Acara tarik menarik itu sontak membuat orang-orang menonton mereka berdua.
"Maya, Lindaaaa! Tolongin siapapun, tolong!" teriak Della tak menyerah.
Aaron tak perduli ia mendorong tubuh mungil Della ke dalam mobilnya dan langsung memasangkan sabuk pengaman agar Della tak kabur.
"Diem!" sentak Aaron menatap Della tepat di matanya.
Della langsung terdiam, matanya berkaca-kaca saking takutnya.
"Tapi Kakak mau culik saya, gimana saya bisa diem?" tanya Della hampir menangis.
Aaron memutar bola matanya dan segera duduk di bangku kemudi, ia langsung menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.
"Gue gak mungkin culik lo yang gak ada manfaatnya. Lo gak laku juga kalo dijual, kecuali organ tubuh lo," ujar Aaron ketika sudah keluar dari area sekolah.
"Tuh kan, kenapa Kak Aaron tega mau jual organ tubuh saya? Sa--saya gak mau mati dalam keadaan dizolimi," ujar Della bergetar hampir menangis.
"Siapa juga yang mau jual organ tubuh lo, ngarang! Lo gak ingat buku lo ada di gue?" tanya Aaron memancing.
Della langsung sadar dan teringat hal penting itu selain penculikan yang dilakukan oleh Aaron padanya.
"Intinya gue mau ngomongin tentang buku itu sama lo, makanya gak usah lebay. Lo gak terlalu berharga buat diculik, ngerti?" ujar Aaron to the point.
Della diam, ia membenarkan ucapan Aaron meski terdengar nyelekit.
"Maaf," ujar Della.
Aaron melirik Della sebentar, gadis itu hanya diam menatap ke depan sambil memeluk kotak gorengan miliknya. Ada sedikit rasa bersalah ketika ingat kata-katanya beberapa detik yang lalu. Tak biasanya ia menyesali perkataannya, meski ia tau itu kejam dan melukai hati orang lain.
"Tuh seragam lo gak kotor kena minyak apa, lo peluk-peluk kotak gorengan begitu?" tanya Aaron membuat Della tersadar dari lamunannya.
"Kotor sih tapi kalo saya taruh di tempat lain nanti mobil Kakak kotor juga. Sepatu saya aja udah kotor nanti nambah-nambah lagi kotornya," ujar Della jujur.
Aaron bingung menanggapi itu, ia tak terbiasa dengan perasaan simpatik pada seseorang. Tapi kata-kata Della malah mendesak perasaan itu muncul.
"Lagian kenapa sih sepatu lo bisa kotor gitu?" tanya Aaron dengan nada judes.
Della agak menyesal atas hal itu, "Kan aku jalan kaki sama naik angkot, gak tau nginjek apa aja. Kakak tau kan gimana jalanan Jakarta, meski jalanan yang di gang-gang, kan item-item tuh ... jadi gini deh, kotor."
"Oh," tanggap Aaron tak tau harus menanggapi apa.
"Kita mau kemana Kak?" tanya Della melihat plang jalanan di depan.
"Ke apartemen gue," jawab Aaron.
Della ingin mengatakan pikirannya tetapi diurungkan, karena faktanya ia tak terlalu berharga untuk dimanfaatkan, jadi ia tak perlu khawatir.
"Di sana tempat paling aman, lo tau kan banyak yang kenal gue?"
Della mengangguk, ia baru sadar kalau ia sedang dudukdi samping model dan aktor terkenal. Seumur hidupnya, bertemu dengan artis saja tak pernah, apalagi duduk dalam satu mobil bersama artis terkenal.
"Iya Kak," jawab Della seadanya.
•••
Sampai di apartemen, Aaron mempersilahkan Della masuk, tapi Della melepas sepatunya di luar apartemen.
"Dipake aja," ujar Aaron.
"Enggak papa Kak, ini saya taruh di luar aja, nanti apartemen Kakak kotor."
Della melepas sepatunya menyisihkannya di sisi kiri pintu apartemen, ia juga meletakkan kotak gorengannya di sana.
Aaron yang melihat itu hanya menghela nafas, kemudian ia mengajak Della masuk setelah drama kecil tadi di depan pintu.
Saat pertama kalinya Della masuk ke apartemen Aaron, ia melihat sekeliling. Semua perabotan di sana tidak terlihat nyentrik tapi sudah pasti mahal, warnanya juga didominasi warna gelap.
Aaron meletakkan tasnya di atas sofa, seperti biasa, sembarangan. Kemudian ia menuju ke arah dapur untuk membuatkan Della minum.
"Duduk aja di sofa aja jangan berdiri terus," ujarnya ketika melihat Della hanya bengong berdiri.
"Eh iya Kak," ujar Della kemudian dengan hati-hati duduk.
Ia agak sayang menduduki sofa itu, pasti harganya mahal. Della duduk dengan rapih di sana, ia mengamati ruangan itu yang bernuansa abu, dongker dan warna gelap lain dengan paduan krem. Tempat itu terlihat sepi, Della sampai bertanya-tanya dimana orang tua Aaron.
Namun, tempat itu meski gelap, aromanya cerah yang dipancarkan dari bau jeruk. Dilengkapi dengan AC, ruangan itu membuat siapapun nyaman dan tak kepanasan. Pemandangan dari lantai tujuh, meski apartemennya tidak terlalu luas tetapi indah dilihat dari kaca besar yang menyorotkan cahaya matahari dari luar.
Della juga melihat dinding-dinding yang hanya terdapat satu foto berukuran besar, di foto itu Aaron yang tengah bergaya keren dengan tatapan dingin. Namun, Della tidak menemukan ada foto keluarga di sana. Lalu ia beralih ke arah dapur dimana Aaron tengah membuat minum.
Aaron selalu tampil keren, selalu tampan dalam berbagai situasi. Della menghela nafas, wajar jika Linda tergila-gila pada sosok itu. Memang benar ia sangat tampan dan layak disukai.
Sambil menunggu, Della membuka buku di dalam tasnya. Soal matematika untuk latihan, tadi setelah ia mengumpulkan hasil remidi dari Pak Hendra, ia dan teman-teman yang lain diberi soal-soal tetapi tidak untuk dinilai.
"Ini minum dulu," ujar Aaron sambil meletakkan secangkir teh di depan Della.
Della yang awalnya serius, langsung menyudahi kegiatannya.
"Makasih Kak," ujar Della sopan.
Aaron tidak langsung duduk, "Gue ganti baju dulu, lo tunggu sini."
Della mengangguk, ia tak sengaja melihat Aaron yang membuka baju seragamnya. Ia langsung menutup matanya dengan kedua tanganya. Kenapa juga Aaron tidak melepas baju di kamarnya saja, sementara Aaron sendiri sudah masuk ke dalam kamar setelah m*****i mata suci Della.
Della menghela nafas dan mulai meminum tehnya, tetapi ia hampir menyemburkan teh itu kalau tak ditahan. Tehnya terlalu manis di cangkir sekecil itu, Della tak tau berapa sendok gula yang dimasukkan oleh Aaron. Della menabak kalau Aaron hampir tak pernah membuat minum, berarti ia lebih banyak menghabiskan waktunya di luar apartemen.
Saat sedang merasakan rasa yang terlalu manis itu, Aaron keluar dari kamar dengan celana training panjang berwarna hitam bergaris putih di kedua sisinya dan kaos berwarna putih polos yang menerawang ketika terpapar cahaya, memperlihatkan perutnya yang eight pack.
"Buku itu, lo dapat dari mana?" tanya Aaron setelah duduk di sofa yang ada di depan Della.
"Itu bukan buku saya Kak, buku itu ditinggalkan oleh pelanggan di tempat kerja saya. Ketika saya mau mengembalikannya, orangnya sudah tidak ada di sana. Lalu saya tunggu sampai warung pecel lele tempat saya kerja tutup pada jam sembilan. Pemilik buku itu belum juga mengambilnya, terus saya disuruh membawa pulang dan membawanya lagi besoknya. Nah saya niatnya akan mengembalikannya hari ini, tetapi malah bukunya ada di Kak Aaron."
Della menunduk setelah berbicara seperti itu, ia takut Aaron akan marah.
"Tapi lo ngerasa gak kalo cerita dalam novel itu sama persis kayak kehidupan gue ama temen-temen gue yang lain?" tanya Aaron pada Della.
Ia kemudian mengeluarkan buku itu dari tasnya dan membuka buku di bagian part awal.
"Memangnya nama Ibu Kakak itu Manuella?" tanya Della.
Aaron yang sedang membuka buku itu langsung menatap wajah tegang Della.
"Iya, semua susunannya sama, kecuali gue yang bucin ama Melody. Gue emang mantannya Melody, tapi gue gak sampe bucin setengah mati sama dia."
Della jadi cemas, "Jadi, Kakak tinggal sendirian. Ayah Kakak anu ...." Della tak sanggup meneruskannya.
"Semuanya sama, gue ditinggal pergi Nyokap gue. Bokap gue juga dipenjara gara-gara kasus korupsi dan itu juga berlaku sama Brandon dan Melody. Mereka dijodohin, awalnya musuhan sekarang jadian. Yang buat gue makin gak ngerti, kenapa jadi kayak gini alurnya. Ini udah sampe pada bagian Melody sama Brandon jadian, tapi kenapa gue gak bucin ama Melody. Ini semua udah meleceng dari alur ceritanya, kan?" tanya Aaron langsung diangguki oleh Della.
"Jadi semuanya sama kecuali Kakak yang gak cinta lagi sama Kak Melody?" tanya Della memperjelas.
"Iya, tapi yang lain sama persis."
"Coba kita pahami dulu pokok permasalahannya, Kak. Semua kejadian di dunia nyata ini sama di buku itu semuanya sama kecuali Kak Aaron, berarti ada suatu kejadian dimana Kak Aaron tanpa sengaja keluar dari alur cerita Kakak sendiri. Hal itu juga yang buat semua alur hidup Kakak berubah," jelas Della berfikir keras.
"Betul sekali, tapi gue gak inget."
Della tercengang mendengar itu, "Kakak udah baca semua cerita dalam buku itu?" tanyanya lagi.
"Udah dan gue gak inget pernah ngelakuin sesuatu yang ngubah alur hidup gue sendiri," ujar Aaron.
"Coba aku pinjem bukunya Kak, kita pahami lagi dari awal," ucap Della sambil meminta buku itu.
Aaron menyerahkan buku itu dan menunggu apa yang dicari oleh gadis itu. Della langsung membalik-balik buku itu, membaca cepat.
"Setiap novel itu selalu berpusat pada pemeran utamanya, seperti buku novel ini berpusat pada Kak Brandon dan Kak Melody. Kak Aaron sebagai peran ketiga seperti Kak Chika, lalu apakah Kakak pernah minta balikan sama Kak Melody, gak? Atau mungkin Kakak pernah gagal move on?" tanya Della.
"Gue pernah gagal move on, gue pernah minta balikan," jawab Aaron sambil mengingat-ingat.
"Apa Kakak pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan loncat dari atas jembatan, tapi tetep selamat karena penyelamatan yang tepat waktu?" tanya Dela lagi.
Aaron mengingat-ingat lagi, "Pernah, tapi gue gak jadi loncat gara-gara ada cewek yang nasihatin gue," ujarnya.
Della langsung berbinar, Aaron juga terlihat terkejut dengan ucapannya sendiri.
"Nah, ini titik temunya, ada perubahan alur di adegan percobaan bunuh diri Kakak. Terus, apa yang gadis itu katakan sama Kakak sampai Kakak mau dengerin dia?" tanya Della lagi.
"Gue lupa, intinya gini 'keputusan lo saat ini, bakalan mempengaruhi kehidupan lo di masa depan. Jangan ngorbanin diri sendiri hanya untuk cewek yang gak bisa lagi lo milikin,' gitu. Agak janggal sih, waktu itu, tuh cewek pakai hodie item, jeans item, sepatu flat item dan mukanya gak keliatan."
Della mengeryit bingung, itu tidak ada di novel dan gadis itu memang mencurigakan.
"Mencurigakan sih ..." gumam Della.
Bersambung ....