaan-perasaan sedih yang berujung pada perenungan dalam kesediriannya. Ini semua karena Dinda justru memilih untuk memendam semua pikiran dan perasaannya dibanding membagikan keduanya kepada orang lain.
Hidup Dinda pernuh cerita; tawa, cinta, dan air mata. Kira-kira, bagaimana perempuan muda ini melewati hari-hari di dalam hidupnya? Lalu, apakah ia akan bertahan? Jika tidak, apakah alasan yang mendasari keputusannya?
