Jaymad Jansen

1584 Kata
Emma menarik napas perlahan, membiarkan seluruh oksigen masuk ke dalam paru-parunya, mencegah kematian muda dari rasa shocknya. Saat Dean Hamprey tunangannya memutuskan pembatalan acara pernikahan mereka yang akan di gelar seminggu lagi. Ini terlalu mendadak dan Emma tidak tahu harus berpikir atau melakukan apa untuk selanjutnya? Pikirannya kosong dan udara seakan tidak ada lagi untuknya. "Ems?" Panggil Abby. "Jangan terlalu di pikirkan," Lanjutnya dengan santai. Jangan di pikirkan! Andai saja dia bisa. Kalau dia hidup sendiri, tidak ada keluarga, orang terdekat, teman bahkan tetangga, Emma tidak akan memikirkannya malah akan bersikap masa bodoh. Namun sekarang? Seluruh isi kota tahu akan ada pernikahan antara Emmally Jonas Grave, gadis kesayangan kota. Dan sekarang bagaimana? Jika calon mempelai prianya pun tidak ada. "Aku harus menikah minggu itu juga, dan carikan siapa saja yang mau menikah denganku?" Racau Emma. Beberapa pengunjung memperhatikan mereka. Dua gadis cantik dan terkenal dengan nama besar keluarga menarik perhatian. "Gila!" Bentak Abby. Dia tidak peduli orang-orang yang memperhatikan mereka. Abby yang biasanya santai dan tenang sekarang tidak lagi. "Abs, tolong aku? Aku tidak ingin nama keluarga Grave tercoreng, Dad pasti akan kena serangan jantung jika tahu tentang ini" Emma meringis ketika mengatakan kalimat terakhirnya. Dia tidak ingin merusak nama Grave. Abby tampak serius memikirkannya sampai.. "Oke, aku punya ide. Bagaimana jika kakakku yang jadi mempelainya?" Tawar Abby senang. Jaymad Jansen. Pria bad boy, pemberi masalah bagi yang dekat dengannya. Emma sudah mengenal Jay selama waktu hidupnya, bukan mengenal secara dekat-berbicara. Dia mengenal secara sepihak itu juga karena Emma bersahabat dengan adiknya, Abby. Emma bahkan tidak perlu repot-repot untuk mencari tahu berita terbaru Jay seperti para gadis di kota ini. Emma akan jadi orang pertama yang tahu masalah yang sedang terjadi dengan, Jay. Terima kasih pada Abby selalu membahas setiap tingkah laku Jay yang terbaru dan Emma tidak terlalu peduli. Dia tidak pernah ingin terlibat dengan orang seperti Jaymad Jansen. Bahkan terkesan menghindarinya. "Apa kau gila?" Emma berteriak. Sekali lagi para pengunjung Cafe memperhatikan mereka. "Ew. Seperti tidak ada pilihan saja" Kata Emma sambil melotot. "Memang tidak ada, Ems." Bentak Aby. "Jika berita ini sampai tersebar ke luar, nama besar keluarga Grave akan hancur. Lagi pula, Jay, tidak buruk sama sekali." Dia terlalu bagus untuk Emma. Emma hanya membutuhkan pria manis dan tidak neko-neko. Jay tidak baik untuknya, dia berpetualang, Dewa Seks, dan tidak terikat. "Kita tidak akan cocok, Abs" Emma menopang dagunya. "Cocok, Jay akan mengajarimu berbagai gaya Seks. Dia Dewa Seks." Kekehan Abby. "Tidak. Aku tidak tertarik" * "Lebih keras, Ayo Babe? Gunakan lidah dan mulutmu untuk memuaskan penisku." Racau Jay, kedua tangannya sibuk meremas kepala gadis berambut pirang yang berjongkok di bawahnya. "Aku suka. Kau pandai.. " Sekali lagi Jay mengeluarkan benihnya di mulut gadis yang sudah memberi kepuasaan setengah Jam yang lalu. "Sayang.. " Goda sang gadis, berdiri lalu mengusap sudut-sudut mulutnya yang kotor bekas s****a Jay, "Ayo kita lanjutkan?" Berpindah duduk, mengangkangi Jay. "No. Aku sibuk dan cepat keluar dari Apartemenku" Jay mendorong bahu gadis iti cukup keras hingga terjatuh ke bawah. "Sialan, Kau Jay" Dia bergegas bangkit lalu keluar dari ruang tamu. Jay tidak memperdulikan sama sekali. Dia sudah cukup puas malam ini hanya dengan bermain sedikit. * "Emma, bagaimana persiapan pernikahanmu?" Jonas Grave bertanya, di usiannya yang sudah tidak muda lagi dia mampu memimpin kota. Ya, dia Walikota yang paling di hormati dalam sejarah penduduk kota kecil di bagian selatan Chicago. Jonas sudah memimpin lebih dari separuh hidupnya, berbekal nama besar Grave, dia sukses melenggang ke ranah politik tanpa saingan berat. Nama Grave sendiri, adalah satu penjuang pembebasan Kota dari para penjajah zaman dulu, hingga sampai saat ini masyarakat sangat menghormati. "Baik," Emma berhenti membaca buku, sebuah buku yang tidak dia mengerti sama sekali. "Bagus," Jonas Grave membuka halaman baru majalah yang sedang dibacanya. "Dad?" Panggil Emma pelan. Jonas mendongak dari Majalah bisnis. "Seandainya pernikahanku di tunda, bagaimana?" Jonas menutup majalahnya, melepas Kacamatanya lalu menaruh di saku Kemeja."Nama keluarga Grave akan tercoreng, selama ini nama besar Grave penuh akan prestasi dan jika sampai pernikahanmu gagal, semua prestasi nama Keluarga Grave akan hilang begitu saja, tidak ada yang mengingat. Hanya pernikahan Grave yang gagal selalu di ingat." Emma menunduk. "Ems, jangan kecewakan." Emma mengangguk. Setelah beberapa menit berlalu, dia pamit untuk tidur. Berbaring terlentang mendengar suara beberapa hewan malam, menemaninya untuk mencari jalan keluar. Apa tuhan sedang kasihan padanya saat membutuhkan pertolongan, Abby sahabatnya menelepon. "Ems, aku punya kabar buruk untukmu" Suara Abby begitu kecewa. Ada perasaan lebih buruk yang akan menimpanya. "Aku melihat Dean bersama seorang gadis di Kota, dan dia Mia Waskin." Penjelasan Abby membuat Emma marah. Sial. Kenapa harus seperti ini? Dean Hamprey, teman SMP yang berujung teman dekat, tidak ada kata cinta di antara mereka. Hanya saling menguntungkan saja untuk kepentingan masing-masing, hingga ajakan bercanda soal pernikahan yang berakhir di tengah jalan. "f**k. Harusnya dia lebih pintar jika mau memuaskan penisnya yang sudah membengkak. Apa dia t***l? Orang-orang belum tahu jika kita sudah berpisah." Racau Emma kasar. Napasnya menderu berat, keringat dingin keluar dari kepala dan leher. "Yang lebih bodoh dirimu, mau-maunya di jilat dia." Sindir Abby. "f*****g, Akan ku bunuh dia!" Umpat Emma kesal. "Berhentilah mengumpat Ems, tidak menyelesaikan masalah ini sedikit pun. Sekarang bagaimana?" Tanya Abby. Tarik napas pelan, "Berikan nomor Ponsel Kakakmu," "Akhh.. Aku suka." Teriak Abs dari sana. "Kau jadi adik Iparku paling keren, Ems. Sungguh aku selalu mengharapkan ini dari dulu." Emma sesekali menggeleng, mendengar ocehan sahabat baiknya. "Aku lebih suka kita jadi sahabat," "No. No. No." "Abs, aku harus tidur dan besok pagi saat aku check ponselku, nomor Kakakmu harus sudah ada di inbox pesanku." Emma menutup sambungan telepon secara sepihak. Menutup mata dan mencoba untuk tidur agar sedikit berkurang masalah berat yang dia hadapi. Tuhan bantu aku, doa Emma sebelum terlelap. - Jay baru saja keluar dari kamar mandi saat Ponselnya terus berbunyi, dia sedikit mengernyit saat melihat layar Ponselnya, nomor seseorang yang tidak pernah terbayang sama sekali. "Hallo?" Sapa Jay. "Aku butuh bertemu denganmu, sekarang juga, dimana?" Tenang Jay, "Di tempatku sekarang" menyeringai. "Tunggu? Kau tahu aku?" Suara kaget terdengar dari sana. Sangat tahu, karena apa? Karena dia gadis yang selalu Jay inginkan di tempat tidur saat tidak sengaja melihatnya telanjang bersama Adik kecilnya di kamar. "Emmally Jonas Grave," Cukup itu. Tersenyum. Jay mempunyai firasat baik tentang ini, akan ada hal menguntungkan selanjutnya. Dia segera berpakaian santai untuk menyabut gadis idamannya sejak lama. - Berdiri di depan pintu Apartemen orang yang tidak terlalu dekat dengannya, membuat Adrenalinnya memacu begitu cepat. Apalagi orang yang akan di temuinya adalah Jaymad Jansen. Menekan bell beberapa kali. Jay membuka pintu. "Silakan, aku sudah menunggu." Katanya dengan suara berat. Emma di takdirkan untuk menjadi orang yang ditakuti oleh semua orang di tambah lagi dengan nama keluarga Grave yang melekat padanya, semua orang tunduk padanya. Tapi sekarang, nama Grave tidak membantu sama sekali saat berhadapan dengan Jaymad Jansen. Dia begitu terpengaruh untuk tunduk padanya. "Tidak seperti biasanya seseorang sepertimu meminta bertemu denganku?" Tanya Jay, menyender pada dinding pintu. "Mungkin, mulai saat ini kita harus terbiasa untuk bertemu." Emma meyilangkan lengan di d**a, berdiri cukup angkuh di depan Jay. Menyeringai, "Itu terlalu menggiurkan untuk di coba," berdiri tegak, melangkah mendekati Emma. "Menikah denganku?" Pinta Emma spontan. Jay berhenti tepat tiga langkah di depan Emma. "Pernikahan ini tinggal menghitung hari, aku butuh bantuanmu untuk menjadi pengantin Pria." Raut wajah Emma tidak bisa tergambar, hanya ketakutan akan usahanya gagal. "Yang kutahu, Dean Hamprey yang harusnya menjadi Pengantinnya" Tanya Jay menaikkan sebelah alisnya. "Dia mundur," Emma tidak ingin Pria di depannya kasihan akan nasibnya yang menyedihkan ini. Di tinggal calon Pengantin Pria. "Dan aku dapat apa jika menikah denganmu?" Jay berjalan mengelilingi Emma, menyelidiki setiap bagian tubuh Emma yang terbalut gaun. Selama hidup mengenal keluarga Jansen, Emma melupakan satu hal, Keluarga Jansen terkenal akan kelicikkannya. Meski Abby sahabatnya terkesan polos, dia sudah menyimpan darah kelicikkan yang akan di gunakannya saat terdesak. Dan Jay, Orang di depannya sekarang sedang menggunakan akal liciknya. "Uang, mungkin?" Bisik Emma tidak yakin. "Aku sudah terlalu banyak uang, aku ingin tubuhmu." Menjilat Telinga Emma dari belakng, Jay merapatkan bagian depan tubuhnya dengan punggung Emma. Tidak tahu sama sekali apa yang harus di katakan, Emma memilih untuk menutup matanya dan mengigit bibir bagian bawahnya saat telapak tangan Jay meremas bokongnya. "Bagaimana?" Suara serak Jay berbisik. Mengangkat dengan mudah tubuh Emma, lalu membawanya ke kamar. "Oke" - Beberapa orang tampak kebingunan saat nama pengantin Pria berubah menjadi Jaymad Jansen, bukankah seharusnya Dean Hamprey. Mereka tidak berani mempertanyakan lebih lanjut, yang sama artinya mencari masalah dengan keluarga Jonas. "Terima kasih," Emma mendengar Jay mengucapkan kata itu, Ia tidak sengaja melewati kamar di dekat kamar mandi, dan terdengar suara suami barunya. "Aku tidak butuh banyak kata terima kasih, Jay. Aku butuh salah satu pulau dan Mobil" Kini suara Abby sahabatnya. "Ambil berapa pun yang kau inginkan, Abs." "Thanks, Brother. Dan sialan kenapa Dean Hamprey begitu saja menerima uangmu. Apa dia tidak mencintai sahabatku yang begitu baik." Seluruh tubuh Emma merinding. Sebenarnya apa yang mereka lakukan? "Karena dia tidak mencintainya, Abs. Aku hanya ingin menyadarkan Emma jika aku mencintainya sejak dulu." Emma berpegang pada dinding. Ini terlalu aneh. "Dengan cara licik, Huh. Tapi aku setuju denganmu. Dean tidak cocok sama sekali dengan Ems, dia hanya memperalatnya untuk bisnis" "Jadi terima kasih, Abs." Emma sadar satu hal, Keluarga Jansen sangat licik dan dia harus membalasnya. Tersenyum penuh arti, Emma berjalan menjauh dari tempat kakak beradik yang sedang berbicara. Jay. Tunggu aku akan membalasmu? Begitu juga dengan sahabatnya Abby.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN