Pertemuan
“Lepaskan aku, bocah!” teriak Maniola kesal, kenapa dia harus punya bentuk lain seekor kupu-kupu, yang lemah.
Bocah kecil itu dengan bahagia mengamati setiap kujur badan Maniola, pegangannya yang terlalu kuat, membuat sayap Maniola sedikit retak.
Maniola mendengkus kesal, sekuat apa pun dia berteriak, bocah itu bahkan tak mendengarnya.
“Hei, jangan menangkap kupu-kupu di sini, apakah kamu tidak membaca tanda larangan di sana?” kata Maki sambil mengambil badan Maniola yang terkulai lemah, dia bahkan tak bisa terbang sekarang.
“Huh!” Bocah itu mendengkus kesal lalu meninggalkan Maki yang menatap iba Maniola yang tak berdaya.
“Jangan menatapku seperti itu, saat aku bisa berubah, kamu pasti akan terkejut,” keluh Maniola. Tenaganya terkuras saat meronta dari pegangan bocah itu.
Dia mengutuk roh yang lolos dari dunia bawah dan melarikan diri ke reservatori ini. Membuat Maniola harus mengubah dirinya menjadi kupu-kupu agar roh itu tak mengenalinya.
Maki kemudian duduk di bangku terdekat, mengeluarkan selotip yang ada di kantongnya.
“Lukamu tak parah, sayapmu, mungkin akan pulih dalam beberapa hari. Eh, hei, kamu kupu-kupu padang rumput, kenapa ada di sini?” tanya Maki bingung, karena setahunya, reservatori ini belum membawa masuk jenis kupu-kupu yang sekarang ada di telapak tangannya.
“Ah, mungkin kamu nyasar ya. Aku sudah menempelkan selotip agar sayapmu tak patah, beristirahatlah di bunga matahari ini. Terbanglah kembali jika nanti kamu sudah sembuh,” kata Maki sambil meletakkan Maniola di bunga matahari yang sedang mekar penuh.
“Ah, sial, sebentar lagi para lebah itu akan datang, mereka akan mengusirku,” sungut Maniola.
Macarie menatap Maniola yang sedang terlihat santai di bunga matahari.
“Ola! Apa yang kamu lakukan, mana roh yang Ayah inginkan,” teriak Macarie membuat Maniola menggeliat dan mengubah dirinya menjadi sosok wanita cantik bergaun satin.
Dia mengusap lengannya di mana selotip yang di tempelkan Maki masih ada di sana. Guratan sayapnya yang patah membentuk pola di lengannya.
“Kamu kenapa?” tanya Macarie saat melihat hal itu.
“Ada bocah yang memegangku tadi,” jawab Maniola sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan roh yang melarikan diri itu.
“Ayah sudah menunggu,” kata Macarie lelah.
“Hades memang tak pernah mau bersabar, siapa yang melepaskan roh, siapa yang repot,” protes Maniola.
“Hanya kamu yang berani memanggilnya dengan nama,” kata Macarie sambil menaikkan badannya dan melihat sekeliling.
“Dia di sana!” teriak Macarie saat melihat roh itu sedang mengikuti seorang laki-laki muda.
“Diamlah, Macarie,” desis Maniola gegas menghampiri roh itu.
Tapi roh itu cepat menghilang sebelum Maniola sempat melemparkan talinya.
“Kok bisa lepas,” desis Macarie.
“Makanya, aku bilang diam. Pulanglah, aku yang akan membawanya kembali ke bawah tanah. Sembunyikan saja wajahmu dari Hades untuk beberapa waktu,” saran Maniola membuat Macarie menghilang dari hadapannya.
Maniola kembali mengubah bentuknya, kemudian mengikuti laki-laki muda yang tadi menolongnya itu. Roh itu mengikutinya, maka dia pasti akan kembali kepada laki-laki ini.
Maki berjalan pulang, flatnya hanya berada beberapa blok dari reservatori tempatnya bekerja.
Maniola mengikutinya, flat Maki berada di lantai lima belas. Sangat tinggi mustahil bagi Maniola untuk mengikutinya masuk melewati pintu.
Maniola bertengger di jendela flat Maki. Memperhatikan saat Maki merebahkan dirinya di kasur. Dengan rambut panjang sebahu, di potong dengan acak, laki-laki itu cukup ganteng.
“Apa yang aku pikirkan,” desah Maniola menyadari kebodohannya. Dia hanya harus berdiam di sana sampai roh itu muncul.
Sesosok hitam muncul di dekat Maki, mengendus laki-laki itu dan menghirup udara dalam.
“Roh bodoh, memangnya kamu bisa menghirup udara?” desis Maniola sambil memutar bola matanya.
Roh terkadang memang tak berpikir waras. Bukankah memang roh tak bisa berpikir, Maniola bodoh!
Maki tampak terganggu, dia hanya sedang memikirkan bagaimana bertahan hidup. Tagihan demi tagihan sudah menunggunya, sedangkan gajinya sebagai asisten di reservatori tak seberapa.
“Sepertinya, aku harus mencari kerja lain,” desis Maki pada dirinya sendiri.
Dia kemudian bangkit, menyiapkan makan malamnya sendirian. Saat membuka kulkas, dia hanya menemukan telur dan roti. Mau tak mau dia hanya akan membuat roti panggang dan telur.
Maniola melihat pendar kemerahan yang membentuk sulur di punggung Maki. Dia mengernyitkan keningnya. Itu kutukan. Kutukan Poine, dewa pembalasan dendam.
Sulur itu semakin memanjang.
“Ini rupanya yang menarik roh untuk mendekatinya,” desis Maniola.
“Ola, cepatlah!” Suara Macarie bergema di telinga Maniola.
Dia mendengkus. Kesal. Hades selalu saja tak sabaran. Padahal, dia yang ceroboh membiarkan dinding neraka bocor. Kini, dia yang repot mengumpulkan kembali roh-roh yang melarikan diri itu.
Maniola kemudian melempar talinya, roh itu terkejut dan memberontak. Seketika, Maniola mengubah roh itu menjadi kupu-kupu hitam dan memasukkannya ke dalam wadah yang dia munculkan dari udara.
Sebenarnya dia masih penasaran dengan laki-laki yang memiliki tanda kutukan dari Poine itu. Tapi kalau dia tak segera membawa roh itu kembali, maka Hades akan mengguncangkan dunia bawah dan menimbulkan gempa.
“Hai, Kharon, apa kabarmu?” Maniola menyapa Kharon yang bersikap dingin, sedingin sungai Akharon.
“Simpan saja suaramu,” desis Maniola saat Kharon sama sekali tak menyahutnya.
Maniola menyeberangi sungai dengan menjadi kupu-kupu kembali.
Hades sudah duduk di takhtanya, dengan pongah, di sampingnya Cerberus duduk manis. Tiga kepalanya sedang menjilati satu sama lain.
“Hai, Cerberus, apa kamu tak bosan berdiam di sana?” Mendengar suara Maniola, Cerberus langsung bertingkah seperti anak anjing dan turun menyambutnya.
“Kenapa dia bisa bersikap manis kepadamu?” tanya Hades penasaran.
“Karena aku memperhatikannya, tak sepertimu,” kata Maniola melempar wadah berisi roh yang Hades inginkan.
“Kerjamu selalu bagus,” puji Hades.
“Oh, aku ingin mengambil cutiku. Tahun lalu aku tak cuti sama sekali. Dua belas hari,” kata Maniola membuat Hades berwajah masam.
“Jangan persulit liburku, atau aku akan melarikan diri,” ancam Maniola.
“Baiklah, cutilah sesukamu, biar Ernie yang menggantikanmu,” kata Hades pada akhirnya.
“Aku tak akan ada di kediamanku, jika memerlukan sesuatu, bilang pada Ernie untuk mengirim pesan,” kata Maniola sambil mengelus kepala Cerberus yang sedang bergulung di bawah kakinya.