Special 2

1205 Kata
Dhany POV Wokeyyy... Hari ini aku akan beraksi lagi, sudah cukup murung dan mengunci diri di kamar. Kumulai pagi dengan ceria, lama tidak ke kampus. Aku hampir lupa mata kuliah apa yang hari ini harus kuhadiri, tapi dengan percaya diri aku pergi saja ke kampus. Melewati halaman kampus dan bangku taman yang biasa digunakan Zoeya untuk duduk menyendiri, tiba-tiba waktu seperti berhenti semua yang sedang berjalan seketika mematung. Bahkan daun yang sedang gugur dan kucing yang sedang kawin pun seolah berhenti dan teriam dalam kepalaku. Ada perasaan menyesakkan dan ngilu dalam hatiku, Zoeya kini sudah bahagia bersama keluarga barunya. Sementara aku? Aku seperti romeo yang ditinggal oleh julietnya, Apa aku perlu bunuh diri saat ini juga, untuk membuktikan besarnya cintaku? Setiap mengingat Zoeya, menginyat bayinya... Hatiku terasa remuk menjadi reruntuhan, ohhh rasanya aku tak kuat lagi menjalani hari-hari seperti ini. Yah, mungkin mati akan meringankan sedikit kepedihan luka hatiku yang tak kunjung mengering. Sebagai putra bangsawan, aku harus memikirkan cara mati yang keren dan tidak murahan. Kira-kira mati seperti apa ya yang tetap terlihat kece? Menyayat nadi terlalu biasa, minum racun juga terlalu mainstream, loncat dari jembatan... emmm keren sih.. Tapi aku kan jantungan, bahaya kali? Jadi apa dong yang bisa buat aku mati, tapi tetep keren? Ehh buat apa juga aku mati seperti romeo sedangkan, julietnya hidup bahagia bersama pria lain? Ngomong-ngomong soal romeo, lama juga aku tidak main ke FK untuk bertemu saudara sepupuku yang bernama Romeo. Rasanya ini waktu yang pas untuk menemuinya, aku bisa menanyakan beberapa hal tentang bayi dan proses pembuatannya. Hahhahaha  *** Kanaya POV Tok tokk tokk... Ibu mengetuk pintu dan masuk perlahan untuk membangunkanku, “Bangun neng, udah subuh cepet siap-siap sholat dan berangkat.” Aku mengangguk dan segera bangkit meski kedua mata ini masih terasa berat. “Ibu siapkan bekal untuk kamu, dimakan di luar saja ya...?” bisik Ibu lirih. Lagi-lagi aku hanya mampu mengangguk sambil menatap wajah Ibu yang selalu terlihat ceria meski setiap hari beliau letih karena harus bangun paling awal dan tidur paling akhir, Ibu tak pernah mengeluh dan meratapi nasib kurang beruntungnya. Ibu justru selalu mengatakan maaf, maaf, dan maaf karena beliau tak dapat memberiku hidup yang lebih baik. Kubelai rambut Ibu dengan halus, sambil berkata “Tunggulah sebentar lagi Bu, Nay janji akan segera lulus dan sukses agar bisa membahagiakan Ibu.” Ibu memelukku hangat sambil mengatakan, “Kebahagiaan Ibu adalah melihatmu bahagia nak... Tak perlu berpikir membalas jasa Ibu, karena Ibu tidak mampu memberikan yang terbaik untukmu selama ini.” Itulah Ibuku, wanita tangguh yang memiliki hati seperti malaikat. Ibu dengan besar hati menerima kembali almarhum Ayah yang pernah menghianatinya, Ibu bahkan merawat almarhum Ayah yang sakit dengan setulus hati hingga rela menjual seluruh harta bendanya demi pengobatan almarhum Ayah. Meski aku membenci keputusan bodoh Ibu, tapi aku sangat bangga memiliki Ibu sebaik ini. Kuregangkan sedikit otot-otot tanganku dengan olahraga kecil, setelah seluruh kesadaranku sempurna. Segera aku berganti baju dan pergi membawa seluruh barang-barang yang ku perlukan di dalam sebuah ransel hitam. Udara pagi dini hari memang sangat segar, tapi dinginnya sukses menusuk tulang belulangku. Mungkin kalian berpikir aku sedang camping atau semacamnya, berangkat di pagi buta sambil menenteng ransel penuh dengan pakaian, buku-buku, peralatan mandi, dan lain sebagainya. Tapi, tidak... Aku tidak sedang camping guys! Inilah kehidupan menyedihkan yang telah ku jalani selama tiga bulan terakhir. Rumah kontrakan kami telah habis masa sewanya, dan kami tidak dapat memperpanjang karena sang pemilik menaikan harga kontrakannya. Selama Ibu dan aku mengumpulkan uang untuk mencari tempat baru, sementara itulah aku harus hidup seperti kura-kura yang membawa cangkangnya kemana-mana. Aku bisa numpang tidur di tempat kos riri pada hari sabtu dan minggu, dan tinggal secara sembunyi-sembunyi di rumah majikan ibuku dihari senin sampai jum’at. Ibuku menjadi pembantu di keluarga Tuswantono selama 10 tahun terakhir, keluarga itu sangat baik dan memperlakukan Ibu seperti saudara sendiri. Almarhum Pak Budi Tuswantono bahkan memberikan sebuah rumah untuk di tempati keluarga kami, tapi pada akhirnya rumah itu harus dijual untuk melunasi hutang-hutang akibat pengobatan almarhum AYAH. Eeeiittts, jangan salah paham, meskipun keluarga itu memperlakukan Ibu seperti keluarga. Bukan berarti aku dapat tinggal di sana seperti keluarga, Ibu tidak ingin keluarga majikannya tahu bahwa rumah pemberian Pak Budi telah kami jual. Itu sebabnya aku tidak dapat numpang secara terang-terangan di rumah ini. Bagiku hari senin hingga hari jum’at merupakan neraka. Aku harus menyusup ke rumah majikan Ibu di atas jam.10 malam, dan aku harus segera kabur sebelum ayam berkokok. Tidak hanya itu, aku terpaksa tinggal di gudang ditemani para kecoa, tikus, dan mungkin masih banyak lagi hewan menjijikan lainnya. Huhhhh, itu jauh lebih horor dibandingkan tantangan uji nyali. *** Nathasya memperhatikan si Adik yang masih mematung memikirkan cara bunuh diri yang keren bin kece. Dengan nada miris Nathasya menegur Dhany, “Mau jadi patung pancoran lo dek??” “Enak aja patung pancoran, patung dewa Yunani kali? Lagian Kak Nat ngapain Kak Nat di kampus Dhany?” Tanya Dhany dengan nada sengak. Nathasya menggeram sebal sambil duduk di bangku taman yang sedari tadi dipandangi oleh Dhany, “Kak Nat tuh khawatir sama elo, dari tadi kakak perhatiin elo diem ajahh sambil mewek-mewek nggak jelas... Lo masih belum move on dari Zoeya, Dek??” Dengan lemas Dhany duduk disamping kakaknya yang cantik itu sambil mengangguk, “Iya kak...” jawab Dhany di iringi hembusan napas panjang. Nathasya menatap Dhany dengan iba, “Lupain dek, dia sudah bahagia bersama Profesor Alex... Jangan mengharap cinta Zoeya lagi.” “Udah Dhany coba kak, tapi melupakan Zoeya itu lebih sulit daripada melupakan seluruh alam semesta dan isinya,” jawab Dhany sambil mewek dibahu kakaknya. “Cuma kehadiran baygan yang dapat mengobati kekecewaan dan sakit hati Dhany, kak!” “Whatt?? Baygon? Elo mau bunuh diri dek? Nggak usah segitunya kali, lagian kalo cuma baygon mah di rumah banyak!” Dhany menepuk jidatnya sendiri kemudian  berkata, “Bukan baygon Kak Nat, cantik-cantik budiman nih! Baygan tuh bayi ganteng, pokoknya Dhany harus segera nikah dan menghasilkan baygan biar bisa Dhany jodohkan dengan Sveta, sehingga Dhany dapat berbesan dengan Zoeya!” Nathasya terperanjat mendengar jawaban Dhany, “Jadi tujuan kamu kebelet nikah dan pengen bayi tuh, cuma untuk bisa berbesan dengan Zoeya?? Jangan mimpi dek, lagian mana mau sih Profesor Alex berbesan dengan orang sedeng...” Bibir Dhany mengerucut, dia bangkit dari duduknya dengan sebal. “Kak Nat mah rese,” ujar Dhany sambil melemparkan dedaunan ke arah kakaknya. “Tunggu, tunggu dek... Jangan ngambek lah, lagian kamu pikir bikin bayi tuh semudah bikin nastar?  Banyak lho dek pasangan yang menikah bertahun-tahun dan belum juga dikaruniai anak. Kalau tujuan kamu menikah cuma buat ini, sebaiknya kamu pikir-pikir lagi deh... Kamu masih muda dan perjalananmu masih panjang, jangan sia-siakan masa mudamu untuk...” belum seselai Nathasya berbicara, Dhany memotong ucapan Nathasya secepat kilat. “Kak Nat tahu nggak ciri-ciri fisik cewek yang bisa cepet hamil??” Tanya Dhany antusias. Nathasya hanya menggeleng-gelengkan kepala karena merasa otak konslet adiknya itu, sudah sangat parah dan tidak tertolong. “Mana kakak tau lah... Hal seperti itu tuh harusnya kamu tanyain ke bidan atau anak kedokteran,” semprot Nathasya sambil beranjak pergi meninggalkan Dhany. Semprotan Nathasya rupanya memberi angin segar bagi Dhany, segera Dhany mengirimkan pesan kepada sepupunya yang merupakan anak fakultas kedokteran. ***  Bersambung ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN