"Sini duduk di sebelahku, akan ku ceritakan bagaimana seorang bajinnngan membahagiakan pacarnya."
Alfatih Devon Ŕanźœ
*****
"Tapi kalo kamu nanti ditanya bunda saya jawab saja putri Ŕanźœ." Calon menantu bunda.
******
Fani mengerjapkan matanya saat ia sampai disebuah rumah sederhana lantai 2 tapi terlihat sangat elegan, ditambah beberapa bagian dinding luar ditutupi dengan tanaman menjalar yang sampai ke atap rumah.
"Rumahnya adem, Mas. Pasti betah kalo tinggal disini," ucap Fani saat mereka turun dari mobil.
"Semua rumah itu adem, tinggal bergantung ke pemiliknya saja," jawab Altar membuka pintu.
"Assalamu'alaikum," salam Altar dan Fani bersamaan.
"Waalaikumsalam, lho Altar? Anak gadis mana yang kamu culik? Bunda suruh kamu belanja bukan nyulik anak gadis orang," cerca seorang wanita berjilbab panjang.
"Jangan su'uzhon, Bunda. Ini Fani, dia yang bantu Altar belanja, kebetulan dia belum sholat, jadi Altar ajak kesini sekalian," jelas Altar mencium punggung tangan sang bunda, Bunda Hara.
"Siang tante," sapa Fani ikut mencium punggung tangan bunda Hara.
"Namamu siapa sayang? Masih sekolah ya?"
"Alfani Devina Ŕanźœ, panggil saja Fani, Tante. Iya tadi Fani bolos sekolah," jawab Fani dengan cengiran i***t diwajahnya.
Mungkin, jika sekarang ada Devan maka dia akan mengutuk Fani karena terlalu jujur dengan perbuatan yang sangat memalukan itu.
"Lho? Kok bolos kenapa?"
"Bebas, Tante," jawab Fani mencari alasan.
"Te--"
"Tamunya disuruh duduk dulu, Bunda. Jangan diajak ngobrol terus, pegel kakinya kalo sambil berdiri," tegur seorang pria dari ruang keluarga.
"Maaf, Ayah. Ayo Fani duduk dulu. Eh? Mau sholat dulu atau bagaimana?"
"Biar dia ganti baju dulu, Bund. Dia bawa baju ganti, sekalian kita sholat berjamaah," ucap Altar membuat bunda Hara menatap tajam putranya.
"Jadi kamu juga belum sholat, Bang? Astaghfirullah, sana buruan sholat! Malu sama setan!"
"Oh iya, Fani. Kamu panggilnya bunda aja jangan tante, terus panggil ayahnya Altar itu ayah aja, atau ayah Agra gak apa-apa," ucap bunda Hara yang diangguki Fani.
"Ajak Fani ganti baju dulu, Bund," tutur ayah Agra.
****
"WHAT THE HELL?" pekik Devan membuat mama Rachel, papa Zion, Devon, dan Barga menutup telinga mereka dengan rapat.
"Jangan berteriak bodoh!" maki Devon menatap tajam adiknya.
"Papa jangan bercanda, ini demi masa depan adek ku ya. Maaf-maaf kalo selama ini kita nakal, tapi kita juga punya alasan selagi kami bisa berbicara," sinis Devan menatap Papa Zion.
"Kita bicarakan bersama nanti malam, kita runding dengan baik-baik. Abang Devan ikut mama," ucap Rachel menatap Devan lalu berjalan menuju kamar Devan.
Devan memasuki kamarnya dan langsung merebahkan dirinya dikasur dengan menjadikan paha mama Rachel menjadi bantalnya.
"Bang Devan seneng gak jagain Fani?" tanya Mama Rachel mengelus surai putranya dengan sayang.
"Seneng," jawab Devan sedikit merajuk.
"Inget kak Ata gak yang dulu sering manjain kamu?"
"Iya, Ma. Devan masih inget."
"Yang disandingkan dengan Fani itu bang Ata, bang Ata udah pulang dari Berlin, dan katanya ia menyetujui perjodohan ini, kamu percayakan sama bang Ata?"
"Devan percaya sama bang Ata, tapi jika menyangkut Fani. Maaf-maaf gak gampang, apalagi sekarang Fani lagi drop." Mama Rachel menatap tajam Devan.
"Sebenernya Fani itu anak yang baik, Ma. Kita, Devan dan Fani gak nakal kok. Kita begini hanya untuk nyari perhatian kalian, papa terlalu fokus sama kantor dan ngajarin bang Devon, bang Devon juga fokus ambil beasiswa di Amerika, mama fokus butik dan Barga. Fani cuma bisa ikut Devan, sedangkan Devan sendiri seperti ini, dan hal yang bisa Devan lakuin hanya buat jaga Fani, Devan gak rela kalo Fani pergi, gak rela!"
Mama Rachel menatap Devan dengan mata berkaca-kaca.
"Maafin mama ya, Bang. Percayalah kami sangat menyayangi kalian," ucap mama Rachel mengelus pipi Devan dengan lembut.
"Kami sayang mama dan semuanya. Percayalah, jika Fani bahagia."
"Kau yang terbaik, Bang. Sekarang jangan berbuat nakal lagi, mama capek menerima surat dari sekolah. Sekarang perbaiki semuanya sebelum terlambat, lalu kau akan mendapat beasiswa-mu," ucap mama Rachel yang diangguki oleh Devan.
"Sudah, mulai besok jangan lupa memperbaiki diri."
"Bissmillah, Ma. Mulai besok Devan akan menjadi yabg lebih baik."
*****
Fani tersenyum manis dan segera memasuki rumahnya, jam masih menunjukkan pukul 8 malam, ia baru saja pulang dari rumah bunda Hara.
"Assalamu'alaikum, Fani comeback," salam Fani saat ia memasuki ruang keluarga.
"Dari mana aja, Dek?" tanya papa Zion saat Fani selesai menyalami seisi ruang keluarga dan duduk diantara mama Rachel dan Papa Zion.
"Fani," panggil papa Zion mengelus rambut Fani dengan sayang.
"Iya, Pa," sahut Fani.
Papa Zion membisikkan sesuatu ditelinga Fani membuat Fani hampir berteriak jika tidak dipeluk oleh papa Zion.
"Tapi Fani gak siap, Pa," protes Fani kesal.
"Bang Ata lho, Dek," tambah Devan membuat Fani melotot tak percaya.
"Sama bang Ata, Pa? Kalo sama bang Ata Fani mau." Fani tersenyum lebar.
"Tadi gimana ketemu bang Ata? Di aja kerumahnya juga kan? Tante Ara lho yang tadi telfone mama."
"Huh?! Ja-jadi mas Altar itu bang Ata ya, Ma?"
"Iya. Gimana kamu bisa ketemu dia?"
"Cie... Manggilnya pake embel-embel mas," ejek Devan membuat Fani malu.
"Kita ketemu di supermarket, dia nolongin Fani ngambilin snack terus Fani bantu dia buat belanja, masa belanja disuruh beli merica bubuk malah ambilnya bawang merah," ucap Fani menggebu-gebu saat mengingat kelakuan diluar nalar yang dilakukan oleh Altar.
Fani sekarang ingat. Altar Elga Rahardian, Ata dan Altar, ia mengerti sekarang.
"Tapi tadi mas Altar kok gak bilang ya, Ma?"
"Bang Altar gak tau juga."
"Fan, panggil bang Ata gitu, kuping gue nyeri kalo lo manggilnya pake mas," komentar Devan.
"Mohon maaf, jomblo harap diam," balas Fani dengan sombongnya.
"Wah lo nge hina gue ini. Besok gue posting di IG gue kalo gue lagi nyari pacar, auto nih rumah rame sama bini-bini gue."
"Kalo kamu bawa cewek modelan kayak tante minta sawer, 100 kilo meter dari sini udah mama tebas lehernya."
Devan bergidik ngeri mendengar ancaman dari ibunda ratu.
"Istri papa kejam banget," bisik Devan pada papa Zion.
"APA?! KALO MAMA KEJAM GAK AKAN MAMA LAHIRIN KAMU! BIAR TETEP DIPERUT SEKALIAN MATI!"
"Kalo Devan mati ntar mama nangis, dulu aja pas Barga lahir gak normal mama pingsan," ejek Devan membuat mama Rachel melotot.
"Barga normal ya, Bang. Cuma Barga lahir 2 bulan lebih cepet," balas Barga tak mau kalah.
"Itu namanya gak normal tololl! Makanya jadi orang jangan pinter-pinter banget, sekali-sekali b**o!"
"Van, ambilin map di laci kerja papa deh," ucap papa Zion. Devan mendongak.
"Buat apa, Pa?"
"HAPUS NAMA KAMU DARI DAFTAR KELUARGA!"
######