Part 6

910 Kata
Part 6 “Sudah mandi?” tanya Restu tatkala melihat Isna yang masih memegang handuk di depan kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ia memang sudah merancang kamar yang nyaman. Dulunya berpikir jika orang tuanya akan luluh merestui hubungan dengan Marwah, sehingga segalanya telah dipersiapkan jauh hari. Ia yang lulusan arsitek bangunan paham sekali bagaimana membuat kamarnya nyaman. “Sudah,” jawab Isna lalu tersenyum sedikit. Hatinya memang belum bisa pulih. Namun, mencoba bersikap dewasa dan berusaha menerima masa lalu Restu. ‘Lelaki yang menjadi suamiku adalah jodoh yang dipilihkan Allah. Aku telah menjaga kesucianku dan juga perasaanku sejak dulu dengan tidak berpacaran. Maka, apa yang terjadi hari ini adalah sudah diatur oleh penulis skenario terbaik. Marwah sudah pergi jauh. Mas Restu juga sudah menjadi suamiku. Dia memilih menikah dengan jodoh pilihan orang tuanya. Maka, itu artinya, Mas Restu memang tercipta untukku. Bismillah, semoga seiring berjalannya waktu, benih-benih cinta akan tumbuh dalam hatinya,’ tekadnya dalam hati. “Kamu mau jalan-jalan? Kita naik motor bersama keliling desa. Aku akan mengenalkanmu pada warga,” ajak Restu. Isna menatap bingung pada sang suami. “Dengan kamu naik motor bersamaku, itu artinya, kamu istriku. Tidak terus, turun dan berkenalan pada setiap orang yang ditemui. Kalau untuk itu, akan ada momennya sendiri.” Restu menjelaskan agar istrinya tidak bingung. Ia sudah berdiri di hadapan Isna. “Kamu wangi,” pujinya. Andai perempuan itu tidak tahu bila hati sang suami mencintai orang lain, ia tentu saja bahagia dengan pujian itu. Namun, untuk saat ini, perasaannya masih membeku. Keputusan untuk tetap berada di sisi Restu dan percaya pada perkataan lelaki, semata karena ia berpikir bahwa apa yang terjadi sebagai ujian hidupnya. Setelah berdandan rapi, memakai tunik yang dipadukan celana panjang serta jilbab yang santai, Isna pergi bersama Restu untuk pertama kalinya. “Lingkarkan tanganmu di perutku! Kita pengantin baru, harus terlihat mesra,” ujar Restu sebelum mereka berangkat. Ia menarik paksa tangan Isna dan mengunci di perut. Sebuah desa yang ditinggali Restu termasuk dalam wilayah pegunungan dengan karakter warganya yang ramah. Dan menghormati sosok-sosok yang dianggap penting di desa, adalah tradisi yang masih dijunjung tinggi. Sepanjang perjalanan, berderet rumah-rumah yang umumnya berhiaskan tanaman bunga. Banyak warga yang mengangguk dan menyapa Restu dengan sopan. Setiap yang keduanya temui, selalu melempar senyum pada Isna. “Monggo mampir, Pak Lurah, Bu Lurah ….” Kalimat seperti itulah yang diucapkan. “Kamu sepertinya disukai sama mereka,” canda Restu dengan masih melajukan kendaraannya pelan. “Iya. Bisa jadi, Mas. Tapi, Pak Lurahnya sendiri tidak menyukaiku. Dan itu menyakitkan,” sahut Isna. Tepat di sebuah ujung jalan menanjak, Restu menghentikan sepeda motor. Menyandarkan pada pinggir jalan. Mengajak sang istri sejenak menikmati panorama desanya yang begitu indah. Tampak di sebelah barat, berderet perbukitan hijau. Langit sudah berwarna kemerahan, tanda malam akan segera datang. “Suatu hari, kita akan datang kesini dengan membawa anak-anak kita,” janji Restu. “Oh, ya? Bisakah kita memiliki anak tanpa sebuah cinta dihatimu?” tanya Isna. Lagi, Restu menarik lengan sang istri dan melingkarkan di perut. “Semua hanya soal waktu, Isna. Kamu adalah wanita yang ditakdirkan untukku. Kita pasti akan menua bersama. Jadi, tetaplah di sampingku,” pinta Restu. Isna memilih diam. Menikmati langit yang membentang dengan panorama yang indah. Sekilas orang yang melihat akan berpikir bahwa, mereka adalah pasangan yang sedang berbahagia. Terkadang, hidup memang sesulit itu. Harus memilih antara kedamaian hati, ataukah pandangan orang. Itu yang ada dalam benaknya. Malam telah menjelang. Saatnya untuk setiap orang naik ke peraduan untuk menjemput mimpi. Tak terkecuali sepasang pengantin yang terlihat kaku itu. Isna tidur dengan posisi miring menghadap tembok. Bukan berarti ia tidak merasa bodoh berada dalam posisi seperti itu. Namun, hatinya mendorong untuk tetap berjuang demi sebuah rumah tangga bahagia yang baru dimulai. Terlebih, janji yang diucapkan Restu terdengar meyakinkan. “Kamu belum tidur. Aku tahu itu. Hadaplah ke sini,” bisik Restu di telinganya. “Katakan sesuatu! Dari tadi kamu hanya diam saja. Marahlah jika kamu mau marah. Pukullah aku, jika itu bisa membuat hatimu sedikit membaik. Asalkan setelah ini, kita akan memulai sebuah hubungan seperti layaknya pengantin lain. Aku membutuhkanmu untuk mendampingi tugasku memimpin desa ini,” ucap Restu lagi seraya membalikkan tubuh Isna. “Apa kamu tidak akan pernah menemui Marwah? Apa kamu sungguh-sungguh dengan ucapan kamu ingin memulai semuanya denganku, Mas? Aku berharap kamu tidak mempermainkan perasaanku. Jika memang tidak bisa, maka sebaiknya kamu ucapkan dari sekarang, kau ingin berpisah denganku. Dan kita, hanya perlu beberapa bulan untuk membuat sebuah sandiwara agar aku, aku tidak malu di hadapan teman-temanku bila pernikahan ini berakhir sekarang ….” Mata Isna sudah basah. Jari jemari tangan Restu mencoba menghapusnya. “Dia sudah pergi jauh. Aku sadar, dia bukan jodohku. Hanya saja sekali lagi, aku perlu waktu untuk dekat dengan kamu. Kenapa kamu mencintaiku padahal kita belum saling mengenal?” ucapnya menggoda. “Tidak semua orang bisa seperti itu, Isna. Kamu memang wanita yang luar biasa. Bisa menjaga hati dan juga semua hal, hanya untuk lelaki yang benar-benar menjadi yang halal buatmu. Aku beruntung memiliki kamu, dan kamu akan tetap di sampingku untuk menjadi istriku. Menjadi calon ibu dari anak-anakku,” ucapnya lirih. Ia mulai mendekatkan wajah pada Isna. Dan membungkam bibir Isna yang hendak berbicara. ‘Pergilah dari bayangan dan pikiranku, Marwah. Tolong aku … jangan kau siksa aku seperti ini. Jangan juga kau menjadi penyebab aku menyakiti wanita yang tidak punya dosa terhadapku, juga terhadapmu ini. Aku tidak bisa melakukan kewajibanku sebagai suami, jika bayangmu masih menari-nari di pikiranku ….’ Hati Restu berteriak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN