3. Ucapan Selamat

1854 Kata
Kedua gadis tersebut lantas berjalan menuju meja bar. Setelah mengantri, akhirnya bertender meracik cokelat hangat khas Turki untuk mereka. "Ini minuman kesukaanku kedua setelah ayran. Uff… aku tidak sabar mencobanya." Sevda mulai membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar bersama Oyku. "Ini memang enak sekali, Sevda!" Oyku berseru. "Yah, kau ben–" perkataan Sevda itu tersenti saat seseorang tak menyenggolnya dan membuat minuman cokelat hangat tersebut tumpah mengenai pakaian. "Sevda, are you okay?" Oyku mencoba membantunya. Sevda yang masih kesal itu membalikkan tubuhnya, melihat seorang pria yang baru menabraknya tadi dan berjalan melewatinya begitu saja. "What the hell!" Gadis itu langsung berjalan mendekati sang pria, maju di depannya dan menghalangi langkahnya. Ia baru sadar kalau pria tersebut merupakan Ayaz. "Apa kau tidak merasa bersalah setelah menabrakku?!" Sevda mulai merutukinya. "Ayo minta maaf!" Alih-alih melakukan apa yang gadis itu suruh, Ayaz memilih bungkam dan hendak menyingkir. Namun gadis di depannya itu tak mau membiarkannya begitu saja. "Apa kau tidak punya sopan santun? Tentu saja! kau memang pria berkepala batu. Pria dingin dan angkuh. Tapi dengar ya, kau tidak bisa pergi sebelum meminta maaf padaku!" Sevda terus mengomelinya, tetapi Ayaz hanya memutar mata bosan. "Sevda, sudahlah… ayo pergi!" Oyku bermaksud melerai. "Tidak bisa, Oyku. Tidak bisa. Pria ini harus meminta maaf dulu padaku. Dia pikir dia siapa? Dia harus bisa bersikap baik pada seorang gadis!" Sevda memajukan tubuhnya, menghapus jarak antar dirinya dengan Ayaz. "Kau tidak bisa pergi. Ayo cepat minta maaf dulu! Dasar bongkahan gletser! Stone man!" "Sevda, hentikan!" Oyku kembali berucap dengan suara pelan saat melihat Serkan melangkah ke arah mereka. "Oyku, kau diam saja. Aku tidak akan berhenti sebelum dia meminta maaf padaku?!" "Cousin!" Suara seorang pria terdengar menyahut ucapan Sevda. Namun bukan berasal dari mulut pria di depannya. "Cousin, ada apa ini?" tanyanya lagi. Sevda memundurkan langkahnya, menoleh ke belakang Ayaz dan meneguk ludah berkali-kali saat melihat Serkan mulai melangkah ke samping Ayaz. "Cousin, semuanya baik-baik saja, kan?" tanya Serkan pada Ayaz. Lantas matanya itu beralih tertuju pada Sevda yang gelagapan. "Sevda? Apa Ayaz membuatmu tergganggu?" "Tidak. Yah, maksudku. Iya!" Berbicara dengan orang yang ia kagumi membuat Sevda salah tingkah. "Dia tadi menabrakku dan menumpahkan cokelat hangat di pakaianku," sambungnya gugup. Serkan melirik ke arah pakaian Sevda yang ternoda. Kemudian pria itu mendekat, menyentuh lengannya dan berkata, "Kau tidak apa-apa, kan?" Sentuhan itu membuat Sevda seperti tersengat listrik. Bahkan jantungnya berdetak tidak normal. Sementara matanya dia henti memandang pada wajah pria di depannya. Wajah yang dia anggap tampan layaknya pangeran itu berhasil membuatnya meneguk ludah. "Sevda!" Serkan membuyarkan lamunan gadis itu. "Ah, iya. Tidak apa-apa. Hehe." Gadis itu menggigit bibir bagian bawahnya. "Tadi aku hanya memintanya untuk meminta maaf. Tapi dia malah tidak mau." Serkan langsung melirik ke arah sepupunya. Begitupun dengan Ayaz yang tak acuh dan memilih enyah dari sana. "Maaf, ya. Sepupuku memang seperti itu. Mungkin dia tidak sengaja." Serkan kembali terfokus pada Sevda. "Tidak apa-apa. Aku sudah memaafkannya," balas Sevda dengan senyum bungah. Dari samping Oyku menyenggol bahunya, seakan memberi kode pada Sevda untuk mengatakan sesuatu. Tetapi Sevda tak mau mendengarnya. Terpaksa, Oyku yang mengatakannya langsung. "Serkan, apa kau nanti sore ada waktu luang?" tanyanya pada pria di depan Sevda. "Umm… sepertinya iya. Ada apa memang?" ujar Serkan balik tanya. "Kau bisa menyaksikan pertandingan berkuda. Sevda juga salah satu pesertanya." "Oh, ya?" Serkan bertanya sembari melemparkan tatapan kagum ke arah Sevda. Gadis itu mengangguk dua kali. "Iya." "Baiklah, aku akan datang. Semoga kau menjadi juaranya, ya!" Tangan Serkan kembali menumpang di bahu Sevda, dan itu membuat gadis itu kembali tak bisa mengontrol detak jantungnya. "Thanks!" "Serkan!" Suara seorang gadis membuat tangan Serkan menyingkir dari pundak Sevda. Hazal datang dan mulai menimbrung pada mereka. Hal itu tentu membuat Oyku melototkan dua bola matanya. Bencana jika Hazal mengatakan kalau Serkan itu kekasihnya. "Sevda, ayo kita membersihkan pakaianmu sebelum perkuliahan dimulai!" Oyku menarik tangan Sevda. "Serkan, maaf ya. Kami harus pergi!" sambungnya lantas membawa Sevda meninggalkan Sevda dan Hazal. "Oyku, kenapa kau menarikku seperti ini? Aku belum sempat mengucapkan sampai jumpa pada Serkan!" Sevda protes dengan pandangan menoleh ke belakang, melihat Serkan dan Hazal yang tengah berbincang. Namun temannya itu buru-buru menata kepala Sevda untuk menatap depan. "Sudahlah, lupakan. Nanti sore kau juga akan bertemu dengannya lagi. Lebih baik kau fokus dulu dengan turnamenmu nanti sore, dan menangkan medali emasnya agar Serkan kembali memberimu ucapan selamat!" "Baiklah baiklah… Nona pengatur!" Sevda mendengkus pasrah. Suara tepuk tangan bergemuruh saat nama Sevda diumumkan sebagai juara dalam ajang kompetisi berkuda. Jepretan kamera menyilau iris hazelnut gadis itu usai seorang pria berjas hitam mengalungkan mendali emas di lehernya. Setelah beberapa potret yang diambil, Sevda melangkahkan kaki jenjangnya turun panggung. Kedua mata hazelnutnya itu berbinar kala melihat sosok sang kakek yang bersorak ria dengan senyum penuh kebahagiaan di antara keramaian. Di sampingnya juga ada sang paman—Mustafa bersama istrinya yang berdiri sembari bertepuk tangan. Sevda berlari menghampiri mereka. "Bravo cucuku, bravo!!!" Alvendra memeluk sang cucu dan mengelus rambutnya. "Kau memang yang terbaik, Sevda!" seru Mustafa menyahut. Sementara Cemre—istrinya—turut bergembira. "Terima kasih, Paman Mustafa!" Sevda bergilir memeluk Mustafa dan Cemre secara bergantian. "Putri rajaku, selamat untukmu sayang!" Suara dari ponsel mengalihkan perhatian Sevda. Gadis itu melirik ke arah benda pipih berteknologi canggih yang Mustafa pegang. Sevda langsung merebutnya. "Papa Aydin! Lihat aku berhasil mendapatkan mendali emasnya!" Sevda menunjukkan mendali emas yang mengalung di lehernya pada seorang pria yang bersembunyi di balik layar ponsel. "Ibu Aisha!" seru Sevda lagi saat seorang wanita cantik berdiri di samping Aydin. "Selamat putriku. Papa sudah yakin kau pasti akan memenangkan turnamen ini. Lagipula, ini bukan kali pertamanya kau menang 'kan?" "Putriku memang yang