"Tante anaknya nakal! Kutuk aja dia tapi jangan jadi batu, jadi jodoh aku aja."
Alfian Devan Ŕanźœ
"Kamu! Iya kamu yang baca ini. I love you?"
Alfatih Devon Ŕanzœ
*****
Fani menatap kesal pada Altar yang tengah fokus menyetir mobil disampingnya. Pagi hari Fani berbohong pada mama Rachel jika ia tidak enak badan agar tidak berangkat sekolah, tapi Altar malah menjemputnya dan memaksa pergi ke dokter yang berujung Fani misuh-misuh didalam mobil Altar.
"Kita mau kemana sih, Mas?!"
"Mau ke kampus sebentar, mas mau ngasih tugas dulu sama mahasiswa," jawab Altar tenang.
"Astaghfirullah. Penampilanku kayak gini," ucap Fani menatap penampilannya yang diluar ekspetasi.
"Kenapa? Gak ada yang salah sama penampilanmu, jumpsuit kamu juga wajar," balas Altar sedangkan Fani hanya mengangguk pasrah.
*****
Mobil Ferrari warna merah berhenti tepat diparkiran kampus Gelora khusus untuk orang-orang penting. Keberadaan mobil itu cukup menyita perhatian seluruh penduduk kampus yang berada disana.
Altar keluar dengan santai hanya menggunakan celana selutut dengan atasan kaos hitam dan jas yang ia tenteng di lengannya. Disisi bagian kiri dengan santai Fani keluar dengan jumpsuit rok selutut dipadukan kaos pendek berwarna putihnya.
Fani langsung berlari dan berdiri di samping Altar setelah selesai memakai marker dan menggerai rambutnya agar tak dikenali, sedangkan Altar merangkul pundak Fani juga menutupi bagian atas Fani agar tidak terkena panas matahari yang menyengat sangat kuat.
"Wah siapa tuh cewek yang sama pak Altar?"
"Pak Altar sama siapa tuh?"
"Gila mobilnya pak Altar keren banget."
"Kalo gangnya Talita tau habis tuh cewek."
"Gue juga pingen digituin anjir."
"Pak Altar romantis banget astaga."
"CALON IMAM KU...."
Fani menggelengkan kepalanya pelan mendengar beberapa mahasiswa yang membicarakannya dan membanding-bandingkan nya dengan seseorang yang ia pikir ratu kecantikan Gelora.
"Selamat siang, Pak Altar. Ra--"
"Saya sudah katakan bahwa saya hari ini tidak bisa kenapa anda seenaknya mengubah jadwal saya?!" Altar menatap wanita didepannya dengan tajam.
"Maa--"
"Saya tidak butuh maaf kamu, katakan pada pak Pandu jika saya datang telat," ucap Altar lalu menarik Fani untuk masuk kedalam ruangannya.
"Mas jangan galak-galak ya! Serem!"
Altar terkekeh mendengar protes Fani yang kini duduk di singel sofa ruangan Altar.
"Iya," sahut Altar.
"Kantinnya dimana? Fani laper pingen makan," tanya Fani mengelus perutnya yang sekrang berubah menjadi pabrik pembuangan makanan.
"Pesen aja ya? Jam sekarang kantin ramai."
"Gak apa-apa, jalannya kemana?"
"Di samping kanan gedung ini, kamu tinggal turun kelantai dasar terus belok kanan ntar ada kantin," ucap Altar membuka dompetnya dan memberikan lebih dari 5 lembar uang berwarna merah kepada Fani.
"Makan sepuasnya, mas tinggal rapat sama dosen dulu, kalo sudah selesai balik kesini lagi, kalo ada apa-apa langsung telfone mas aja." Fani menatap Altar yang sedang mengeluarkan ultimatum ala bapak kenapa anak balitanya. Hey! Fani sudah besar, walau beluk mendapatkan KTP.
"Iya, Mas. Fani keluar dulu, ini Fani pinjem laptopnya ya," ucap Fani membawa laptop berwarna hitam lalu keluar dari ruangan milik Altar.
Sepanjang Fani keluar dari ruangan milik Altar yang ada dilantai 2, semua pandangan mengarah pada Fani. Fani menatap dirinya dari atas dan bawah, ia aneh?
Mungkin mereka saja yang baru melihat malaikat berwujud manusia. Tapi saat ia akan berbelok menuju kantin, mata langsung membulat dan menatap kakinya.
SWALOW!
Shit!
Fani menatap nanar kakinya yang memakai sandal swalow berwarna hitam yang menjadi alas kakinya. Lalu mengeluarkan ponsel made in China, memotret kakinya lalau menjadikannya sebagai status w******p dan ia posting di instagramnya.
"Ngenes banget gue," gumam Fani melangkah memasuki kantin, menuju stand makanan untuk memesan.
"Bu, Bakso lava jumbonya seporsi, salad sayurnya satu, siomay nya seporsi, jus tomat satu, dan burgernya satu," ucap Fani membuat beberapa mahasiswa disekitarnya menatap dirinya dengan ngeri. Fani hanya nyengir dan duduk dimeja kosong, membuka laptop milik Altar yang cukup menyita perhatian para mahasiswa, terutama anak didik dari Altar. Pasalnya, laptop yang kini sedang Fani bawa adalah laptop yang biasanya Altar bawa untuk mengajar. Apalagi dengan stiker bertulis 'Kakashi-sama' dalam tulisan Jepang yang sudah diketahui banyak orang. Laptop legend seorang Altar yang tidak sembarang orang boleh menyentuh nya, bahkan mahasiswa nya sendiri tidak ia perbolehkan.
"Lo siapanya pak Altar?" Fani menatap segerombol mahasiswi yang mengerubungi mejanya. Sepertinya mereka adalah salah satu gang yang suka mem-bully seperti di novel-novel yang ia baca di platform orange.
"Lo siapa?" balas Fani acuh sambil memutar episode 009 dari anime Naruto.
"Lo jangan macem-macem sama gue! Dan gue peringati sama lo buat jauhi pak Altar! Karena pak Altar milik gue!"
"Oh." Oh ayolah!
"Bocil! Boca--"
"Umur gue masih 16 tahun, pak Altar 28 tahun, terus lo pikir hubungan kita apa? Gue keluarga dia dan lo? Lo cuma mahasiswi yang seenak jidatnya nge klaim milik seseorang seolah itu semua mudah didapatkan seperti barang pasaran." Fani menatap mahasiswi yang sepertinya ingin membuat perang dengannya.
"Pesanan gue dateng, lo semua pergi, gue laper mau makan," ucap Fani mengusir mahasiswi disekitarnya dengan kesal. Mendengar ucapan sarkas dari mulut Fani membuat seisi kantin tertawa, seorang gang mahasiswa kalah dengan omongan anak SMA yang masih 16 tahun, bahkan belum genap 17 tahun.
Setelah gerombolan itu pergi dengan hati yang mungkin kesal sendiri, 2 wanita paruh baya penjual dikantin mengantarkan pesanan nya.
Fani menatap takjub bakso jumbo dihadapannya, beratnya 3 kilo dan ini sungguh diluar imajinasinya.
ALPATIH DEPON
Pani makan-makan dong?
10.04
Yang SW itu? Abang juga makan-makan, lihat SW abang
10.06
Sontak Fani melihat story w******p milik Devon dan ternyata oh ternyata, menakjubkan sekali.
Dengan kesal Fani meletakkan ponselnya diatas laptop dan mulai menyantap bakso lavanya dengan tenang.
Kampus elite memang menyenangkan.
"Anak kecil barbar banget," ucap seorang mahasiswi duduk di samping Fani dengan tenang. Fani menatap tajam kearah mahasiswi yang seenaknya duduk tanpa permisi dan malah menatap dirinya dengan cengiran konyol.
"Lo anaknya mr. Ŕanźœ kan?" Fani menghentikan acara makan baksonya dan mengelap bibirnya yang belepotan sambal dengan tissue.
"Kok tau?" tanya Fani bingung.
"Gue sepupunya kak Altar. Nama gue Kila, karena kita bakal jadi keluarga panggil aja Kiki," ucapnya mengambil siomay milik Fani. Fani hanya ber oh ria sambil tersenyum, tadi di mobil Altar mengatakan bahwa mempunyai sepupu yang bernama Kiki dan mereka sekampus.
"Perut lo karet banget dah," komentar Kila saat Fani menggeser bakso lavanya yang tinggal setengah lalu memakan burger.
"Gue masih 16 tahun, umur dimana masanya pertumbuhan, dan ini cara gue tumbuh."
"Lo kagak diet? Ya you know lah ya banyak seusia kita yang diet takut gemuk," ucap Kila mengambil bakso kecil yang ada di bakso lava dan memakannya lalu menutup mulutnya sambil melotot, pedas!
"Bangke pedes banget anjir," maki Kila meminum s**u kotak yang ia bawa tadi.
"Bagi gue biasa, lo nya aja yang gak cocok sama pedes," ucap Fani dengan nada mengejek, Kila melotot menatap Fani tak percaya.
"Wajah lo kek bule tapi selera lo orang indo asli anjir."
"Gue ya gue kan tinggal disini dari orok walau gue lahirnya di Jerman," ucap Fani tertawa lalu mereka mulai bercanda dan saling mengerjai satu sama lain. Hingga-
"Umurnya 16 tahun, ngaku keluarganya pak Altar, tapi bukan siapa-siapanya. Dasar simpanan om-om! b***h!"
#####