TWO - SUSPICIOUS

1324 Kata
Alice merapikan letak kacamatanya sembari menatap laptop di depannya. Ia bekerja sebagai jurnalis di sebuah kantor berita kecil di Las Vegas. Umurnya sudah 26 tahun, tetapi ia sama sekali belum pernah berpacaran sejak lahir. Karena yang dipikirkannya pertama kali adalah kerja, kerja dan kerja. Alice selalu mengutamakan pekerjaannya dalam setiap keadaan. Ia selalu optimis dengan pekerjaannya dan selalu menghasilkan berita yang bagus. Ada satu hal yang masih sama sejak dulu, yaitu sifatnya. Masih dingin seperti es. Kali ini, berita yang didapatnya cukup mengejutkan dari laptop biru di hadapannya. Breaking News! Perjanjian disepakati. Galaxy Corporation berhasil mengakuisisi perusahaan minyak Oilo. Galaxy Corporation adalah satu dari perusahaan penyokong ekonomi negara yang dimiliki oleh Andrew Watson. Perusahaan Galaxy Corporation sangat terkenal, karena kekayaan bersihnya yang sangat besar, juga kontroversi yang mengikutinya. Pemiliknya, Andrew Watson, adalah orang yang membenci kamera dan buruh tinta. Tidak ada foto pria itu beredar di internet, bahkan biodatanya pun tidak. Pria itu bersembunyi di balik bayangan yang konon katanya mengontrol pemerintah. Mitos beredar jika Andrew Watson banyak menghabiskan waktunya di kasino pertama yang ia bangun di Las Vegas, daripada di kantor utamanya yang berada di Washington D.C. Alice menyipitkan matanya curiga sembari menoleh ke arah Matthew yang berada di sebelah meja kerjanya. Pria jakung dengan kacamata lebar itu juga sedang fokus menatap laptopnya. Semua anggota di kantornya memang memiliki penampilan sebelas dua-belas dengan Alice. Berkacamata. Matthew adalah teman terbaik dan terdekat Alice selama ia bekerja di kantor berita kecil itu. Ia selalu membagi beritanya dan menceritakan masalahnya ke Matthew. Sifat Alice yang dingin, tidak berlaku lagi jika ada Matthew di dekatnya. "Matthew," panggil Alice sambil melepaskan kacamatanya dan membersihkan benda itu. "Hmm?" Matthew tetap pada laptopnya dan tidak menoleh sedikit pun. "Apakah kau merasakan hal yang sama denganku?" Matthew menghentikan aktivitasnya dan langsung menoleh Alice. Wajahnya berubah serius saat menatap mata violet gadis di sebelahnya. "Apa?" "Sepertinya perusahaan Andrew melakukan korupsi dan menghindari pajak negara." Insting Alice mengatakan kalau ada sesuatu yang salah mengenai perusahaan pria itu. Alice selalu mempercayai dan mengikuti instingnya, karena ia tahu instingnya tidak pernah salah. Matthew menatap Alice sebentar sambil berpikir lagi. Ia tidak langsung menjawab Alice dan ikut melepaskan kacamatanya. "Aku sependapat denganmu." Keduanya kembali diam, larut dengan pikiran masing-masing. Alice memakai lagi kacamatanya, sambil berkata,"Ayo kita selidiki kasinonya, malam ini."  "Aku masih ingin hidup, kawan. Sebaiknya kau pergi sendiri," tolak Matthew sambil menggeleng cepat. "Memangnya apa yang akan terjadi?" Alice mengangkat alisnya bingung mendengar penolakan Matthew. "Kau tahu Diandra?" "Wanita yang mengalami amnesia itu," jawab Alice mengangguk mengerti. "Dia pernah menyelidiki bar Andrew dan mendapat banyak informasi mengejutkan, tetapi kini informasi itu tidak pernah menjadi berita, karena Diandra mengalami amnesia. Banyak yang menduga, ia dipukuli ketika perjalanan ke sini oleh suruhan Andrew," jelas Matthew rinci. Alice terdiam sejenak, menutupi keterkejutannya. Ia memang sempat mendengar berita tentang Diandra yang amnesia, tetapi ia tidak tahu kalau itu semua akibat Andrew. Alice menggeleng cepat sambil berkata, "Baiklah aku..." "Tidak akan menyelidikinya?" lanjut Matthew menyambung perkataan Alice. ".... tidak akan menyerah." Jawaban Alice langsung membuat Matthew melebarkan mata kaget. Matthew tahu kalau sahabatnya ini terlalu pemberani dan pantang menyerah. Susah kadang, memiliki sahabat sepertinya. "Kalau kau tidak mau, aku bisa pergi sendiri," tambah Alice berpura-pura memasang tampang kesal sambil memasukkan buku dalam tasnya. Ia menggendong tas ranselnya dan bersiap untuk pergi. Langkahnya terhenti ketika mendengar Matthew berseru untuk ikut. "Baiklah, aku ikut! Aku tidak akan meninggalkanmu sendiri," seru Matthew pasrah. Alice tersenyum lebar dan langsung menggandeng pria itu pergi ke kasino Andrew. Sesampainya di sana, kasino itu penuh dengan orang-orang berjas dan wanitap-wanita seksi. Kasino memang adalah tempat bagi orang-orang kaya yang gemar berjudi. Semua pria di situ kebanyakan tua dan berhidung belang. Yang muda hanya beberapa dan kebanyakan adalah pelayannya. Suasana dalam kasino itu remang-remang dan terdengar beberapa teriakan gembira, karena memenangkan judinya. Tidak jarang juga, terdengar teriakan putus asa, karena sudah kehilangan semua yang mereka punya akibat berjudi. Dalam berjudi hanya ada dua nasib yang ditentukan. Pulang membawa uang atau pulang tanpa membawa uang sama sekali. Jarang ada yang memiliki nasib pertama, tetapi jika ada, pastilah dewa keberuntungan sedang memihak padanya. Kebanyakan mereka pulang tanpa membawa uang. Alice mencium bau-bau kecurangan dari pihak kasino dengan menyerap semua uang orang yang bermain judi dalamnya. Karena suasana begitu ramai dengan orang-orang, Alice kehilangan Matthew. Pria itu entah mengapa sudah menghilang dari peredarannya. Tubuh Alice yang kecil, membuatbya sulit mencari pria itu di tengah orang-orang yang jauh lebih tinggi darinya. Ia terpaksa melanjutkan misinya sendiri, mencari pintu pintu tersembunyi di kasino itu. Ada satu pintu yang menarik perhatian Alice sejak tadi. Pintu itu terletak di ujung ruangan dan tempatnya terpencil. Terlihat seperti pintu karyawan, sebab banyak pelayan yang berlalu lalang di sekitar sana. Alice menyelinap masuk ke dalam pintu itu sembunyi-sembunyi saat situasi menurutnya pas. Ia termasuk orang yang sangat pintar menyelinap,a apalgi didukung badannya yang kecil.  Ruangan itu bising dan kacau. Semua orang sibuk dengan pekerjaan masing-masing, hingga tidak menyadari Alice berjalan tegak, selayaknya karyawan, berjalan ke arah ruang ganti. "Hei, kau!" seru seseorang membuat Alice menoleh ke belakang untuk memastikan dirinya dipanggil. Jantungnya berdegup sangat kencang, namun ia tetap memasang wajah datarnya.  "Sialan, bagaimana bisa kau belum memakai seragam di jam seperti ini?" umpat kepala karyawan di situ dengan nada kesal sekaligus lelah. Tampaknya wanita paruh baya itu terlalu sibuk untuk menyadari jika Alice bukanlah pelayan di situ.  "Seragamku rusak," jawab Alice. Kepala karyawan itu berdecak kesal. "Pakai seragam bekas yang ada di keranjang ruang ganti. Setelah itu, segera antar pesanan Tuan Andrew ke ruang kerjanya. Mengerti?!" Alice mengangguk patuh sembari bersorak senang. Ia segera berjalan ke ruang ganti dan mengganti bajunya dengan baju yang ditemukan di dalam keranjang. Ketika keluar dari ruang ganti, Alice langsung dipaksa membawa nampan dengan sebotol wine merah dan gelas tinggi yang elegan.  "Saya adalah orang yang cepat lupa. Terakhir kali saya ke ruang kerja Tuan Ancdrew, saya tersesat. Bisakah Anda memberitahu arah jalannya?" tanya Alice sembari memasang wajah polosnya. Kepala karyawan itu berdecak kesal, namun ia tetap memberikan petunjuk dengan setengah hati. Alice keluar dari ruangan karyawan itu smebari berjalan ke arah ruang kasino VIP khusus untuk para jutawan dan konglomerat yang dijaga ketat oleh dua pengawal berbadan besar. Dua pengawal itu memberikan Alice jalan masuk setelah melihat seragam dan nampannya. Ruang kaisno VIP itu sangatlah mewah dengan interior klasiknya, begitu juga dengan suasana yang lebih tenang daripada di luar. Semua orang di situ berpakain rapi selayaknya pesta formal.  Alice tetap berjalan ke sebuah tangga lebar di ujung ruangan  yang kembali dijaga oleh dua pengawal berbadan besar. Pengawal itu lagi-lagi memberikannya izin setelah melihat seragamnya. Alice melangkahkan kakinya naik hingga ia dihadapkan dengan sebuah pintu kayu ek berukiran elegan. Ia melangkah ke pintu itu dan membukanya.  Alice memasuki ruangan itu dan mendapati ruangan itu adalah ruangan kerja yang sangat mewah. Terdapat meja kerja, rak buku elegan, sofa, meja pendek dan perapian yang memberikan kesan elegan pada ruangan klasik tersebut. Alice segera meletakkan nampan tersebut di meja pendek, sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana pelayannya. Ia membongkar meja kerja dan tumpukan kertas di meja kerja kayu itu. Semua dokumen mencurigakan difotonya. Ia berdiri membelakangi pintu ketika membaca sebuah perjanjian yang mencurigakan.  Tiba-tiba saja kedua tangannya sudah ditahan oleh seseorang dari belakang. Alice bisa merasakan hembusan nafas orang itu di telinganya. Jantungnya berdegup kencang, pertanda waspada. Ia berusaha untuk melawan, namun sayang tenaga orang itu jauh lebih besar darinya. Kecelakannya beberapa tahun lalu, membuatnya tidak sekuat dulu. Kecelakaan itu menimbulkan luka permanen pada persendian tangan dan kakinya. Matilah aku!, Rutuk Alice dalam hati. "Gadis kecil sepertimu, sepertinya ingin memancing seekor singa" Terdengar bisikan pelan di telinga Alice yang membuat bulu kuduknya meremang. Suaranya terdengar sangat lembut, namun tajam. Alice ingin berbalik dan melarikan diri, tetapi terlambat pria itu sudah menangkap pinggangnya dan menempatkan tubuh mungil Alice di meja kerjanya. Pria, yang diketahui Alice bernama Andrew itu memerangkapnya dengan tangan di kedua sisi tubuhnya. Kepala mereka sejajar dan dekat. Alice berusaha memalingkan wajahnya, tidak ingin merasakan hembusan nafas mafia itu di wajahnya. Tangan pria itu mencengkeram dagunya dan memaksa mata mereka untuk bertemu. Terlihat kilat keterkejutan dalam mata tajam pria itu. Alice mencengkram sisi meja, karena mengetahui ia memancing orang yang salah. Dan untuk pertama kalinya ia merasa takut. "Kau..." Terdengar pria itu menggeram. "...sedang apa disini?" desisnya tajam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN