Aku sudah berbaring diranjangku lebih dari empat hari meratapi nasibku yang menjadi sebatang kara. Aku tidak siap berdiri sendiri atau melawan arus dunia. Saat Dad meninggal aku butuh seseorang yang memegangku dengan erat, membantuku berjalan. Dan Mom dengan sabar membantuku meski dia juga sangat terluka dengan kehilangan Dad.
"Kamarmu sangat bau! Keluarlah aku akan membersihkannya." James menarik selimut yang menutupi tubuhku selama beberapa hari ini.
Aku tahu dia ingin menghiburku dengan caranya sendiri. "Biarkan saja!"
"Harper.. Keluarlah dari sarangmu ini. Banyak yang peduli dan mengkhawatirkanmu." Ucapnya tenang.
"Aku tidak menyuruh mereka untuk melakukan itu padaku." Kataku sambil bergerak pelan untuk membentuk tubuhku seperti gumpalan janin.
"Kenapa kau itu keras kepala?" Suara James dingin dan menyayat.
"Keras kepala? Kau tidak mengerti perasaanku yang kehilangan ibuku."
"Jangan lupa! Aku juga kehilangan Mack."
"Kita berdua berbeda."
"Aku tahu. Aku sudah beberapa kali kehilangan orang terdekatku. Ibu, adikku dan sekarang Mack."
"Aku tidak bertanya tentang kehidupanmu." Ucapku sedingin mungkin.
"Tapi kau harus tahu karena sekarang kau bagian dalam hidupku." Balas James tenang.
"Aku tidak ingin menjadi bagian hidupmu. Kita berdua kacau."
"Kau harus! Karena sejak aku melihat fotomu dari Mack kau sudah menjadi bagian hidupku."
"Kau sudah gila." Bentakku.
"Aku tahu."
"Rose ingin bertemu denganmu." James mengalihkan pembicaraan aneh diantara kita berdua. Dan aku bersyukur.
Semua orang yang mengenalku ingin bertemu denganku untuk mengatakan kata-kata yang membuatku marah. Aku tidak apa-apa. Aku hanya butuh waktu untuk sendirian. Memikirkan semua ini dengan kepalaku sendiri.
"Kemarin ada seorang anak laki-laki yang datang." Lanjutnya.
Aku tidak peduli.
"Kalau aku tidak lupa.. Namanya Mike."
Aku akan senang jika Mike mencariku kerumah tapi bukan di waktu sekarang. Aku tidak ingin bertemu siapapun.
"Keluarlah!" Pintaku pelan.
Kenapa suaraku begitu kecil?
"Kau perlu makan. Sudah beberapa hari perutmu kosong."
Aku tidak ingat perutku kosong. Pantas saja suaraku kecil.
"Aku butuh lebih banyak waktu sendiri." Aku tidak tahu berapa lama lagi aku ingin sendirian. Aku hanya ingin tidur dan melupakan semua yang sudah terjadi, mungkin ini hanya mimpi saja.
Mataku semakin berat sampai aku tidak memperdulikan apa James sudah keluar dari kamarku apa belum.
"Harper, ini belum berakhir.. " Aku bisa merasakan seseorang naik ke kasurku tapi aku terlalu lelah untuk membuka mata, mencari tahu siapa.
"Aku akan menjagamu." Tubuhku ditarik kedalam pelukannya. Seperti katanya, akan menjagaku. Aku dipeluk sangat erat sampai aku tidak sadar menangis lagi. Malam itu aku menangis dalam pelukan James sampai aku tertidur.
-
Aku menatap pantulan cermin. Penampilanku sangat menakutkan, kedua mata bengkak, hidung merah dan aku terlihat menyedihkan. Ini bukan yang diharapkan Mom, aku harus berdiri sendiri sekarang untuk merencanakan masa depanku.
Mom akan kecewa jika melihat putrinya seperti ini. Saat Dad meninggal, Ia begitu berjuang untukku tanpa peduli dengan kehilangannya. Lalu kenapa aku harus cengeng? Benar apa kata, James, masih banyak orang yang peduli padaku. Aku tidak akan bersikap seperti ini lalu mengecewakan orang yang peduli padaku.
Setelah selesai mencuci muka dan menggosok gigiku, aku turun ke lantai bawah untuk mencari James.
"Aku lapar." James yang berdiri di dekat kompor berbalik kearah ku. "Mungkin ada makanan yang bisa masuk ke perutku?" Aku masih berdiri di ambang pintu dapur. Ada kecanggungan yang begitu terasa di antara kami.
"Tunggu sebentar, aku akan membuat sesuatu." Aku bisa melihat senyum James yang tulus untukku lalu sorot matanya begitu hangat.
Aku duduk lalu melihat punggung James yang lebar. Ia begitu serius membuat makanan untukku.
"Rose dan Amber tadi kesini." James berbalik dan menggigit bibir bawahnya. "Mereka berdua terlalu berisik."
Aku bisa mendengar suara tawa dari James dan aku ikut tertawa.
"Aku ikut senang kau memiliki sahabat seperti mereka, mereka sangat peduli padamu." Aku menunduk. Mataku melihat meja makan yang berwarna cokelat ini, setiap kali aku meninggalkan sisa makanan, Mom, akan membersihkannya sambil mengomel.
Aku menegang saat James mencium atas kepalaku sebelum berbisik, "Aku membuat omelet."
"James.. "Erangku kesal. Dia tertawa berbahak-bahak karena berhasil menggodaku. Kali ini aku ikut tertawa dengan bebas.
Aku makan cukup banyak yang membuat James menyipitkan matanya.
"Hei.. Aku makan sedikit beberapa hari terakhir jadi aku membalasnya sekarang." Belaku saat melihat James mengeluh makanannya yang kuhabiskan.
"Dasar rakus." James menumpuk piring kotor di depanku.
Aku yang masih kenyang dan bingung menatap James pergi begitu saja meninggalkan piring dan dapur yang berantakan.
"Bersihkan semuanya untuk menurunkan lemakmu." Suara James dari ruang tamu.
"JAMESS!!" Teriakku kesal.
"Jangan berteriak, hemat tenagamu untuk membersihkan rumah." Aku bisa mendengar suara televisi. "Setelah dapur ada banyak baju kotor yang menunggumu." Suara televisi mati.
Aku menghampiri James yang berbaring di sofa.
"Kau tahu, aku terlalu lemah untuk membersihkan itu semua." Aku berkacak pinggang untuk menunjukkan egoku.
"Bukannya kau sudah makan barusan?" Tanya James menyeringai.
"Iya, tap-"
"Jadi tidak ada masalah."
Mataku melotot pada James. "Jangan melotot padaku, kau kelihatan mirip hantu boneka itu." Aku mengambil bantal sofa yang terdekat denganku, lalu melemparkannya pada muka James.
"Harper, sudah kubilang jangan buang-buang tenaga." James duduk di sofa dan menepuk ruang kosong disebelahnya.
Aku mendekat dan duduk di sampingnya.
James menghela napas lalu menoleh padaku. Aku yang terlalu kaget langsung refleks mundur kebelakang.
"Berlebihan sekali." Dengusnya. Aku yang masih mengatur jantungku tidak meresponnya.
"Salah siapa tiba-tiba membuatku kaget." Aku mengusap-usap dadaku untuk membantu menenangkan diri.
Kepala James bersandar pada pundakku, kedekatannya membuatku menjadi pusing. Aroma tubuhnya yang bisa kucium dengan jelas, tarikan napasnya yang begitu pelan lalu wajahnya yang tampan namun kelihatan lelah menemani kesunyianku.
"Kita hanya berdua." Ucapnya pelan. Aku bisa merasakan kalau James sudah memikirkan banyak hal selama aku berkabung di dalam kamarku.
Aku diam dan ingin mendengar setiap pikirannya.
"Lalu aku berusaha menjagamu." Aku secara tidak sadar memeluk James, bahkan kakiku sudah naik ke pangkuan James.
Aku menggigit bibir bawahku, merasakan tangan James memijat betisku dengan lembut.
"Jam-" Ucapanku tidak selesai saat pinggang ku ditarik. Aku sudah duduk diatas paha James.
"Apa kau masih ada tenaga?" Aku belum bisa menjawab ketika pahaku di elus perlahan-lahan oleh tangannya. Elusan yang semakin naik ke paha atasku.
"Harper, jawab aku?" Desaknya. Aku mengangguk karena tidak mampu membuka bibirku. Aku takut akan mengeluarkan suara-suara aneh.
"Good." Tubuhku diangkat dan aku langsung berpegang pada leher James agar tidak terjatuh.
"Kita mau kemana?" Bisik ku di leher James.
"Harper, tutup matamu." Bisikan James yang begitu lembut membuatku menutup mata. Leherku basah ketika bibirnya mencium.
Langkah kaki James yang pelan dan hati-hati membuat aku tidak santai dalam pelukannya. Apa James akan melakukan 'itu' padaku? bagaimana kalau keperawananku hilang hari ini? Sial, aku belum membersihkan diri.
Aku bisa merasakan saat James menurunkan tubuhku, hal pertama yang kurasakan adalah kedua kakiku menyentuh lantai yang dingin.
"Buka matamu." Aku membuka mata lalu..
"Ini bukan kamarku, ini.. "
"Selamat mencuci pakaian." James melenggang pergi meninggalkan ku yang masih bingung.
"JAMES!" Teriakku kesal.
-
Seminggu kemudian aku bisa ikut tersenyum mendengar lelucon Rose dan Amber. Mereka terlalu berusaha untuk menghiburku yang mencoba bangkit kembali. Aku sungguh tidak ingin membuat mereka harus ikut dalam kesedihanku.
"Harper, kau yakin baik-baik saja?" Tanya Rose di suatu hari saat jam makan siang. Aku memang belum banyak bicara seperti sebelumnya.
"Fine, hanya sedikit memikirkan ibuku." Aku ku tersenyum. Rose balas tersenyum lalu menggenggam tanganku.
"Tentu, ayo pikirkan sebanyak yang kau mau. Namun kau juga harus bergerak maju ke depan."
"Ingat, kalau butuh sesuatu. Aku ada disini untukmu."
Amber datang membawa makanannya, dia cemberut melihat aku dan Rose yang terlihat intim.
"Sungguh, aku tidak suka pada kalian berdua yang suka melakukan ini dibelakangku." Tunjuk Amber pada tanganku yang masih di genggam Rose.
"Sorry," Kataku terkekeh.
"Baiklah, kali ini aku tidak akan marah pada kalian karena aku punya sesuatu yang harus kalian dengar."
Aku dan Rose saling melirik satu sama lain. Kita berdua sudah hapal apa yang di maksud Amber. Gossip baru dan yang akan terjadi secepatnya.
"Aku tidak sengaja mendengar kalau Mike akan mengajakmu pergi."
Aku tidak tahu harus merespon seperti apa. Sejujurnya, aku sudah tidak terlalu menyukai Mike. Hanya saja Rose dan Amber tidak tahu yang sebenarnya.
"Kau yakin?" Selidik Rose memicingkan matanya pada Amber.
"Aku yakin." Balas Amber serius.
"Teman-teman, aku harus mengatakan sesuatu yang cukup penting." Aku menarik napas pelan-pelan. Mereka berdua harus tahu. "Ak-"
"Amber, kau benar." Potong Rose tiba-tiba. "Mike kearah kita.."
Aku menoleh kebelakang.
Mike melambaikan tangan kearah meja kami.
tbc lagi..