terbaik!" sahut Aisha. "Terima kasih, Papa Aydin, Ibu Aisha. Aku sayang kalian." "Kami juga menyayangimu, Sevda!" "Oke, Papa, Ibu, sudah, ya. Nanti aku hubungi lagi. Aku harus menemui teman-temanku dahulu." "Baiklah, Sayang." Sevda kembali memberikan benda pipih tersebut pada Mustafa. Kemudian berpamitan pada mereka. "Kakek, Paman Mustafa, Bibi Cemre, Sevda ke sana sebentar, ya!" *** Langkah gadis itu terhenti dan langsung menghambur di pelukan Oyku. Cansu yang berdiri di dekatnya pun ikut memeluk. "Bravo, Sevda! Kau memang yang terbaik!" seru Oyku setelah melepaskan pelukannya. "Lihatlah, kau mendapatkan medali emas!" Cansu ikut terkagum. "Serkan pasti akan kagum padamu!" sahut Oyku yang langsung membuat pipi Sevda memerah delima. "Serkan?" Ozan menaikkan kedua alisnya. "Ozan!" Cansu mencubit bahunya pelan, seakan menyuruh pacarnya itu untuk bungkam. "M-maksudku… lihatlah, Serkan datang kemari!" Ozan kembali berdecak saat melihat sosok pria tampan yang berjalan ke arah mereka. Sevda membalikkan tubuhnya. Melihat pria pujaannya yang bergerak menghampirinya. Itu membuat jantungnya mulai berdegup begitu kencang. "Bersiaplah, Sevda. Pangeran impianmu itu sebentar lagi akan mengucapkan kalimat romantis kepadamu!" bisik Oyku yang malah tenggelam sendiri ke dalam halusinasinya. "Oyku, diamlah. Kau membuatku gugup," celetuk Sevda sembari menggigit bibir bawahnya. "Kau tidak boleh gugup, Sevda. Bersikaplah biasa saja. Jangan malu-malu!" saran Cansu. Detik berikutnya, langkah pria tampan itu berhasil mencapai mereka. "Selamat, Sevda!" Serkan tersenyum padanya dan mengulurkan tangannya bermaksud untuk dijabat. Tubuh Sevda mendadak gemetar. Bagai alarm beker yang berdering di jantungnya, tubuh gadis itu benar-benar gugup. "Sevda!" Cansu menyenggol bahu gadis itu agar tersadar. "Ah, ya!" Seketika tangan mulus itu menyapa tangan kasar nan hangat milik Serkan. "Thank you!" Sekitar dua puluh detik tangan mereka bersalaman, akhirnya kedua tangan itu saling terpisah. "Kau sungguh berbakat, Sevda! Sungguh, baru kali ini aku melihat seorang gadis yang mengendarai kuda sehebat dirimu. Kau tahu, bahkan aku tidak semahir itu, hehe" kata Serkan sembari terkekeh. "Kau bisa berkuda juga?" tanya Sevda. "Umm… sedikit. Tapi sepupu, Ayaz. Dia adalah jagonya. Lain kali, kau harus mencoba bertanding dengannya. Hehe." Saat mengingat nama Ayaz, langsung membuat Sevda merasa sedikit muak. Pasalnya, pemuda itu telah membuatnya kesal pagi hari tadi. Namun, melihat senyuman dari garis bibir Serkan, melenyapkan rasa kesal tersebut. Senyuman Serkan, serupa bunga mekar yang bertabur dalam hati Sevda. "But, Serkan... aku rasa temanku ini akan memenangkannya jika bertanding dengan sepupumu yang batu itu," sahut Cansu menyela pembicaraan mereka. "Iya, kan, Sevda?" "Yeah, kau benar. Aku pun merasa demikian." Serkan membenarkan perkataan Cansu. Lantas, tangannya itu mulai maju. Menumpang di pundak Sevda. "Sekali lagi selamat untukmu, Sevda!" Tubuh Sevda mendadak serupa lilin yang terbakar sumbu api. Kupu-kupu serasa beterbangan bebas di dalam perutnya sana. Sungguh, sentuhan pria idamannya, perkataan juga senyuman manisnya, mampu mengobrak-abrik hati Sevda seketika. "Aku pergi dulu, ya!" Serkan pun berpamitan pada mereka dan berbalik menjauh. "Ya Tuhan…. Sevda… lihatlah perlakuan Serkan padamu. Sungguh romantis!" Oyku kembali berdecak dengan gaya bicaranya yang terbilang berlebihan. "Sevda, aku pastikan kalian akan bersatu!" decak Cansu kemudian, yang hanya membuat Ozan mengeryitkan dahi. "Girls…" "–Ozan, shut up, ok!" potong Cansu kilat. Sepertinya ia tak membiarkan pria itu untuk mengingatkan perihal hubungan Serkan dan Hazal sebenarnya. "Cansu, Oyku, apa kalian yakin kalau Serkan juga tertarik padaku?" tanya Sevda ragu. "Astaga, Sevda. Baru saja dia bersikap perhatian terhadapmu dan kau masih bertanya soal itu?" Cansu memegang kedua lengan temannya itu. "Sevda, Sayang, kau tidak boleh berpikiran buruk. Pokoknya, kami mau kau dan Serkan menjadi sepasang kekasih. That's all. Iya, kan, Oyku?" Cansu melirik ke arah gadis di sampingnya. "Of course!" "Tapi bagaimana dengan Hazal? Aku rasa dia juga menyukai Serkan." Perkataan Sevda membuat Cansu dan Oyku terbatuk mendadak. "Um… masalah Hazal kau tidak perlu khawatir. Serahkan padaku saja." Oyku mengatakan itu dengan enteng seakan ia bisa mengatasi semuanya. "Sudahlah, kau tenang saja!" Cansu dan Oyku memeluk Sevda bersamaan. Sementara Ozan hanya bisa menghela napas pasrah. *** "Cansu, ini terlalu berlebihan. Apa kau akan membuatku seperti seorang pengantin?" Sevda tampak protes saat melihat wajahnya dari pantulan cermin. Wajahnya itu menjadi cantik bak bidadari saat temannya mengaplikasikan make up padanya. "Sudahlah, Sevda. Kau diam saja. Jangan banyak bicara. Malam ini aku akan membuatmu menjadi pusat perhatian semua orang, sehingga seluruh pengunjung pesta akan terpana melihatmu. Terutama Serkan!" kata Cansu sembari terus mengaplikasikan make up pada wajah Sevda. "Oyku, apa menurutmu ini perlu?" Sevda meminta pendapat Oyku yang sibuk dengan ponselnya. "Tentu saja, Sevda. Kalau Hazal bisa dandan seperti artis, kau harus bisa menjadi ratu, agar Serkan langsung terpana padamu," jawab Oyku asal. "Lihatlah. Dari seorang pria, api langsung menyala!" decaknya lagi saat melihat foto Serkan yang bertelannjang dad@ di akun i********: miliknya. Sevda memutar mata malas. "Menurutku, Ayaz juga tampan. Sayangnya dia pelit senyum. Lihat foto-fotonya bersama Serkan, dia tidak pernah sekalipun menarik bibirnya," sambung Oyku lagi. Kedua maniknya itu tetap terfokus penuh kagum dengan jari telunjuk yang menggulir-gulir layar ponsel. "Karena dia itu batu, bagaimana batu bisa tersenyum," sahut Sevda mengejek. Agaknya, ia masih kesal acap kali mendengar nama Ayaz apalagi mengingatnya. *** Di sebuah bar, saat pesta sedang berlangsung. Sevda tampak berjalan dituntun oleh Oyku dan Cansu. Mereka bertiga terlihat sangat rapi, terutama Sevda yang benar-benar bersinar bak putri raja. Semua sorot mata terpaku ke arahnya. Seakan mengungkapkan rasa kagum terhadapnya. "Cansu, apa yang kau berikan di wajahku sehingga mereka menatapku seperti itu? Kau tidak memberikan sesuatu yang memalukan bukan?" Sevda bergumam dengan canggung. "Tentu saja. Aku mengoleskan arang di pipimu itu. Hahaha...," jawab Cansu asal. "Cansuuu…." "Hahaha!" Oyku tertawa renyah. "Sevda, sadarlah. Mereka menatapmu seperti itu karena terkagum pada penampilanmu!" "Apa kalian yakin?" "Ehm! Seratus persen!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN