Sepanjang perjalanan pulang tubuh Kania bersandar dengan lemas dipundak sang Mama tiri dengan manic terpejam, berusaha menahan Isak tangis yang berebut ingin keluar saat menyadari bahwa dengan kepergiannya dari area pemakaman adalah pertanda perpisahannya dengan sang suami untuk selamanya. "Hiks." namun sayang sekuat apapun Kania menahan diri dia tetap kalah oleh rasa sesak dalam dadanya. "Kania, sudah nak jangan menangis lagi." Suseno yang duduk disebelah kemudi menatap sang putri dari spion tengah dengan tatapan khawatir. "Ikhlaskan Bagus, Kania." Seruni mengelus surai sang anak sambung, "Jika kamu seperti ini, Bagus tidak akan bisa beristirahat dengan tenang." "Yah." Kania menganggukkan kepala pelan sembari menggigit bibirnya keras tanpa peduli bibirnya itu akan berdarah demi bisa m

