MHBB - 4

2383 Kata
Lavly, turun dari sedan mewahnya yang baru saja terparkir di halaman Hospi Hospital khusus dokter. Gadis itu menenteng totebagnya yang memang sengaja ia jinjing. Dengan langkah sedikit gontai, Lavly berjalan menuju ruang tunggu dokter dan mengambil jas kebesarannya untuk ia pakai ke ruang praktiknya. Walaupun hanya sebentar saja ia mendapatkan jam praktik hari ini, namun tetap saja membuat dirinya jadi tidak semangat karna ucapan sang papa yang membuat dirinya kesal setengah mati. Rasanya lelah sekali berdebat panjang lebar dengan papanya kemarin masalah lelaki yang akan mendampingi dirinya. Lavly bahkan tak pernah menyangka jika papanya sedemikian ngototnya untuk memintanya menemui Fajri, anak lelaki salah satu koleganya yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Sekalipun, ia sudah benar mengenal Fajri dengan baik tapi tetap saja hatinya masih terisi oleh Vasant dan tidak tau kapan akan terganti. Walaupun, secara garis besar pekerjaan yang sekarang Vasant lakukan memang jauh dari kata baik. Ia percaya suatu hari nanti, Vasant akan bisa memberikan yang terbaik untuk dirinya. Tapi ia jelas tidak akan bisa mengganti Vasant dari hidupnya begitu saja. Lavly terlalu mencintai lelaki itu begitu juga Vasant pada dirinya. Mangkanya kenapa sampai saat ini, mereka berdua masih tidak mau melepaskan satu sama lainnya. Sekalipun, tidak ada restu dari papa Lavly. Tapi Vasant akan mempertahankan Lavly sampai kapanpun. “Kenapa seperti lemas sekali, Lav? Apa sedang tidak sehat?” tegur dokter Dean yang baru saja sampai di ruang tunggu dokter setelah mengecek pasiennya siang itu. “Astaga, Dokter Dean! mengagetkan aku aja! Kapan sampainya Dok?” kata Lavly yang hampir saja berteriak karna teguran dokter Dean yang mengagetkannya secara tiba-tiba. “Belum ada 5 menit kok. Kamu terlalu fokus sama lamunanmu itu. Mangkanya aku disini kamu tidak tau. Apa kamu sedang ada masalah? atau sedang kurang sehat?” Ucap Dean dengan senyuman di wajahnya. “Aku ga apa-apa kok, Dok. Jangan khawatirkan aku, aku bisa jaga hari ini.” Lavly tersenyum tipis menanggapi ucapan Dean. “Ya sudah, kalau memang kamu tidak apa-apa. Kalau gitu aku pergi dulu. Istriku tercinta dan anak-anak sudah menunggu di rumah,” kata Dean yang kemudian melambaikan tangan pada Lavly yang masih setia berdiri di depan pintu ruang tunggu dokter. Lavly mengangguk mendengar kalimat pamitan dari seniornya itu. Tak lupa ia juga melambaikan tangan untuk Dean. *** Lavly memandang tetesan air hujan yang membasahi jendela ruang kerjanya sambil memegang secangkir kopi di tangannya. Uap panas kopi itu masih mengepul karna memang Lavly baru saja membuatnya. Sedikit demi sedikit Lavly menyeruput kopi yang masih dipegangnya dan membuat Lavly sedikit banyak agak tenang. Semua kata yang diucapkan papanya begitu membekas di otaknya dan membuat suasana hatinya kurang baik sejak kemarin. Walaupun ucapan papanya memang ada benarnya juga. Tapi ia masih belum mau mengalah untuk saat ini. Ia masih akan terus mempertahankan hubungannya dengan Vasant dan membiarkan lelaki itu memimpin hubungan dengannya. Ia hanya mengikuti alur. Saat fikirannya melayang jauh memikirkan nasib hubungannya dengan Vasant. Tiba-tiba saja suara panggilan masuk pada ponselnya terdengar. Lavly yang sedang tidak memegang ponselnya langsung menoleh ke sumber suara. Ponselnya ia letakkan di atas meja kerja di belakangnya. “Halo …” Lavly langsung memperdengarkan suaranya ketika melihat id penelponnya adalah kekasihnya sendiri. Lavly bahkan langsung mengembangkan senyuman ketika membaca id penelpon yang masuk. “Maaf kalau aku baru mengabarimu, Babe.” Ucap lelaki besuara berat yang selalu menjadi semangatnya. “Ga apa-apa aku tau kamu sedang banyak pekerjaan. Kamu lagi dimana?” tanya Lavly ketika kekasihnya itu sudah meminta maaf. “Aku senang karna kamu memaklumi keadaanku. Dalam perjalanan menuju apartementku, Honey Apa kamu rindu padaku?.” Katanya dengan suara yang terdengar seperti sedang tersenyum. “Apartmu yang di Jakarta? Tentu saja aku sangat merindukanmu,” tanya Lavly sekali lagi. Berharap memang Vasant benar sudah berada di Jakarta. “Yup, kamu benar. Aku sedang berada di jalan menuju apartku yang di Jakarta.” Vasant langsung membenarkan ucapan kekasihnya itu. “Kamu sudah pulang lebih awal? Astaga, aku rindu sekali padamu, Vasant. Selesai dari Hospi aku akan menemuimu.” Ucap Lavly langsung. “Aku juga sangat merindukanmu, Babe. Iya memang lebih awal, aku harus cepat kembali ke Jakarta karna sedang ada wanita cantik yang menungguku.” Kata Vasant dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. “Kamu bisa saja, aku ingin memelukmu Sayang.” Lavly langsung to the point. “Apapun yang kamu inginkan, aku bolehkan. Aku milikmu, Lavly. Begitu juga kamu. Kamu itu milikku,” ucap Vasant tersenyum lagi di akhir kalimatnya. “Baiklah, aku akan menunggumu. Apa yang kamu inginkan untuk makan malam kita Babe?” tanya Vasant pada Lavly. “Apa saja. Kamu tau apa selera makananku.” Kata Lavly yang senang mendengar ucapan kekasihnya. Lelaki yang selalu ia harapkan untuk menjadi suaminya kelak. Lelaki yang selalu tau apa maunya dan lelaki yang selalu memanjankan. *** “Faster, Larissa!” kata seorang lelaki yang masih saja menerima hujaman kenikmatann yang diberikan oleh sang kekasih. “Divyant ahhh …” suara penuh kenikmatann itu terdengar begitu saja ketika milik mereka saling memberikan kenikmatann yang tidak pernah mereka tolak. Larissa memacu dirinya untuk segera mendapatkan kepuasann pencapaian atas apa yang sedang ia lakukan bersama dengan kekasihnya yang sudah hampir setahun ini ia pacari. Tak lama kemudian, cairan hangat penuh kenikmatann yang dikeluarkan oleh Divyant mengalir begitu saja. Tubuh Larissa langsung ambruk di atas Divyant yang langsung memberikan kecupan singkat pada pucuk kepala wanita itu dan memeluknya erat. “Servicemu selalu memuaskan Larissa! Akan aku berikan hadiah jika kamu melakukannya terus seperti ini.” Puji Divyant yang langsung mendaratkan ciuman bertubi-tubi yang ia lakukan untuk wanita yang sudah memberikan segalanya untuknya itu. “Aku tau, kamu begitu mengingkanku. Aku begitu mencintaimu, Divyant! Maka aku akan memberikan service terbaik untukmu.” Larissa mengedipkan sebelah matanya. “Aku juga mencintaimu!” ucap Divyant yang langsung melumatt bibir kekasihnya itu. Divyant bahkan langsung mengganti posisinya menjadi di atas wanita itu. Nampaknya, lelaki itu sudah tidak sabaran dengan permainan berikutnya yang akan mereka lakukan setelah ini. Divyant bahkan menggoda inti tubuh Larissa dengan jari-jarinya dan membuat wanita itu sedikit memejamkan matanya. Menerima perlakuan yang tentu tidak akan pernah bisa ia tolak. Mengeluarkan suara desahann untuk membuat sang lelaki semakin gencar memberikan kenikmatann di bawah sana. “Apa kamu sudah siap untuk permainan selanjutnya?” bisik lelaki itu yang sudah membuat Larissa hanya menjawabnya dengan anggukan. Begitu Divyant sudah bersiap untuk melanjutkan permainannya bersama dengan Larissa, sebuah panggilan telpon terdengar di samping nakas ranjang yang sedang mereka tempati. Larissa menoleh pada meja nakas yang ada di sampingnya. Mengulurkan tangannya untuk melihat dari mana panggilan telpon itu berasal. Setelah melihat id penelponnya ternyata itu dari suaminya, Davka. “Divyant bisa kita tunda dulu sebentar? Davka menelponku,” ucap Larissa yang sepertinya juga tidak rela jika kegiatan mengasyikan itu terganggu oleh telpon dari Davka, suaminya. “Baiklah, tapi kamu harus menjawabnya disini!” kata Diyant yang juga tidak terima jika wanita itu pergi jauh darinya walaupun hanya sebentar saja. Larissa mengangguk sebelum akhirnya menjawab telpon dari Davka. “Yahh … Sayanghhh,” kata Larissa yang sedikitnya mengeluarkan suara desahannnya karna ulah Divyant yang menggoda inti tubuhnya di bawah sana. “Kamu dimana?” tanya Davka langsung pada inti pertanyaannya. Sudah 2 hari ini, Davka tidak mendengar suara istrinya karna sibuk bertugas. Larissa juga sepertinya sengaja tidak memberikan kabar padanya. Maka, begitu ada senggang, Davka mencoba untuk menelpon Larissa. Walaupun, sering kali panggilannya diabaikan oleh wanita yang sudah secara sah ia nikahi. “Akuuhh, di lokasi shooting Sayangghh …” ucap Larissa yang lagi-lagi mengeluarkan suara kenikmatann. “Shooting? Apa kamu yakin?” tanya Davka dengan suara penuh kecurigaan. “Iya, memangnya kenapa?” tanya Larissa yang langsung menjauh dari Divyant karna sepertinya dekat-dekat dengan lelaki itu malah akan membuat Larissa jadi semakin bergairahh karna perlakuannya. Ia hanya tidak ingin Davka menjadi curiga akan dirinya. Tapi, sayangnya Divyant mengejar Larissa dengan memeluk tubuh wanita itu dari belakang dan memainkan pucuk dadaanya dengan jari-jarinya. “Aku di lokasi shootingmu, tapi kata salah satu crewmu hari ini kamu tidak ada jadwal.” Ucap Davka yang terdengar sedikit kesal karna nyatanya Larissa berbohong padanya. “Aku sedang shooting di lokasi lain, Davka. Dia tidak tau apapun soal jadwalku. Kamu jangan bicara yang aneh-aneh dan jangan curiga.” Ketus Larissa pada Davka. Wanita itu juga tak terima dengan tuduhan Davka. Walaupun, nyatanya Larissa memang benar berbohong tentang urusan jadwal shootingnya dengan Davka. “So? Jam berapa kamu akan pulang?” tanya Davka kali ini berusaha untuk melembutkan nada bicaranya. Sekalipun, nyatanya ia begitu kesal karna tidak berhasil menemui istrinya sendiri. Padahal, dirinya sudah begitu rindu pada Larissa. “Mungkin jam 9 malam,” kata Larissa sambil menahan gejolak yang masih saja ditimbulkan oleh Divyant karna lelaki itu sedang bermain di pucuk dadaanya. Kali ini ia menggerakkan lidahnya dan sedikit banyak membuat Larissa tak sabaran memulai permainan mereka lagi. “Baiklah, aku tunggu di rumah.” Ucap Davka lagi. “Iya, sampai bertemu di rumah, Sayangghh …” lagi-lagi Larissa menyuarakan kenikmatann yang diberikan Divyant lalu menutup panggilan suaranya dengan Davka buru-buru. “Kamu ini nakal sekali, Divyant!” Larissa langsung melumatt bibir Divyant dan naik ke atas gendongannya. *** “Sama siapa?” tanya Lavly begitu melihat seorang lelaki yang ia sangat hafal sudah berdiri di lobby Hospi Hospital. “Seperti yang kamu lihat, aku sendiri!” ucap lelaki tampan yang mengenakan kaos berkerah warna hitam dipadu dengan celana denim berwarna biru dongker. “Mau menjenguk seseorang?” tanya Lavly lagi. Karna sepertinya ia begitu penasaran dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu siang-siang saat weekend di Hospi Hospital ini. “Aku ingin bertemu denganmu, Lav. Aku tidak ingin bertemu dengan siapapun selain kamu disini.” Ucap lelaki itu lagi dengan seringaian di bibirnya. “Kalau ini suruhan dari papa, kamu boleh pulang. Karna aku tidak ingin kamu mengadu apapun padanya.” Kata Lavly yang langsung menunjuk arah pintu keluar dari Hospi. “Tidak, siapa bilang ini suruhan papamu? Aku kesini atas dasar keinginanku sendiri.” Ucap Fajri dengan senyuman di wajahnya yang masih belum luntur saat pertama kali melihat wanita itu melangkah ke arahnya. Memang lelaki itu berniat untuk merebut hati Lavly sejak lama. Lampu hijau dari papa Lavly pun sudah diberikan untuknya sejak lama. Hal itu membuat dirinya semakin berani untuk mendekati Lavly. Sekalipun ia tau sedang berurusan dengan kekasih siapa. Siapa yang tidak kenal dengan Vasant? Pengusaha muda di bidang pertambangan dan perkebunan itu membuat dirinya semakin terkenal karna kepiawaiannya. Bahkan Vasant baru saja dinobatkan sebagai pengusaha sukses tahun ini. Lelaki itu bahkan sudah mendapatkan gelar billioner karna warisan dari kake moyangnya yang ia dapatkan secara turun-temurun dari ayahnya. “Aku ga ada waktu, Fajri.” Kata Lavly yang mendekat ke arah lelaki itu. “Kapan kamu pernah ada waktu untukku, Lav? Kamu itu selalu sibuk dengan hubungan tanpa restu yang sedang kamu jalani, bersama dengan Vasantmu itu.” Kata Fajri yang sepertinya tidak terima dengan penolakan Lavly untuk yang kesekian kalinya padanya. “Itu urusanku, Fajri. Kamu tidak berhak mengatakan apapun atas hubunganku dengan Vasant.” Ucap Lavly yang nampaknya tidak terima dengan ucapan Fajri barusan. Fajri menyeringai mendengar ucapan Lavly. “Ya aku tau, itu memang itu urusanmu. Tapi sepertinya, untuk kali ini aku harus sedikit memaksamu, Lavly!” Fajri langsung mengambil tangan Lavly dan membawanya. “Fajri lepas! Lepasin aku!” kata Lavly yang memberontak atas perlakuan lelaki itu. Tapi sepertinya lelaki itu tidak mau mendengarkan ucapan Lavly. Malah cengkraman tangannya semakin mengerat dan membuat Lavly sedikit banyak merintih akibat perbuatannya. “Aku hanya ingin punya waktu denganmu, Lavly! Berikan kunci mobilmu!” titah Fajri di akhir kalimatnya. Fajri sudah meminta Lavly untuk masuk ke dalam mobil MPV mewahnya setelah ia berhasil menarik wanita itu ke dalam mobilnya. “Aku bisa pulang sendiri!” Lavly berkata dengan sangat ketus dan tatapan matanya sangat sinis. “Aku tau, tapi kali ini aku tidak akan mengizinkanmu untuk pulang sendirian. Aku ingin kamu ikut denganku! Menghabiskan waktu denganku ber-dua!” ucap Fajri tak kalah ketus. Ia tentu tidak akan membuang kesempatan itu. Walaupun tatapan mata Lavly begitu membunuh, tapi Fajri tak akan gentar untuk membawanya pergi bersamanya sekalipun ia tau jika Lavly sedang ada janji temu dengan sang kekasih. Tapi Fajri tidak akan menuruti keinginan keinginan wanita itu. “Mana? Sini kasih ke aku!” Fajri mengulurkan tangannya dan meminta Lavly untuk memberikan kunci mobilnya pada lelaki itu. Di belakang Fajri tentu sudah ada anak buahnya untuk membawa mobil Lavly ke rumahnya. Dengan wajah sinis Lavly memberikan kunci mobil sedan mewahnya secara terpaksa pada lelaki yang kini berdiri di sebelahnya. “Lian! Bawa mobil Lavly ke apartku!” Titah Fajri pada asistennya. Lelaki berstelan rapi itu langsung maju dan menerima kunci mobil milik Lavly. “Baik Tuan, saya akan membawanya.” Jawab Lian sambil menerima kunci mobil Lavly dan segera pergi meninggalkan mereka berdua disana. Setelah kepergian Lian, Fajri kemudian naik ke mobil MPVnya dan segera mendaratkan bokonggnya dikursi penumpang di sebelah Lavly. Lavly tampak mengerucutkan bibirnya karna nyatanya Fajri benar-benar takkan melepaskannya kali ini. “Jalan, Pa!” titah Fajri pada sang supir yang sudah siap di tempatnya. “Baik Tuan,” jawab sang supir. Tak lama kemudian, roda mobil berputar tanda mobil mewah itu sudah bergerak dan meninggalkan Hospi. Lavly tak mau berbicara apapun pada Fajri untuk saat ini. Ia akan membiarkan dan ingin tau sampai mana lelaki itu menginginkannya. Ia mengeluarkan ponselnya dan sedikit memikirkan alasan apa yang akan ia berikan pada Vasant jika dirinya tidak akan datang hari ini ke apartnya. Padahal, ia sudah begitu merindukan kekasihnya itu. Ia ingin memeluknya dan merasakan kenyamanan yang tidak ia dapatkan dari manapun. Tapi, rencananya itu harus gagal karna ulah Fajri yang tidak membiarkan dirinya pergi begitu saja. “Kalau kamu sedang bingung harus memberikan alasan apa yang akan kamu berikan pada kekasihmu itu, sebaiknya kamu matikan saja ponselmu. Aku tau, dia takkan bisa menghubungimu jika kamu mematikannya.” Ucap Fajri ketus. “Jangan ikut campur urusanku, Fajri! Seharusnya kamu tidak perlu bertindak seperti ini.” Kata Lavly yang langsung menerkuri ponselnya setelah mendapatkan alasan yang pas untuk ia berikan pada kekasihnya. Fajri tau jika Lavly akan berbicara ketus padanya. Ia bahkan sudah mempersiapkan mentalnya. Tapi biarkan saja, Lavly harus menjadi miliknya. Itu adalah impiannya. “Kalau aku tidak bertindak seperti ini, kamu pasti tidak akan mau ikut denganku, Lav.” Kata Fajri yang langsung menoleh pada Lavly yang sudah memasang tatapan tajam kepadanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN