Bab 1 : Nikahi aku, Paman!
"APA? Nikah sama Paman Serkan? Yang benar, saja, Mom!" seru Alea dengan mata membulat, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Ibunya terlihat gelisah dan memegang tangan Alea, mencoba menjelaskan dengan suara yang bergetar, "Sayang, kamu tahu kondisi kita sekarang. Serkan bersedia membantu kita dan dia..."
"Cuma karena masalah uang? Kita bisa cari solusi lain, Mom. Aku bisa cari kerja sambil kuliah, aku bisa..." Alea mencoba menggali ide dengan cepat, tapi ibunya menggeleng lemah.
"Tidak, Alea. Ini lebih dari itu. Serkan sudah seperti keluarga, dia pasti akan bisa menjagamu," kata ibunya, mencoba menenangkan.
Alea terdiam, matanya berkaca-kaca, "Tapi, dia hampir 37 tahun, Mom. Dan aku baru 20 tahun. Dia Paman Serkan, bayangkan, Bu, aku harus menikah dengan pria tua! Apa kata dunia, Mom!"
"Alea, coba dengar dulu. Ini untuk kebaikanmu," ibunya berusaha meyakinkan.
"Maaf, Mom, Alea tidak bisa!" Alea mengambil jaketnya dan berlari keluar rumah, meninggalkan ibunya yang berteriak memanggilnya.
Alea pergi ke kafe yang terletak di sudut kota London. Kafe ini milik temannya. Alea akan meminta pekerjaan, jadi pelayan pun tidak masalah.
Namun, Alea bertemu dengan Serkan Wilson. Tanpa banyak pikiran, Alea segera menghampiri Serkan.
"Paman!" bentak Alea, ia menarik kursi kemudian duduk di depan Serkan. Sebelum ia melanjutkan ucapannya, Alea membenarkan kacamatanya yang hampir melorot.
"Ada apa, Alea?" tanya Serkan santai.
"Jangan bermimpi deh paman bisa nikahin aku! Huh, itu tidak akan mungkin, Paman!" ucap Alea sinis.
Serkan tersenyum kecil, "Kau pikir, aku mau menikahi bocah," kata Serkan santai.
Alea menatapnya tajam, "Dan kau pikir aku mau menikah dengan pria yang hampir dua kali usiaku dan selama ini aku panggil Paman?" Alea tidak mau kalah.
Serkan menghela napas, "Alea, aku tahu ini terdengar gila. Tapi aku hanya ingin membantu keluargamu. Dan, aku terpaksa setuju karena desakan dari ibu dan ayahku! Jika mereka tidak memaksa, mana sudi aku menikahi gadis jelek seperti mu!" ucap Serkan tersenyum mengejek.
"Apa? Paman bilang aku jelek? Heh, paman tua! Paman buta? Aku cantik sangat cantik bagaikan bak bidadari," ucap Alea begitu percaya diri, "Dan ingat! Aku tidak butuh belas kasihan dari keluarga Paman, tanpa bantuan kalian, aku bisa mandiri, aku tidak mau terikat dalam pernikahan tanpa cinta," kata Alea pelan namun sangat terdengar jelas oleh Serkan.
Serkan terdiam sejenak, "Aku mengerti. Aku akan bicara dengan ayah dan Ibuku lagi. Aku tidak ingin membuatmu tidak bahagia. Huh, apa jadinya kehidupanku nanti jika aku menikahi gadis jelek bermata empat," ejek Serkan.
"Cukup, Paman! Terima kasih atas penghinaan, Anda! Bye!"
Alea segera beranjak pergi meninggalkan Serkan.
***
Alea lagi duduk di taman, tiba-tiba ponselnya berdering, ada chat masuk dari Riani.
[Al, aku melihat Rey masuk ke sebuah hotel dengan wanita yang sangat cantik dan seksi. Aku kira kamu harus segera ke sini]
Tanpa pikir panjang, Alea bergegas menuju Hotel Grandeur, hotel yang di share Riani.
Sampai di sana, dia langsung mendekati resepsionis dengan napas terengah-engah. "Maaf, aku ingin tahu, kamar mana yang dipesan oleh seorang bernama Reynold?"
Resepsionis itu menelusuri data di komputernya, lalu menjawab, "Kamar 1208."
Alea terburu-buru menuju lift. Setiap detik terasa begitu lama baginya. Akhirnya, dia tiba di depan pintu kamar 1208. Alea menempelkan telinganya di pintu, dan suara desahan wanita terdengar jelas, "Ah, Rey.... lebih dalam, jangan berhenti.... "
Hatinya hancur mendengar itu.
"Rey... kau — " Alea mengepalkan kedua tangannya.
Tanpa mengetuk pintu, Alea langsung berbalik dan pergi dari hotel tersebut dengan air mata mengalir di pipinya. Percuma juga dia melabrak, tidak ada gunanya.
"Kamu jahat, Rey, kamu jahat!" pekik Alea, ia tidak menyangka pacarnya—seorang dosen di kampusnya, akan tega mengkhianati dirinya. Sudah tiga tahun keduanya menjalin hubungan, dan seminggu lagi adalah hari Anniversary ke tiga tahun.
***
Alea berdiri di depan gedung perkantoran mewah tempat Serkan bekerja. Hatinya masih dipenuhi oleh luka dari pengkhianatan Reynold, tetapi dia berusaha untuk mengesampingkan rasa sakit itu. Ia harus membuat keputusan cepat—keputusan yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya. Alea menghela napas panjang, lalu melangkah masuk ke lobi gedung dengan tekad bulat.
"Selamat siang, apa Anda memiliki janji dengan Tuan Serkan Wilson?" tanya seorang resepsionis dengan senyum formal.
Alea menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi aku harus bertemu dengannya sekarang juga. Ini penting."
Resepsionis itu tampak ragu sejenak sebelum menunjuk ke arah lift. "Lantai 25, tapi biasanya harus membuat janji terlebih dahulu."
Alea hanya mengangguk cepat dan melangkah ke dalam lift tanpa menunggu lebih lama. Sepanjang perjalanan ke lantai 25, Alea berusaha menenangkan pikirannya yang bergejolak. Sesampainya di sana, dia berjalan cepat menuju meja sekretaris Serkan.
"Maaf, apakah Anda memiliki janji dengan Tuan Wilson?" tanya sekretaris itu sambil tersenyum ramah.
"Tidak ada," jawab Alea.
"Maaf, Nona. Tuan Serkan sedang dalam pertemuan penting dan tidak bisa diganggu," ucap sekretaris itu dengan suara tegas namun sopan.
Alea mengabaikan peringatan tersebut dan langsung mendorong pintu kantor Serkan. Sekretaris itu mencoba menghalanginya, tapi Alea terlalu cepat.
"Maaf, Tuan Serkan! Tadi saya sudah mencegahnya, tapi gadis ini memaksa!" Sekretaris itu tampak panik saat Serkan mendongak dari berkas yang sedang dibacanya.
Serkan menatap Alea dengan alis terangkat, tetapi kemudian mengangguk kepada sekretarisnya, memberi isyarat agar dia meninggalkan mereka berdua. Sekretaris itu keluar dengan ragu, menutup pintu dengan lembut di belakangnya.
Begitu pintu tertutup, Alea tanpa pikir panjang melompat ke arah Serkan. Tangannya melingkari leher pria itu, membuat Serkan kehilangan keseimbangan sesaat sebelum akhirnya berdiri tegak, menahan tubuh Alea.
"Nikahi aku, Paman, please!" seru Alea, suaranya terdengar seksi dan menggoda.
Serkan yang masih terkejut dengan tindakan tiba-tiba Alea, mencoba memahami situasi.
"Alea, apa-apaan ini? Bukankah tadi kau menolak mentah-mentah untuk menikah denganku? Apa yang membuat kamu berubah pikiran?" Selidik Serkan.
Alea menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku memikirkan lagi, Paman. Mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Keluargaku membutuhkan bantuan, dan aku butuh seseorang yang bisa kuandalkan," kata Alea, suaranya terdengar goyah namun tegas.
Serkan menatap Alea dengan tajam, mencoba membaca ekspresinya. Dia tahu Alea tidak mengatakan semuanya. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu.
"Alea, aku menghargai keberanianmu untuk datang ke sini dan meminta ini dariku. Tapi aku tidak bisa menerima ini. Bukan karena aku tidak peduli pada keluargamu, tapi karena aku tidak ingin kau terjebak dalam pernikahan yang tidak kau inginkan."
Alea merasa putus asa. Dia tahu bahwa Serkan adalah orang yang tepat untuk melapisi sakit hatinya, tapi kali ini dia tidak bisa menerima penolakan sebagai jawaban. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, Alea tiba-tiba menarik Serkan mendekat dan mengecup bibirnya. Kecupan itu singkat, tapi cukup untuk membuat Serkan terkejut dan terdiam.
"Ayolah, Paman, nikahi aku," kata Alea dengan suara rendah, hampir seperti bisikan, suara Alea benar-benar membuat Serkan merinding dan menegang.
Serkan menghela napas dalam-dalam, ia tidak menyangka, gadis cupu ini akan berani melakukan ini padanya. Mencuri ciuman pertamanya.
"Alea... kau sungguh berani, ya!" Serkan tersenyum kecil.
"Aku bisa lebih berani jika Paman... " Dan lagi, Alea akan menyentuh bibir Serkan, namun Serkan berhasil menghindar.
"Alea, aku tahu kau hanya mencoba melarikan diri dari sesuatu. Aku bisa melihatnya di matamu," katanya, mencoba menenangkan dirinya yang terus menerus digoda oleh Alea.
Alea menunduk, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. Dia tak bisa mengatakan yang sebenarnya, bahwa hatinya hancur oleh pengkhianatan Reynold. "Paman, aku tidak ingin membuat Ibuku sedih karena aku menolak perjodohan ini. Namun, setidaknya, jika aku menikah denganmu, aku akan membuat Ibuku senang dan masa depanku terjamin. Bukankah itu cukup?" Alea menatap Serkan.