Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan ALLAH SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Qs. Al-Ahzab: 59)
"Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya."
(HR. Abu Daud)
"Karena pada dasarnya perempuan itu bukan murahan, hanya saja mereka tidak tahu seberapa berharganya diri mereka"
"Ay, bangun, Ay subuh Ay subuh" gue mengerjapkan mata perlahan dan berjalan sempoyongan untuk ngebukain pintu.
"Akhirnya bangun juga, ayo buruan shalat subuh, kita ada tausiah di mushalla asrama" Uty menepuk pipi gue pelan dan gue hanya tersenyum, gue narik langkah jalan ke kamar mandi dan ngambil wudhu, selesai wudhu gue langsung aja nyusul dua sahabat gue yang memang udah lebih dulu kesana.
"Jika kamu kebingungan dari mana harus mulai memperbaiki diri? Maka perbaikanlah lebih dulu shalatmu. Lalu lihatlah bagaimana Allah akan mengubah hidupmu" Itu adalah kalimat penutup untuk tausiah subuh hari ini, tausiah yang bertemakan hijrah.
"Aya, sehat Dek?" gue mengangkat kepala gue dan tersenyum melihat Kak Alvira sekarang,
"Alhamdulillah sehat Kak, Kakak sendiri? Tausiah Kakak bener-bener bikin adem" balas gue sembari ikut berdiri menyepadankan tubuh kami.
"Kamu mah bisa aja, Alhamdulillah Kakak juga sehat, Ayah Bunda sehat Dek? Kalau Aya pulang, sampaikan salam Kakak untuk mereka" di asrama Kak Alvira memang terkenal cukup ramah, bukan karena Kak Alvira menyandang status sebagai ketua asrama putri ini, tapi memang pembawaan Kak Alvira yang selalu teduh dan ramah.
"Insyaallah akan Aya sampaikan, Kak, boleh Aya nanya sesuatu?" tanya gue sedikit ragu, jujur aja gue benar-benar sangat penasaran kenapa gue sulit banget untuk tenang dan bahagia bahkan ditengah keluarga yang gue punya, apa yang salah dengan gue?
"Aya punya masalah? Ayo ke kamar kakak, kita bicara disana" gue mengangguk setuju dan mulai mengikuti Kak Alvira masuk ke kamarnya, "Assalamualaikum" ucap kami bersamaan.
"Duduk Ay, jadi apa yang ingin Aya tanyakan?" tanya Kak Vira to the point.
"Begini Kak, Aya sendiri gak tahu harus mulai cerita dari mana, Aya sendiri bingung apakah ini bisa dianggap sebagai suatu masalah atau enggak?" jelas gue mulai prustasi.
"Tidak papa, ceritakan aja senyamannya Aya, insyaallah akan Kakak dengarkan"
"Kak, kenapa Aya gak bisa tenang untuk apapun yang Aya lakukan? Jujur aja, Aya milih kuliah di luar kota karena menghindari keluarga Aya, tinggal disini aja Aya dipaksa oleh keluarga, Aya kaya ini karena awalnya Aya pikir, penyebab Aya gak bisa tenang adalah karena semua kekangan dari keluarga Aya, awalnya Aya berpikir kaya gitu"
"Tapi?" ucap Kak Vira lembut seolah tahu ada yang salah dengan jalan pemikiran gue.
"Tapi setelah Aya tinggal disini, Aya juga gak bisa tenang, Aya bahkan tetap merasa kekurangan ditengah besarnya kebahagiaan yang Aya dapat, apa yang salah dengan Ayq kak? Kenapa Aya kaya gini?" gak sadar sebulir air mata netes membahasahi pipi gue.
"Ay, Aya tahu apa yang salah? Yang salah adalah niat Aya, “Innamal A’malu Binniyat” amal itu tergantung niatnya Ay, niat Aya aja udah gak benar, bagaimana mungkin Aya bisa memperoleh ketenangan."
"Tapi kalau bukan karena kekangan keluarga? Kenapa Aya juga gak bisa tenang sebelum ini Kak?"
"Memangnya apa yang menyebabkan Aya bisa berfikiran kalau keluarga sangat mengekang Aya?"
"Aya punya seorang saudara perempuan dan dua orang saudara laki-laki Kak, berbeda dengan Aya, kakak perempuan Aya sangat mengerti tentang agama dan sangat penurut dengan apa yang dimau oleh mas dan Ayah Aya, jujur Aya tidak iri dengan Kakak Aya, Aya tetap sayang tapi Aya mulai gak suka dengan sikap mereka yang terus-terusan membanding-bandingkan kami berdua, mereka terlalu memaksakan kehendak mereka untuk Aya, Ayq bukan Kak Reina dan dengan mudahnya menuruti mau mereka"
"Memang keluarga Aya membandingkan yang bagaimana?" tanyanya lagi.
"Mereka memaksakan Aya berpakaian tertutup dan berhijab syar'i, mereka memaksa Aya untuk mengikuti semua yang Kak Reina lakukan" gue meluapkan kekesalan gue dan Kak Alvira tersenyum menenangkan.
"Aya tahu? Ini yang membuat Aya gak bisa tenang, jangan membangkang Ay, Ayah sama Bunda, mereka orang tua Aya jadi wajar kalau mereka mau melihat Aya bisa sebaik Kakak Aya, itu adalah keinginan setiap orang tua Ay."
"Dan untuk kedua Masnya Aya, Aya tahu? Setelah Ayah, mereka berdualah walinya Aya, setiap apa yang Aya lakukan, mereka akan ikut menanggung akibatnya, maaf bukan maksud kakak merendahkan, mereka meminta Aya mengikuti Kak Reina, karena secara agama Kak Reina memang lebih baik, setiap helai rambut Qya yang terlihat, Ayah dan kedua Mas Aya akan ikut menanggung dosanya, apa Aya tidak tahu? Tidakkah Aya menyayangi mereka? Apa Aya tega membiarkan mereka harus ikut menaggung dosa Aya?"
"Tapi kenapa mereka harus menanggung dosa Ayq? Kenapa gak Aya aja yang menanggungnya sendiri?"
"Dengar Aya, didalam islam memang seperti itu, sama halnya nanti jika Aya sudah menikah dan menjadi seorang istri, bukan hanya status Aya yang berubah, tapi walinya Aya juga berubahkan? Ketika tanggung jawab Ayah dan Masnya Naya berpindah tangan kepada suami Aya, maka setiap kesalahan yang Aya perbuat, suami Aya akan ikut menanggung dosanya sayang"
"Sekarang pertanyaan terakhir Kakak, apa terlalu berat untuk Aya menuruti keinginan keluarga Aya walaupun jelas-jelas Aya tahu kalau itu untuk kebaikan Aya sendiri?"
"Sekarang banyak dari kaum kita yang salah tangkap, ketika ditanya kapan mau berhijab? Dengan gampang mereka menjawab tar tunggu nikah dulu, apa itu karena mereka takut suami mereka akan ikut menanggung dosa mereka? Masyaallah Ay, kalau mereka bisa takut suami mereka akan ikut menanggung dosa? Kenapa mereka gak takut Ayah dan saudara laki-laki mereka akan di jebloskan ke dalam neraka karena kesalahan mereka? pikirkan baik-baik ucapan kakak Ay"
Tangis gue pecah seketika, kenapa selama ini pemikiran gue begitu sempit? Kenapa selama ini gue terlalu bodoh? Allah dengan begitu baiknya memberikan gue keluarga yang paham betul dengan agama, sedangkan gue terus aja membangkang dan menyalahkan mereka semua, apa yang udah gue perbuat?
"Berbahagia sekedarnya dan menangis juga sewajarnya Ay, minta maaf sama orang tua dan keluarga Aya, mereka begitu mencintai Aya, Aya juga jangan menghukum diri Aya dengan terlalu berlarut seperti ini, perbaiki diri karena Allah itu maha pengampun sayang"
"Ya Allah aku memang tak pantas disurga-Mu tapi aku juga tak akan sanggup dengan siksa neraka-Mu ya Allah"
.
.
.
"Wahai malaikat saksikanlah, sesuangguh-Nya Aku sayang kepada Hamba-hamba-Ku"