Bab 08

1016 Kata
Begitu Hana merasakan dekapan tubuh besar itu, ia menegang. Suasana sempat canggung sesaat setelah Sean melepaskan pelukan mereka. "Ya! Bolanya terbawa ombak!" Minseok berteriak heboh. Jari telunjuknya menunjuk ke arah bola berwarna oranye yang mulai timbul tenggelam terbawa arus ombak. Ketiganya heboh mengingat bola tersebut adalah bola pinjaman. Hana yang tanpa pikir panjang berlari kecil menuju bibir pantai segera ditarik oleh Sean. "Kau tidak lihat ombaknya agak besar? Tubuhmu itu kecil dan akan gampang terseret ombak," ocehnya. Satu tangannya masih berada di belakang baju si gadis, mencincingnya layaknya anak kucing. Sementara itu, satu laki-laki lainnya hanya diam menatap interaksi dua orang lainnya. Sejujurnya ia agak heran. Setelah meminta maaf dan mengganti rugi pada si pemilik bola, tiga manusia dewasa itu memutuskan untuk beristirahat sejenak dan duduk di sebuah pondok yang ada di pinggiran pantai. Cuaca saat ini begitu terik, matahari yang seolah ada di atas kepala terasa begitu menyengat. Maklum saja, mereka berangkat ke pantai hampir tengah hari. Hana yang duduk di sebelah Minseok mendongak tatkala pria itu berdiri. "Mau ke mana?" tanyanya. "Membeli minuman. Kalian tidak haus? Rasanya tenggorokan juga kepalaku seperti terbakar," sahutnya sambil melepas jaket. "Lagipula siapa yang menyuruhmu memakai jaket disaat cuaca terik seperti ini?" sahut Sean sarkas. Minseok mendengkus saja, ia menitipkan jaket miliknya pada Hana. "Kau mau pesan apa?" "Samakan saja." Minseok mengangguk. Dan saat ia akan melangkah, suara Sean lebih dulu terdengar. "Hyung, kau tidak menanyaiku juga?" "Kau beli saja sendiri. Kau kan kaya," sahutnya acuh dan berlalu. "Apa hubungannya?" gumam Sean jengkel. Ia kemudian turut beranjak, namun baru beberapa langkah kakinya berhenti. Menoleh sejenak ke belakang, menggelengkan kepala dan kembali berjalan. Dua pria itu memesan minuman dingin pada satu kedai yang terletak tidak jauh dari tempat semula. Minseok memesan lemon squash dan es strawberry milk untuk dirinya sendiri. Sementara Sean, pria itu memesan lychee mojito juga beberapa makanan ringan. "Sean." Panggilan Minseok mengalihkan fokus Sean dari ponselnya. Pria itu mengerutkan sebelah alisnya, bertanya. "Apa yang kamu lakukan tadi?" "Apa?" "Hana. Kenapa kamu menahannya saat ia akan berlari mengejar bola," tanya Minseok dengan nada serius. "Memangnya salah? Bukannya hyung sendiri juga lihat jika ombak sedang cukup besar. Bahkan kita bermain agak jauh, dan lagi tubuhnya itu kecil ia bisa saja terbawa ombak. Hal itu juga akan menyusahkan kita," tanggapnya. Tatapan Minseok masih juga belum teralih dari Sean. Ia masih menatap pria itu dalam diam. "Ada apa sebenarnya?" Minseok menghembuskan napas. Menggeleng dan memilih untuk mengabaikan pertanyaan Sean, juga membawa pesanan pria itu yang telah siap. Ketiganya duduk beralaskan sebuah tikar, piknik dadakan dengan bahan juga peralatan serba meminjam. Beruntung Sean orang kaya jadi Minseok tidak akan ragu-ragu menggunakan kartu kredit Sean yang pria itu titipkan padanya. Terlepas dari semuanya. Minseok diam-diam memperhatikan interaksi Sean dan Hana. Dua orang itu tampak sedikit lebih dekat dari sebelumnya. Memang bisa terlihat jika Hana masih agak sedikit canggung, namun interkasi mereka jauh lebih akur ketimbang sebelumnya. *** Pukul dua sore saat ketiganya kembali ke rumah. Ketiganya berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. "Argh," erang Hana saat tidak sengaja menabrak tubuh Minseok yang berhenti mendadak. "Ada apa?" bisik Hana lirih. Ia mengintip dibalik lengan Minseok. Sean di sana, berdiri di hadapan seorang wanita muda dengan gaya pakaian modis yang tengah tersenyum manis. Tanpa sengaja pandangan mata mereka bertemu, cepat-cepat Hana mengalihkan pandangannya ke arah lain dan kembali bersembunyi. Suara langkah itu terdengar nyaring di telinga Hana, heels setinggi tujuh centi itu membawa kaki jenjang sesampainya menghampiri Minseok. Oh, maksudku seseorang di belakang pria itu. "Hai, kenapa bersembunyi?" Suaranya halus, wajahnya yang tirus disapu make up yang cukup tegas namun tetap tidak bisa menghilangkan kesan cantik pada wajahnya. "Apa kau orangnya?" Pertanyaan itu meluncur bebas dari mulut wanita itu. Hal itu membuat Hana dengan segera mengalihkan pandangan ke arah Minseok. "Jangan takut, aku tidak akan mengigitmu." "Ak-aku…." "Bukan dia orangnya. Dia adalah kekasih ku." Perkataan yang saja keluar dari sela bibir Minseok, membuat beberapa orang yang ada di sana menoleh terkejut. Tidak terkecuali Hana sendiri. "Dia adalah kekasih ku, Kim Hana," ulangnya. Meski sempat terdiam, wanita dengan dress di atas lutut berwarna abu itu mengangguk. Ia sempat memberikan senyum tipis ke arah Hana sebelum kembali berbalik menghampiri sang suami. Tangannya sengaja ia lingkarkan pada lengan kekar Sean, tersenyum tipis ke arah dua orang lainnya sebelum beranjak. Tapi sebenarnya ada satu hal yang tidak ternotice dari Sean. Sesaat setelah Minseok mengatakan jika Hana adalah kekasihnya, raut wajah pria itu berganti. Ia juga memandang lekat ke arah dua orang tersebut dengan ekspresi sulit dijelaskan. *** "Kenapa kamu berkata seperti itu?" Suara Hana memecah keheningan. Keduanya duduk berhadapan di taman belakang rumah Sean dengan satu meja yang menjadi pembatas keduanya. "Maaf," sahut Minseok pelan. "Bukan, aku tidak bermaksud menyalahkan mu. Hanya saja bukannya Istri tuan Oh setuju dengan hal ini. Lalu kenapa kamu berusaha menyembunyikan kenyataanya?" "Aku tidak bermaksud untuk menyembunyikan kenyataanya, hanya saja." Perkataan Minseok terjeda, Hana menunggu dengan penasaran. "Apa?" Lama terdiam, pada akhirnya Minseok memilih beranjak. "Maaf, aku harus pergi." katanya. Tanpa menunggu lagi Minseok benar-benar beranjak, meninggalkan Hana dengan rasa penasarannya. Menghela napas, semula Hana juga berniat beranjak. Namun baru saja ia melangkah, seorang wanita lebih dulu tersenyum dan mendekat ke arahnya. Membuatnya mau tidak mau kembali duduk di tempatnya. "Hai, kamu Hana?" bukanya basa-basi. Hana mengangguk saja. Ia memperhatikan wanita di hadapannya dalam diam. Tubuhnya kurus, tinggi semampai, berkulit putih cerah juga rambutnya yang berwarna coklat. Jangan lupakan wajahnya yang terlihat begitu cantik layaknya seorang selebriti. Pantas saja Sean sangat mencintai wanita ini, hingga ia mau-maunya melakukan hal diluar nalar seperti itu. "Kalau boleh tahu, sudah berapa lama kamu dan Minseok berkencan? Oh, maaf. Tidak masalah bukan aku bertanya seperti ini?" Hana hanya bisa mengangguk kikuk disertai senyuman kaku. Sebenarnya ia merasa agak keberatan dengan kehadiran wanita ini, hanya saja wanita di hadapannya itu seolah memiliki aura yang tidak terbantahkan. "Kalian pasti saling mencintai, kan?" Lagi-lagi Hana hanya bisa mengangguk. Ia melirik sekilas dengan skor mata. "Sepertinya kamu merasa tidak nyaman dengan keberadaan ku. Tapi apa boleh aku bertanya satu hal lagi?" "Apa?" Ia sempat terdiam, manatap Hana selama beberapa saat dalam diam. "Menurutmu bagaimana Oh Sean? Dan….. Bagaimana rasanya tinggal di sini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN