DUA

871 Kata
"Mama....." teriak Aslan dari dalam kamarnya. Ia bergegas turun dari ranjang sembari menggenggam ponsel pintarnya dan berlari mencari keberadaan sang mama. "Mama...." Teriak Aslan lagi sebelum ia menubruk tubuh Frisa dan memeluknya. Membuat Frisa seketika terkejut sekaligus panik melihat sikap sang anak. "Bang! Kenapa sih?! Jangan buat mama panik!" Aslan tak menjawab, ia memilih untuk terus memeluk tubuh mamanya tanpa berniat menjawab pertanyaan mamanya. Keterdiaman Aslan membuat Frisa geram karena semakin diliputi rasa khawatir. Akhirnya ia sebisa mungkin mendorong tubuh Aslan hingga pelukan keduanya terlepas "Kamu kenapa bang? Ada yang sakit? Mana bang? Astma kamu kambuh?" Tanya Frisa panik sambil mengguncangkan tubuh sang putera. Aslan tersenyum lebar. Wajahnya terlihat sumringah sambil memandang wajah sang mama. "Bang jangan diam saja, kamu buat mama takut!"  "Ma, abang bakal jadi arsitek ma, abang bakal jadi kaya papa Dav!" *** "Ciye yang mau ketemu pacar mukanya cerah banget." Goda gadis kecil berambut sebahu itu. Kedua orangtuanya yang berada di depannya pun saling bertatapan. Mereka bingung apa yang dimaksud dengan ucapan puteri keduanya tersebut. "Siapa yang mau ketemu pacar dek?" Tanya Frisa penasaran. Sementara bocah permpuan berusia dua belas tahun itu sudah menahan tawanya sambil melirik ke arah sang abang yang tengah menatapnya sambil menatapnya penuh permohonan. "Dek....ditanya mama, dijawab dong sayang..." Kini giliran Davian yang ikut bertanya. Ia juga merasa penasaran dengan maksud dari ucapan sang anak. "Tuh jagoan papa dan mama." Jawab Lala cuek sembari menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Jawaban Lala sontak membuat Frisa dan Davian terkejut sambil menoleh ke arah Aslan bersamaan.  "Kamu punya pacar bang? Sejak kapan? Kok mama enggak tahu? Kok enggak pernah diajak ke rumah?" Tanya Frisa beruntun. Sungguh ia merasa penasaran pada anaknya sendiri yang terkenal tertutup sedari kecil. Aslan bergeming. Ia bingung bagaimana menjelaskan hal itu pada orangtuanya. Bukan berarti ia ingin menyembunyikan hubungannya dengan sang pujaan hati dari Frisa maupun Davian hanya saja ia belum siap jiga harus memperkanalkan gadis cantik itu sebagai kekasihnya. "Bang Aslan, kok diam saja? Mama nanya ke abang loh...." ucap Frisa lagi. Aslan mengangguk pelan. Wajahnya menunduk karena malu. Selama lima bulan menjalin hubungan dengan gadisnya itu akhirnya kedua orangtuanya akan tahu. Wajah Frisa seketika berbinar. Setelah sekian lama anaknya bersikap kaku dengan gadis - gadis yang berada di dekatnya, kini sang anak justru telah memiliki tambatan hati. "Siapa bang? Bawa sini dong, kenalin ke mama sama papa..." Ucap Frisa riang. Davian yang melihat tingkah sang istri hanya dapat menggelengkan  kepalanya saja. Aslan mengangkat kepalanya. Ia menatap kedua orangtuanya yang juga sedang menatapnya dengan penuh tanya. "Bang, tuh mamamu udah enggak sabar punya menantu." Goda Davian sambil terkekeh. Mendengar hal itu Frisa langsung menatap tajam sang suami, jangan lupakan cubitan maut yang bersarang di perut Davian hingga membuat pria berprofesi sebagai arsitek itu mengaduh kesakitan. "Ah, yang....kok dicubit sih?" Protes Davian sambil menarik tangan sang istri dari perutnya. "Ya kamu sih, mantu - mantu, Aslan kan masih harus fokus sama kuliahnya dulu." "Iya kan bang?" Frisa kembali mengalihkan pandangannya pada Aslan. Aslan pun kembali menganggukan kepalanya canggung. Benar apa yang dikatakan oleh mamanya, ia memang berpacaran tetapi juga belum siap untuk menikah. Lagipula kekasihnya itu baru saja duduk di bangku kelas 2 SMA. "Bang...ayo dong cerita sama mama, mama siap nih dengerin cerita cinta abang..." Aslan yang canggung pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Lidahnya terasa kelu untuk mengungkapkan semuanya. Belum lagi jika kedua orangtuanya tahu siapa gadis yang menarik perhatiannya selama ini. "Mama dan papa memang setuju kalau Aslan punya pacar sekarang?" Tanya Aslan pelan. Jantungnya berdetak kencang saat menantikan respon dari kedua orangtuanya. Ia takut mama dan papanya tidak setuju dan memaksanya memutuskan hubungan itu. Demi Tuhan, Aslan belum sanggup patah hati. Frisa dan Davian kembali saling menatap. Keduanya tersenyum simpul mendengar pertanyaan polos anak lelaki mereka yang terlewat alim itu. "Ya tergantung..." Sahut Davian dengan wajah tengilnya. Ia sengaja ingin menggoda anak tertuanya itu. "Tergantung apa pa?" Tanya Aslan takut - takut. "Ya tergantung dia anak siapa? Dia sekaya apa? Orangtuanya punya berapa hektar tan---awww!" "Yang kenapa dicubit lagi sih? Kan sakit." Dengus Davian kala tangan mulus sang istri kembali mencubit perutnya. Frisa langsung mengalihkan pandangannya pada sang putera. Tatapan yang semula tajam kala menatap sang suami kini terlihat teduh. Senyum manis pun tersungging dari bibirnya. "Jangan dengerin kata papa kamu bang, omongannya emang suka ngelantur." Aslan mengangguk pelan. Walaupun jujur saja ada rasa kaget ketika Davian mengatakan hal itu padanya. "Jadi siapa bang? Siapa cewe beruntung itu?" Tanya Frisa semangat. Aslan menarik nafasnya pelan. Ia menatap kedua orangtuanya bergantian. "Mama yakin mau tahu beneran siapa dia?" Tanya Aslan ragu. Frisa tentu menganggukan kepalanya dengan semangat. "Iya lah, mama dan papa kan emang harus tahu sayang, paling enggak sebagai orang tua kan kita harus tetap bisa mengawasi anak - anaknya walaupun kamu sudah beranjak dewasa juga abang sayang." "Iya enggak pa?" Tanya Frisa seraya melirik ke arah sang suami yang langsung diberi anggukan. "Nah iya tuh bang, benar kata mama kamu. Kalaupun kami mengizinkan kalian pacaran bukan berarti kalian bisa macem - macem. Mama dan papa akan tetap pastikan kamu jadi cowok baik - baik." Sahut Davian. "Yaudah siapa sih bang? Kamu makin lama bikin mama penasaran nih, mama sudah enggak sabar...." Aslan menghembuskan nafasnya pelan. "Dia Mikha ma, Mikhayla anaknya Om Agra dan Tante Elma." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN