Siang hari yang terasa begitu panas. Hana menyeka keringat yang ada di sekitar dahi, dua tangannya sibuk mengipas-ngipasi di area sekitar leher. Meski sebenarnya hal itu tidak berimbas apapun.
Gadis itu berdecak, kemudian beranjak menuju dapur, berniat untuk mengambil segelas minuman dingin demi meredakan dahaga yang terasa menyiksa.
Sepanjang perjalanan dari kamar menuju dapur, Hana terus menggerutu. Mengomel sendiri karena AC dalam kamarnya yang mendadak mati dan belum diperbaiki.
Ia membuka pintu lemari pendingin dengan tergesa, menuangkan segelas minuman dingin ke dalam gelasnya, sebelum kemudian menenggak hingga tandas.
"Segarnya," gumamnya.
"Bisa geser sedikit?"
Hana terperanjat saat suara berat juga dingin menyapa indera pendengarannya. Gadis itu menoleh dan mendapati Sean yang sudah berdiri di belakangnya dengan tampilan berbeda.
Pria itu terlihat begitu rapi dengan setelan kantornya. Jas berwarna hitam yang dipadukan dengan kemeja berwarna biru juga dasi berwarna hitam, membuatnya terlihat menonjol.
Tanpa menunggu dua kali perintah, Hana menggeser tubuhnya ke sisi kiri. Memberi ruang pada Sean yang sepertinya juga ingin mengambil sesuatu dari lemari pendingin.
Pria itu kembali berbalik, kali ini ada sepotong cheesecake di tangannya.
"Ini."
Sean menyodorkan cheesecake tersebut ke arah Hana.
"Tadi pagi kau baru saja makan ayam goreng yang berminyak, ku pikir kau akan memerlukannya untuk menghilangkan rasa berminyak di mulut mu," kata pria itu menjelaskan.
Hana masih terdiam. Ia cukup terkejut dengan perubahan perilaku Sean yang drastis dan juga cepat.
Bahkan pagi tadi pria itu masih bersikap dingin padanya, tapi saat ini ia terlihat berbeda.
Dengan canggung Hana menerima cheesecake tersebut. Ia tersenyum tipis ke arah Sean sebagai bentuk Terima kasih.
"Terima kasih, Tuan. Saya akan memakannya," ucap Hana dengan senyum canggung.
Keadaan menjadi hening, dua orang itu sama-sama tidak tahu harus berkata ataupun melakukan apa.
"Hoi, tutup lemari es nya atau itu akan berbau."
Tiba-tiba saja suara Minseok terdengar. Pria itu baru saja datang dengan satu kantong snack dalam tangan.
Sean minggir dan Hana menutup pintu. Kerja sama yang sebenarnya tidak terencana.
Minseok mendekat, masih dengan mulut yang mengunyah makanan. Membuat pipinya menggembung seperti tupai saat menyembunyikan kacang.
"Akur sekali," goda pria itu tersenyum tipis.
Selama beberapa detik dua manusia lainnya saling melirik, sebelum kemudian si pria dengan alis lurus itu berjalan pergi tanpa mengatakan apapun.
"Apa itu?" tanya Minseok menunjuk sesuatu di tangan Hana.
"Ah, ini cheesecake yang diberikan Tuan Oh sebelumnya. Kamu mau?"
Minseok menggeleng, ia kemudian mendekat dan membisikkan sesuatu ke telinga Hana yang kemudian membuat gadis itu menegang.
"Sungguh?"
"Ya. Kamu tidak percaya padaku?"
"Tidak, bukan begitu. Hanya saja, itu agak sulit dipercaya."
"Benar, bukan. Nanti akan ku beritahu rahasia lain," sahut Minseok dengan senyum tipis.
Keduanya kemudian saling tertawa kecil. Dan entah mengapa Hana merasa jika jarak antara ia dan Minseok seakan hilang, pria itu benar-benar membuatnya seolah tengah bersama seorang teman lama.
Dan tanpa mereka sadari, Sean tidak benar-benar pergi dari sana. Pria itu ada di belakang tembok dan mendengarkan interaksi keduanya dengan perasaan tidak suka.
***
Ini hari minggu. Dan sudah jadi hal biasa bagi Sean jika ia akan bersantai di mansion ini selama seharian.
Kenapa mansion, bukannya rumah? Sean berpikir jika berada di mansion ataupun rumah tidak ada bedanya.
Tidak ada seorang pun yang akan menemaninya, karena Minji yang masih tetap menomorsatukan jadwal padatnya sebagai seorang model.
Sebenarnya bisa saja Sean menghampiri wanita itu dan menghabiskan waktu guna menemaninya bekerja, tapi setiap kali Sean melakukannya wanita itu akan mengeluh saat kembali ke rumah.
Memprotes apa yang dilakukan Sean sebagai sesuatu bentuk pengekangan dan rasa ketidakpercayaan pria itu padanya.
Padahal, hei. 7 hari dalam seminggu selalu Sean menghabiskan waktunya sendiri. Ia bahkan merasa seperti seorang lajang meski pada nyatanya ia telah menikah.
Hanya di malam hari saat mereka sama-sama kembali dari pekerjaan saja keduanya bertemu.
Hal itu juga tidak membantu akibat kondisi tubuh yang sudah teramat lelah hingga waktu yang mereka habiskan hampir tidak ada beberapa waktu ke belakang.
Tidak ada yang dilakukan Sean saat itu. Ia hanya sedang terbaring santai sembari menonton acara televisi.
"Kau mau ikut tidak?" tiba-tiba saja Minseok datang menghampiri.
Pria itu sudah mengenakan jaket varsity yang membungkus kaos putih polosnya. Ia juga mengenakan celana hitam dan sepatu kets berwarna putih.
"Mau ke mana?"
"Jalan-jalan, tidak bosan di rumah terus?"
Belum sempat Sean menjawab, suara derap langkah lebih dulu terdengar.
Itu adalah Hana. Gadis itu mengenakan dress di atas lutut berwarna biru laut juga floppy hat berwarna ivory.
Rambutnya ia biarkan tergerai bebas hingga membuat kesan feminim.
"Cepat ganti bajumu, kita akan berangkat sekarang," titah Minseok mendorong bahu Sean pelan.
Tidak lama kemudian pria itu sudah siap dengan setelan simpel. Ia hanya mengenakan celana hitam yang dipadukan dengan kaos berwarna serupa yang dilapisi dengan kemeja flanel berwarna putih hitam.
Ketiganya menaiki mobil dengan Sean yang berada di jok belakang seorang diri. Sementara Minseok dan Hana duduk di depan dan mengobrol soal banyak hal.
"Seperti obat nyamuk saja," gumam Sean dengan suara lirih.
"Apa yang kau katakan?"
"Tidak ada, lupakan!"
Pria itu melipat tangan di depan d**a, menyandarkan kepalanya di kepala kursi dan memilih untuk melihat ke arah jalanan.
Mencoba mengabaikan dua orang lainnya yang kembali asik berdiskusi entah soal apa.
Tidak membutuhkan waktu lama ketiganya sudah sampai di tempat tujuan. Sebuah pantai yang berjarak tidak terlalu jauh dari mansion, dan hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit perjalanan menggunakan kendaraan roda empat.
Minseok segera berlari menuju arah bibir pantai, pria itu terlihat seperti anak remaja.
Sementara itu, dua orang lainnya hanya diam dan melihat dengan senyum kecil.
"Kemari kalian, ini sangat menyenangkan bisa terbebas dari pekerjaan meski hanya sebentar," teriaknya.
Ia kemudian berlari menghampiri Sean dan Hana, menggandeng tangan keduanya dan membawa paksa mereka ke arah bibir pantai.
"Kalian ini kenapa kaku sekali, padahal sebelumnya sudah akur," komentar Minseok yang melihat interaksi canggung antara Sean dan Hana.
"Ah, begini saja. Bagaimana kalau kita bermain petak umpet. Siapa yang kalah maka dia harus mentraktir dua pemenangnya!"
"Kita itu bertiga dan hanya akan ada satu penjaga. Jadi, bagaimana menentukan satu pemenangnya jika ada dua yang harus bersembunyi?"
"Benar, juga. Bagaimana jika bermain lempar bola? Masing-masing dari kita harus menghindari lemparan bola lawan, siapa yang berhasil mengenai sasaran maka dia pemenangnya."
"Boleh juga," sahut Hana antusias.
Dan mau tidak mau Sean juga harus turut serta. Suara dua lawan satu tidak membuat menang.
Tiga orang dewasa itu saling melempar bola hasil meminjam dengan senang hati. Dan skor saat ini adalah Sean yang terendah.
Namun saat Minseok hendak melemparkan bola ke arah Hana, secara spontan dan dengan sigap Sean langsung berlari.
Ia memeluk tubuh mungil Hana dan membiarkan dirinya sendiri terkena lemparan bola yang menyebabkan dirinya kalah telak.