Calon besan

1140 Kata
   Pagi ini Yurra berangkat sekolah dengan motornya sendiri. Ia baru sadar ternyata Evnand mulai berpengaruh pada rutinitasnya karna biasanya pagi-pagi begini, lelaki itu sudah menunggunya didepan rumah sambil ngobrol singkat dengan sang ayah.    Sebelum berangkat sekolah tadi, ia izin pada ibu dan ayahnya akan pulang terlambat karna ingin menjenguk Evnand di rumah sakit.    "Ra, Evnand gimana? Jadi besuknya?" Tanya Dwinda saat mereka duduk berhadapan di meja kantin.     "Jadi Wi, pulangnya baru besok, bengkak mukanya belum reda katanya."   "Separah itu?  Aku bilang juga apa Ra, Evnand pasti punya alasan kenapa selama ini gak pernah makan di kantin."ingat Dwinda.   "Dulu waktu SMP dia bawa bekal ke sekolah," cerita Yurra santai.   "Serius? Cowok se cool Evnand bawa bekal?"   "Aku bingung setiap kali orang bilang Evnand cool, bagian mananya sih? Padahal setiap ketemu aku bawaannya nyebelin, bahkan sejak pertama kali kirim pesan waktu kita SMP dulu."    "Hah? Evnand udah pernah kirim pesan ke kamu waktu SMP ? kok kamu nggak pernah cerita ke kita?" Cercah Dwinda.   "Aku bingung," jawab Yurra singkat.   "Emang dia bilang apa?"   "Aku cuman cocok sama dia, katanya."   "Terus?"   "Nggak ada terusnya."   "Kamu nggak balas?"   "Dia nggak minta pendapat Wi, dia bikin pernyataan jadi buat apa dibalas."   "Astaga, Raa, kamu tu kenapa lurus banget sih, heran deh, balas ke, tanyain alasan dia tiba-tiba buat pernyataan gitu ke kamu."   "Ntar deh."jawab Yurra cuek   "Telat, Ra, cowok itu sekarang udah jadi pacar kamu," jawab Dwinda gemas.   "Hubungannya?" Tanya Yurra mengundang kekehan Richard yang sedari tadi menjadi penonton percakapan mereka berdua.   "Kamu tau Evnand pernah kirim pesan ke Yurra, dulu?" Tanya Dwinda pada pacarnya.   "Tau, tap-"   "Kok kamu nggak cerita ke aku?" Potong Dwinda.   "Kamu ngelarang aku cerita tentang Yurra pas kita lagi berdua, kalo kamu lupa." jawab Richard mengingatkan.   "Maaf," sambung Dwinda menyadari kekonyolannya saat awal pacaran dengan Richard.   Siapa yang nggak cemburu melihat Kedekatan mereka berdua, melihat Yurra yang nggak mudah dekat dengan orang  tapi begitu akrab dengan Richard, melihat Richard yang sangat protektif pada Yurra, siapapun yang melihat mereka pasti akan mengira mereka pacaran.   "Tapi Ra, kamu benaran nggak pernah suka sedikitpun sama Richard?" Tanya Dwinda polos setelah itu ia mendapat jitakan serempak dari Yurra dan Richard pada jidatnya.     ***   Dan disinilah mereka sekarang, duduk menghadap Evnand yang masih setia dengan brangkar rumah sakit, dengan wajah membengkak meski tidak separah semalam.    "Kalian dari sekolah langsung kesini?" Tanya mama Evnand.   "Iya tan, ada yang kangen pacarnya." goda Dwinda pada sahabat mungilnya.   "Pacarnya juga kangen, minta pulang terus, mau sekolah katanya." giliran sang mama menggoda Evnand.    Sifat sang mama yang memang ramah membuat suasana ruangan tidak secanggung yang Dwinda bayangkan sebelum mereka tiba diruangan tersebut.   Yurra yang memang terbilang biasa bersikap tenang, sekarangpun terlihat sangat tenang meski sering digoda bahkan oleh mama sang pacar.   "Ma, papa jam berapa datangnya?" Tanya Evnand memotong gurauan sang mama bersama pacar dan sahabat-sahabatnya.   "Tuh, minta pulang lagi kan." adu sang mama kepada para tamu nya.   "Emang udah baikan, Nand?" Tanya Richard.   "Udah, mama paniknya berlebihan." jawab Evnand.   "Mau sekolah dengan muka bengkak gitu?" Tanya Yurra pada sang pacar.   "Rumah sakit ngebosanin," jawab Evnand yang terdengar sedang mengadu pada gadis mungilnya.   "Ternyata sifat cool mu cuman buat nutupin betapa manjanya dirimu, Nand." Sambung Dwinda mengundang tawa seisi ruangan tersebut, kecuali Evnand tentunya.   "Ada tamu rupanya, pantas suaranya ramai," ucap pak Wirawan mengheningkan sejenak tawa diruangan itu.   "Pa, kok masih pake seragam?" Tanya mama Evnand pada suaminya.   "Langsung kesini ma, anakmu nelpon minta pulang melulu."   "Anakmu pa, yang ini anakku." jawab Mama Hanna sambil menyentuh pipi Yurra yang duduk tenang disampingnya.   "Waah, calon mantu rupanya," goda sang papa dengan tawa ringan  "Karna udah dijenguk, pulangnya baru besok ya bang, biar lusa sekalian sekolahnya. Izin dari dokter juga kan 3 hari, bang." sambung sang papa pada anak sulungnya.   "Yasudah." jawab Evnand singkat.   "Kaya bahasa Yurra kalo lagi malas debat ya, Chard," ucap Dwinda lagi-lagi mengundang tawa seisi ruangan itu, dan kali ini tanpa terkecuali.    ***    Setelah cukup dengan obrolan santai bersama kedua orang tua Evnand tadi, Yurra dan dua sahabatnya pamit pulang, mengingat hari mulai senja.    Saat Yurra tiba dirumah, ia melihat Ayahnya duduk diruang makan menghadap sang ibu yang sedang masak sambil sesekali menoleh pada ayahnya saat sang ayah bicara.   Yurra menghampiri orang tuanya dan ikut duduk disamping sang ayah yang langsung menanyakan kabar Evnand.   Tak lupa Yurra menyampaikan, tadi Pak Wirawan sempat menitip pesan untuk ayahnya. Nanti, sesekali mereka akan mampir ke rumah Pak Adittama, ketemu calon besan, katanya.   "Gadis kecilku sudah besar bu," ucap ayah sendu saat sang anak pamit ke atas menuju kamarnya.   "Sudah bisa bantu ibu didapur, Yah, kalo lagi libur." cerita sang istri coba menghibur.   "Ayah kenal pak Wirawan?" Sambung sang istri.   "Hanya pernah ngobrol berapa kali, anak buahnya pernah jaga di pabrik bu."   "Tentara ya?"   "Evnand bilang papnya tentara, ayah tanya siapa namanya.  mungkin karna itu pak Wirawan titip pesan ke Yurra tadi."   "Ayah pasti tetap jadi yang nomor satu dihati anak kita." ucap ibu pada suaminya.      Ia tau betul nada bicara sang suami saat sedang khawatir, apalagi ketika mengetahui anak gadis satu-satunya mulai dekat dengan lelaki lain selain Richard yang memang sudah mereka anggap layaknya anak sendiri.   "Rasanya baru kemarin dia masih mau ayah mandikan,"   "Sekarang, ibu yang cium aja kadang dia malu. mirip ayah, gengsian." kekeh sang istri.   "Memang anakku sekali, ya, bu," goda ayah pada istrinya.   *** 1 bulan kemudian     Suasana kantin yang mulai lenggang membuat Yurra bernafas lega, karna ia memang tidak terlalu nyaman dengan keramaian.   "Kamu serius pilih jurusan itu, Ra?" Tanya Dwinda memastikan   "Kapan aku nggak serius,Wi?"   "kamu pilih ips juga?" Tanya Richard.   "Biar nggak satu jurusan sama aku,ya?" Tanya Evnand memotong pertanyaan Richard, dan sukses membuat Yurra melototkan mata padanya.   "Apa pentingnya pilihan kita, toh tetap nilai yang jadi penentu" jawab Yurra cuek.   "Kau pilih jurusan ipa, Nand?" Tanya Richard.   "Nggak ngerti akuntansi,susah." Jawab Evnand.   "Kufikir bakal tetap ikut kemanapun yang berhubungan dengan Yurra, kaya waktu daftar dulu" ucap Richard tanpa sadar   "Hah?" Ucap Yurra dan Dwinda serempak.   "Kamu nyimpan banyak rahasia dibelakangku,ya?" Todong Dwinda pada pacarnya.   "Richard ngawur tuh, aku nggak gitu." Evnand bersikap setenang mungkin   "Yurra yang paling tau kapan aku ngawur atau nggak." Ucap Richard skak mat,   "Ri-"   "Tanya Alffi kalo nggak percaya!" Potong Richard saat Yurra akan memprotesnya.    Sudah kepalang tanggung, fikirnya.  Biar Evnand dan Yurra jujur pada diri mereka masing-masing. Ia lelah dengan sikap 'tidak mau tau' nya Yurra, sama lelahnya dengan melihat Evnand yang sok 'cuek dan cool' saat berhadapan langsung dengan Yurra, padahal dibelakang gadis itu, ia selalu memantau. **   "Kamu serius?" Tanya Yurra pada Evnand ketika mereka bertemu diparkiran saat pulang sekolah.   "Apa?" Tanya Evnand pura-pura.   "Nand,"   "Waktu itu aku cuman nanya, belum niat buat ikut kemana kamu daftar,kok."   "Belum?"   "Karna aku yakin kamu daftar disini." Cengir Evnand.   "Nggak penting banget, dasar aneh," Cibir Yurra.   "Kalo aku jadi daftar disekolah swasta waktu itu, kamu yakin bakal ikut?" Sambungnya penasaran.   "Aku bahkan udah daftar." Jawab Evnand dengan santainya.   "Hah?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN