Berdebar.

1093 Kata
Usai mereka berjabat tangan, keduanya melepaskan tanganya dengan malu-malu. Melanie jadi salah tingkah. Ia pergi menuju apotek untuk mengambilkan obat untuk Revano, sedangkan Revano ia duduk dan menunggu Melanie yang sedang mengantri pengambilan obat. "Diminum dulu pasti kamu haus kan? Aku kesana yah nunggu obatmu dulu," ucap Melanie yang menyodorkan air mineral dan bergegas pergi dari hadapan pria itu, hatinya mulai berdebar saat berjabat tangan dengan  pria tadi. Revano mengangguk dan menerima air mineral yang diberikan wanita itu, ia pun merasakan hatinya mulai berdebar saat dekat dengan wanita yang menabraknya itu. Ia membuka tasnya dan mengambil laptop milik Meymey, ia membuka dan mengechek laptopnya ternyata tidak nyala dan mati total. "Sial laptopnya mati. Padahal batrenya masih penuh apa rusak yah?" ucap Revano dalam hatinya, dan membolak-balikan laptop itu. "Kalo rusak gimana yah gue gantinya? Sedangkan uang gue sudah gue transfer biaya Natta sekolah. Ada namun tak akan cukup untuk membeli laptop seperti  ini. Ya Tuhan semoga saja bisa di betulkan,” ucap Revano dalam hatinya. Melanie yang di depan sana pun melihat pria itu, ia tidak tega melihat pria itu membolak-balikan laptopnya sepertinya laptop itu rusak karena tadi ia tabrak. Revano menyerah urusan seperti ini ia pun langsung menyimpanya kembali di dalam tasnya dan melihat Melanie  yang sudah selesai  mengambil obatnya. "Ini obatnyas udah aku ambilin, semuanya ada petunjuknya yah di masing-masing obatnya, kamu hanya mengikutinya," ucap Melanie menjelasakanya.  Revano mengambil dompetnya. "Berapa semuanya biar aku bayar."   "Ga usah kan aku yang salah sudah nabrak kamu. Jadi aku yang harus tanggung jawab. Ya sudah aku anter kamu pulang, dimana rumahmu?" tanya Melanie. "Kalo gak keberatan boleh anter aku ke kampus saja, soalnya aku ada kull nanti,” minta Revano yang menatap wajah cantik Melanie. "Kamu kan lagi sakit ginih masa sih ke kampus lagi?" tanya Melanie heran. "Cuman luka ringan saja kok. Masih bisa duduk nona, dan masih bisa mendengarkan."   "Ya udah kalo gitu, sebelum aku anter kamu kampus, kita makan siang dulu yuk kamu juga belom makan kan?" tanya Melanie. Revano terdiam,  ia merasa canggung. "Terima kasih nona, tidak usah  biar nanti saya makan siang deket kampus saja."   "Gak apah sekalian saja, yuk," bujuk Melanie dan mengulurkan tanganya dan menuntun Revano yang jalanya agak sedikit pincang.  *** Setibanya mereka di café, Melanie pun membantu Revano duduk, dan  Melanie pun duduk di sebelahnya. Melanie membuka menunya dan memilih makanan yang hendak ia akan makan, sedangkan Revano yang melihat menu pun, ia kaget dengan harganya yang lumayan mahal, seminggu  jatah makannya  sama dengan satu porsi hidangan ini. "Kau mau pesan apa?, pesan saja yah gak usah sungkan," ucap Melanie yang  tersenyum manis pada  Revano. Ia hanya mengangguk, dan membolak-balikan buku menunya untuk mencari harga yang murah. Melanie yang memperhatikan pun sudah tau, ia pasti melihat harganya.  “kau suka makan apa?” tanya Melanie.  Saya orangnya tak pilih-pilih makanan.”  “Baiklah.” Lalu Melanie memanggil pelayan dan memesan banyak makanan untuknya dan pria di sampingnya itu. Pelayan datang dengan membawa banyak makanan yang dipesan Melanie. Revano yang melihatnya pun melebarkan matanya. “Nona kebanyakan pesannya, kita hanya berdua, apa nona mengundang teman nona untuk makan siang bersama?” tanya Revano, melihat makanan di mejanya penuh dengan pesanan wanita itu. "Tidak, porisiku makan memang banyak, jadi kamu jangan kaget,” bisik Melanie pelan di telinga Revano.  Ia pun tersenyum. "Kau bantu aku menghabiskan kan? Sayang jika tidak dihabiskan akan mubajir nantinya.”  “Jika mubajir, kenapa nona pesan banyak seperti ini?”  “Sudahlah kamu jangan panggil aku nona, panggil saja aku Melanie, yah? Tenang saja aku yang mentraktir makan siang ini, kau makan saja yang banyak,” bisik Melanie di telinga Revano , tersenyum dan mengedipkan matanya. Akhirnya mereka makan bersama. Revano malu untuk membuka obrolan, Melanie pun sama ia malu, entah kenapa ia tak seperti biasanya. Melanie yang bawel dan cerewet seperti tersihir di depan Revano dan malu-malu kucing. "Nona kerja dimana?" tanya Revano membuka obrolan dengan wanita di depanya, ia melihat penampilan Melanie seperti pekerja kantoran namun dengan penampilan Melanie yang bermerek brand ternama itu, Revano sudah bisa menilai jika Melanie bukan orang biasa. "Aku bekerja di Pt. Mmt, kalo kamu kerja dimana?” tanya Melanie menatap wajah tampan Revano.  “Saya pelayan café dan saya mahasiswa akhir nona." “ooohh gitu. aku doain cepet lulus yah dengan nilai yang bagus pula.”  “Amin. Terima kasih.” Selesai makan Melanie mangantarkan Revano ke kampus sesuai keinginanya, mobilnya pun sampai di sebuah parkiran dekat gedung ruangan matkulnya. "Serius kamu gak akan pulang istirahat, istirahat di rumah gitu?" tanya Melanie dan melihat Revano melepaskan s**t belnya. "Iyah nona, soalnya sayang jika aku tak masuk matkul ini mengingat  aku baru masuk kull lagi.” "Oohh baik deh kalo gitu, ponselmu mana?" tanya Melanie melambaikan tanganya "Untuk apa?" tanya Revano dan mengambil ponselnya di dalam tas. "Mana?" Tanya Melanie kembali mengulurkan tanganya. "Ini ponselku." Revano menyerahkan ponselnya kepada Melanie. Melanie terheran melihat ponsel milik pria itu, di bolak-baiknya ponsel Revano "Astaga  ini ponsel butut amat, ponsel keluaran abad keberapa?, masa pria setampan dia dan sekeren dia ponselnya  butut ginih?” batin Melanie. Revano yang melihat aksi Melanie pun hanya tersenyum. "Handphone ku memang jadul nona, jadi maaf jangan memandang seperti itu,” ucap Revano tertawa kecil. Ia lalu melihat wajah Revano dengan sikapnya ia jadi tak enak, seperti merendahkanya. "Aku ga bermaksud begitu kok Rev, aku sudah save nomberku di ponselmu. Aku pun sama, Jadi kalo ada apa-apa kau telpone aku saja yah, dan sebagai kata maaf dariku. Aku akan  pinjamkan dulu laptopku padamu pake saja dulu. Laptopmu rusak kan?" tanya Melanie mengambilkan laptop di belakang kursi penumpang. "Gak tau kayanya begitu. Gak apah nanti ini aku service kok gak lama juga pasti nyala." Revano merasa keberatan menerima laptop dari wanita itu, meskipun sebenarnya ia sangat butuh, tetapi mengingat dirinya kan ia baru kenal. Kenapa wanita itu percaya banget pada orang lain, jika dirinya orang jahat bagaimana?, dalam hati Revano. "Gak apah pake aja. Nanti aku ganti laptopmu yang rusak." "Tapi ini-" belum juga beres ngomongnya  Melanie sudah menutup mulutnya yang sejak tadi menolaknya terus. "Sutttt...sudah jangan banyak coment. Kau bisa mengembalikanya kapan saja. Aku masih ada dirumah kok." ucap Melanie santai. "Baik kalo gitu, makasih yah. Nanti jika laptopnya sudah selesai di perbaiki aku akan kasih kabar padamu." Melanie mengangguk dan melihat Revano turun dari mobinya. Ia pun mengucapkan terima kasih atas makan siang dan tumpangan gratisnya. "Rev..paswornya MelanieSanjaya yah tar aku chat, yah?” teriak Melanie. Revano pun mengangguk. "Satu lagi, rev?" teriak Melanie tersenyum. Revano yang melihatnya pun membalas dengan senyuman manis. "Kalo ada apa-apa, jangan sukan yah telpone aku, tar biar aku susul kamu dan bawa ke rumah sakit." Revano  mengangguk lagi dan melambaikan tanganya pada Melanie. Ia pun tak lama kembali pulang ke kantornya. Melanie merasa senang hari ini bisa bertemu dengan pria seperti Revano, sepertinya ia orang baik, makanya Melanie memberanikan diri untuk meminjamkan laptopnya pada Revano. Baru saja ketemu Melanie sudah merasakan hal yang beda pada dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN