Enam

888 Kata
Tampak sesosok Pria yang bertudung seperti biasa menutupi seluruh wajahnya berdiri sembari memainkan belati yang baru diasahnya. Persis seperti algojo yang siap menghabisi tawanannya.   Pria itu duduk tenang di dalam ruangan pengap dan sempit yang ia jadikan tempat bertemu dengan kliennya. Tidak lama kemudian datang satu pasangan dengan baju mewah ke dalam ruangan itu. Senyum miring tersumir di balik penutup wajahnya.   "Ex, saya tidak mau berlama-lama. Habisi dia, dan juga Pria yang selalu bersamanya," desis Pria itu marah.   "Pria yang bersamanya?"   Sebuah potret dilempar ke atas meja. "Jangan sampai gagal, Ex. Atau saya akan meminta jasa yang lain yang lebih handal darimu," desis Pria itu kesal.   Pria berjubah itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, meski dalam hati ingin sekali dia menghabisi dua orang manusia munafik itu. Ex pun mengibaskan tangannya bertanda bahwa pembicaraan sudah selesai dan mereka harus segera pergi.   "Ingat, Ex. Kalau kamu berhasil menghabisi Kisha, akan aku bayar kamu 5x lipat," bisik wanita itu yang sayang sekali tidak menggiurkan bagi Ex.   Ex hanya mengangguk pelan. Matanya tajamnya mengawasi mereka yang mulai menghilang.   "b*****h!"   Ex membuka semua topengnya dan juga melepas jubahnya. Tampillah sesosok Gara yang penuh keringat membasahi kening, pelipis serta rambut hitam legamnya. Sebelumnya Gara tidak pernah melalaikan pekerjaannya. Dia selalu melakukan tugasnya dengan rapih dan juga bersih. Namun untuk pertama kalinya terlintas di bayangan Gara bahwa ia tidak akan pernah tega melakukan pada Kisha. Wanita mungil berhati bersih.   "Pengecut!" umpatnya lagi membanting meja yang ada di depannya.   Gara berdecup malang sembari berkacak pinggang. Dia berbalik membuka sebuah laci yang tampak usang itu mengrluarkan map hijau yang berisi data penting itu. Gara memejamkan matanya rapat. Dia harus segera bergerak sebelum mereka meminta pembunuh bayaran lain untuk menghabisi Kisha.   Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa mereka sangat ingin menyingkirkan Kisha. Kisha baik, dia penyayang dan juga sangat lembut perasaannya. Bahkan dirinya pun terjebak dalam tatapan teduh Kisha. Ah bukan. Melihat punggungnya yang bergetar kala itu bahkan sudah menarik hati nuraninya kembali untuk melindungi Kisha   Apa yang mereka incar? Itu yang selalu terngiang di pikirannya. Dalam bisnis Kisha tidak pernah bermain kotor, pada keluarga pun Kisha sangat menyayangi mereka. Lalu, dimana letak kesalahan Kisha?   "Sial, sial, sial!"   Gara membanting kursi yang tadi ia duduki. Hari ini, dia akan membawa Kisha pergi.   ***   Kisha terkesiap melihat Gara yang duduk begitu keren di atas motor besarnya. Kisha mengerut melihat Gara yang mengenakan jaket kulit dan membawa satu jaket kulit lagi.   Kisha segera memalingkan wajahnya saat Gara melepas kacamat hitamnya dan dengan genitnya mengedipkan sebelah mata ke arahnya.   "Apa-apaan dia itu," gerutu Kisha mengentakkan kakinya sebal.   Motor Gara sudah bergerak berhenti di depan Kisha. Dengan tengilnya Gara menopangkan kepalanya pada tangannya menatap Kisha memuja. "Hai, Manis," sapa Gara mengedipkan matanya sembari memonyongkan bibirnya.   "Apaan sih, Ga," cebik Kisha merona.   Astaga... Makhluk apa yang merasuki tubuh Pria di hadapannya ini? Atau jangan-jangan waktu mengidam ibunya ngidam yang aneh-aneh.   "Abang tahu, Abang itu paling ganteng paling kece yang pernah Neng temuin," celetuk Gara jumawa. Tangan Gara terulur mengatupkan bibirnya yang terbuka, "tapi ya biasa aja jangan segitunya," lanjutnya kembali mengedipkan matanya genit.   Kisha mendengkus memutar bola mata malas. "Ini aku punya dosa apa ya bisa kenal sama Pria kayak gini?" cetus Kisha memasang raut wajah teraniaya.   Gara berdecak merubah posisinya duduk tegak. "Bukan dosa. Lebih tepatnya amal ibadah kebaikan kamu jadinya kamu bisa dekat sama aku."   "Parah," gumam Kisha bingung harus mengatakan apalagi.   Gara tergelak memegangi perutnya kemudian membuang permen karet sembarangan. Kisha mengerenyit jijik melihat tingkah Gara. "Jorok ih..."   Gara mengedik. "Jorok sama permen karet doang. Asal jangan jorok sama kamu aja," rayu Gara lagi.   Kisha memasang raut wajah seperti ingin muntah, padahal hatinya terasa berbunga.   "Mau kemana ini?" tanya Kisha mengalihkan pembicaraan. Dia tidak sanggup menerima gombalan lainnya yang nanti bisa saja keluar dari bibir seksi Gara.   Astaga...   "Kita ke suatu tempat yang sudah aku katakan sebelumnya. Ada laut, udara di sana juga masih sejuk. Aku yakin kamu pasti suka," jawab Gara kemudian turun dari motornya.   Kisha mundur beberapa langkah memberi jarak antara dirinya dan Gara. Kisha terkesiap saat Gara menarik tangannya lembut memakaikan jaket kulit itu pada tubuhnya. Kisha sungguh merasa tersanjung dengan perlakuan Gara. Gara menarik resleting jaket Kisha hingga jarak mereka perlahan menjadi dekat.   Gara tersenyum lembut saat tatapan mereka bertaut. Senyum yang memabukkan bagi Kisha. Kisha terlonjak kaget saat Gara tiba-tiba mengecup bibirnya kilat.   Astaga... Rasa panas menjalar keseluruh tubuh Kisha. Kisha menggeleng akan perlakuan Gara padanya.   "Tengil," umpat Kisha memutar bola mata jengah.   Gara menarik sebelah alisnya menatap Kisha dalam. "Siapa yang tengil?"   "Kamu," tunjuk Kisha memberengut.   Gara terkekeh pelan kemudian mendekat padanya hampir tidak ada jarak. Kisha memejamkan matanya menebak bahwa Gara akan kembali mencium Bibirnya. Dan ternyata tebakannya salah. Gara mengikat rambut panjangnya yang diurai dari depan. Kisha mendongak. Dan lagi, tatapan hangat Gara menggetarkan hatinya.   "Pakai helmnya. Sengaja beli warna pink, kan biar feminim " Gara menyodorkan helm berwarna pink padanya.   Kisha mengangguk menerima helm itu. Saat Kisha hendak menaiki motor, seruan terdengar dari arah belakang membuat Kisha urung menunggu yang berlari ke arahnya.   "Sha, ada yang harus aku kasih tahu sama kamu," ucapnya terengah.   Kening Kisha mengerut menatap malas Aira yang berantakan. "Ringga, dia itu---"   "Ayo. Nanti keburu macet," sela Gara mengalihkan perhatiannya.   "Tapi--"   Gara berdecak menarik pergelangan tangannya. Menuntunnya untuk naik ke atas motornya.   "Gara..."   Gara tidak menyahuti malah menyalakan mesin motornya. Gara sempat menoleh menatap Aira tajam.   Permainan akan dimulai...   Batinnya menyeringai. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN