Bab 3 – Kenyataan Part 2

1555 Kata
Aksa buru-buru meraih tangan Lola, mencegahnya beranjak dari sana. “Tunggu… Beri aku waktu,” ujar Aksa lirih. “Sabrina baru saja pergi. Semua orang-orang masih terkejut dengan hal ini. Tidak mungkin aku mengatakan ingin menikahi kamu di hari yang sama dengan kepergian kekasihku.” “Aku juga kekasihmu!” kata Lola marah. “Kenapa kamu bicara seperti itu, seolah hanya Sabrina yang mencitaimu selama ini. Apa yang sudah dia berikan ke kamu? Aku bahkan memberikan segalanya ke kamu. Cintaku, kesucianku… Apa lagi?” Aksa melirik ke arah pintu dengan cemas, khawatir ada yang mendengar suara Lola. Ia lalu menatap kembali pada perempuan itu, berusaha menenangkannya. “Tenanglah. Aku janji akan membicarakan ini pada orangtuaku dan orangtuamu. Setelah tujuh hari peringatan kematian Sabrina, aku janji akan menyampaikan hal ini pada mereka.” Lola menatapnya dalam diam selama beberapa saat. “Oke. Tapi jika dalam tujuh hari kamu tidak juga membicarakan hal ini pada orangtuamu dan orangtuaku, maka aku sendiri yang akan mengatakannya pada mereka.” Sabrina masih berdiri di dekat dinding, mengawasi dan mendengar kata demi kata dari kedua pengkhianat tersebut dengan hati hancur. Ia melihat Aksa mengangguk setuju, lalu Lola maju dan menciumnya. Hati Sabrina seketika membara. Ingin sekali ia berlari ke arah mereka dan memukuli keduanya. Tapi ia tahu bahwa tindakannya hanya akan berakhir sia-sia belaka karena ia tidak bisa menyentuh apa pun saat ini. Ketika dua pengkhianat tersebut memisahkan diri, Lola dengan berat hati membiarkan Aksa keluar dari kamarnya. Sabrina seketika muak melihat saudari tirinya itu, lalu ia pun mengikuti Aksa. Dengan tatapan sedih, ia mengamati punggung kekasihnya itu. Tak pernah sekali pun ia berpikir bahwa Aksa akan melakukan hal ini padanya. Apa salahku? Tanya Sabrina tanpa suara. Aksa membuka pintu kamar Lola, lalu melangkah keluar. Tapi kemudian laki-laki itu terkesiap ketika melihat Sekar kini tengah berdiri di depan pintu kamar Lola. “Eh, Tante. Sepertinya saya salah masuk kamar. Saya kira ini adalah kamar Sabrina,” kata Aksa panik. “Jangan panik, tidak apa-apa,” ujar Sekar tersenyum. “Tante tahu apa yang terjadi di antara kamu dan Lola.” Wajah Aksa memucat. “Tante tidak akan marah. Ayo, ikut Tante. Mari kita bicarakan rencana hubungan kamu dan Lola untuk kedepannya nanti.” Sabrina menatap ibu tirinya dengan rasa marah dan kecewa yang bercampur aduk. Apa yang Sekar lakukan barusan? Kenapa ia begitu tega seperti ini. Bukankah selama ini dia selalu menyayangi Sabrina? Kenapa di malam kematiannya ini, Sekar bisa tampak begitu tenang dan sama sekali tidak sedih seperti saat menangis di samping ayahnya tadi? Sabrina ingin menyusul mereka, tapi tiba-tiba tubuhnya seperti ditarik oleh sesuatu dan ia masuk ke sebuah pusaran yang membuatnya pusing. Pusaran itu terus berputar, membelit tubuhnya, hingga akhirnya perlahan berhenti. Sabrina membuka mata. Ia mendapati dirinya berada di sebuah area putih tak berdinding. Ke mana pun matanya jauh memandang, hanya ada warna putih tanpa batas. “Papa! Papa… Tolong aku!” pekik Sabrina panik. Tempat apa ini? Bukankah tadi ia masih berada di dunia? Apa sekarang ia akan dibawa ke akhirat? Tidak… Tidak… Ia tidak mau. Sabrina yakin ia tidak akan bisa pergi dengan tenang setelah mengetahui pengkhianatan yang dilakukan Lola dan Aksa, juga sikap Sekar yang sebenarnya. Ia harus memberitahu ayahnya bahwa Sekar dan Lola yang telah meracuninya. Ia juga harus bisa merebut Aksa kembali. Ada kabut tipis yang tiba-tiba muncul di hadapan Sabrina. Perlahan, ada gambar yang muncul dari dalamnya. Mata Sabrina mengamati itu dan menyadari bahwa di sana ada dirinya, Lola, dan juga Aksa. Sabrina mengulurkan tangan hendak menyentuh gambar tersebut, tapi kabut itu tiba-tiba menggantinya sendiri dengan gambar-gambar lain. Kini hanya ada Aksa dan Lola di sana. Keduanya berada di sebuah kamar, saling memeluk, b******u, dan kemudian melakukan hal yang paling dibenci oleh Sabrina. Sakit di hati Sabrina terasa semakin kuat. Ia pun segera memalingkan muka dari kabut tipis di hadapannya, yang kini tengah menampilkan adegan tak senonoh yang dilakukan oleh kekasih dan saudari tirinya. Entah dari mana datangnya kabut ini, tapi jelas sekali ia ingin menunjukkan pada Sabrina apa yang telah dilakukan oleh Aksa dan Lola di belakangnya. Bak adegan film, kabut itu kemudian berganti dengan adegan lainnya. Saat itu Sabrina berada di dekat mereka, kemudian memisahkan diri. Sabrina ingat kapan itu terjadi. Itu adalah kejadian dua tahun yang lalu, ketika ia membiarkan Aksa mengantar Lola pulang terlebih dahulu dari kampus. Sabrina mengamati apa yang kabut itu perlihatkan di hadapannya. Aksa dan Lola hanya berdua saja di mobil. Dan ketika mobil tersebut memasuki kompleks perumahan, Aksa menepikan mobil, lalu laki-laki itu menarik Lola ke dalam pelukannya. Mereka berdua kemudian kembali bermesraan di sana. Sabrina terkesiap, lalu memukul kabut di hadapannya. Ia benar-benar jijik melihat mereka berdua. Jadi hari itu pun Aksa sudah menjalin hubungan dengan Lola? Benar-benar jahat! Adegan kemudian berpindah ke yang lainnya. Kali ini ketika Sabrina menangisi lukisan cantik ibunya yang ikut dibakar bersama barang-barang di gudang. Ia ingat, hari itu Sekar memecat satu orang asisten rumah tangga karena dianggap lalai hingga menyebabkan lukisan mendiang ibu Sabrina ikut terbakar. Sekar benar-benar marah karena menganggap tindakan itu menyakiti hati Sabrina. Waktu itu Sabrina yakin sekali bahwa Sekar sangat menyayanginya. Tapi ternyata, kabut tersebut menayangkan sisi lain yang sama sekali tidak ia ketahui telah terjadi di hari yang sama saat itu. Sekarang, Sabrina bisa melihat bahwa Sekar adalah dalang dari terbakarnya lukisan tersebut. Kini Sabrina bisa melihat dengan matanya sendiri bahwa Sekar sendirilah yang mengambil lukisan tersebut dan membuangnya ke dalam api, bukan asisten tak bersalah yang sebelumnya telah wanita itu tuduh sebagai dalangnya. Emosi Sabrina semakin meningkat mengetahui kebohongan yang telah dibuat oleh ibu tirinya. Lalu, kabut itu kembali menayangkan hal lain. Kali ini masih tentang Sekar yang waktu itu memberikan obat sakit perut ke dalam makanan Sabrina yang masih SMP. Sabrina ingat, hari itu ia gagal ujian dan mendapatkan nilai jauh di bawah Lola sehingga ayahnya hanya memberikan hadiah pada Lola sesuai perjanjian sebelumnya. Saat itu Sabrina pikir itu murni kesalahannya sendiri dan ia pun sudah menerima kekalahannya dengan lapang d**a. Tapi ternyata itu adalah perbuatan Sekar. Sabrina mengepalkan tangan dengan erat. Ia tak menyangka bahwa Sekar sejahat itu, bahkan sejak Sabrina masih duduk di bangku SMP. Jadi, apakah kebaikan yang selama ini ia tunjukkan pada Sabrina hanyalah kepalsuan belaka? Tidak adakah hal tulus lainnya yang Sekar berikan untuknya? Kabut itu kemudian menujukkan hal lainnya lagi. Kali ini saat mendiang ibu Sabrina masih hidup. Wanita itu tampak sakit, dan kini tengah dirawat oleh Sekar yang saat itu bekerja sebagai perawat pribadinya. Tapi adegan yang tampak di depan mata Sabrina saat ini benar-benar membuat hatinya membara. Sekar tidak merawat ibunya dengan baik, melainkan juga memberinya racun yang perlahan membuat sakit ibu Sabrina tak kunjung sembuh. “Brengseekk!” maki Sabrina. “Apa yang kamu lakukan pada ibuku?!” Adegan terus berlanjut. Kondisi ibu Sabrina semakin memburuk, hingga akhirnya wanita itu pun mengembuskan napas terakhirnya. Semua orang menangis. Kecuali Sekar. Wanita itu tampak puas dengan kepergian ibu Sabrina. Kemudian adegan berganti dengan Sekar yang mulai berusaha mendekati ayah Sabrina. Hal tersebut membuat Sabrina merasa tercekik oleh amarah. “Papa, jangan biarkan wanita jahat itu mendekatimu! Dia membunuh Mama. Jangan percaya dia!” teriak Sabrina marah. Tapi kemudian kabut memberikan gambaran lainnya. Kali ini Sekar, Lola, Sabrina, dan Bayu sudah menjadi keluarga. Mereka tampak bahagia, sampai akhirnya adegan berpindah pada Lola yang mengeluh dan merasa iri dengan Sabrina. Sabrina menutup mulutnya. Ternyata ibu tiri dan saudari tirinya sejahat itu. Selama ini Sabrina dan ayahnya sama sekali tidak menyadari hal itu. Kabut itu menunjukkan Sekar yang membuang seluruh pakaian ibu Sabrina, menjual perhiasannya dan menggantinya dengan yang baru. Sabrina melihat cincin milik ibunya yang juga dijual oleh Sekar. Dulu cincin itu dinyatakan hilang, tapi ternyata Sekar telah menjualnya. “Kamu memang wanita jahat!” pekik Sabrina. “Aku akan membalasmu. Aku tidak akan membiarkan kamu dan anakmu hidup dengan bahagia!” Sabrina memukul kabut tipis di hadapannya berkali-kali agar kabut itu pergi. Cukup sudah hal tersebut tempampang di hadapannya. Ia tidak ingin tahu lebih banyak lagi. Tapi kabut itu masih saja menunjukkan hal lainnya, yang semakin dilihat, semakin menumbuhkan amarah di dalam diri Sabrina. “Tuhan, aku tahu bahwa aku bukan hamba yang baik dan taat beribadah. Tapi tolong, beri aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki ini semua. Tolong jangan bawa aku pergi. Saat ini aku harus memberitahu Papa bahwa ibu tiri dan saudari tiriku itu jahat. Aku juga harus merebut kembali Aksa dari Lola,” kata Sabrina memohon. “Atau, biarkan aku memberikan hukuman dan balasan pada mereka. Yang mana pun akan aku lakukan asal bisa membuat hidup Sekar dan Lola tidak berjalan sesuai dengan rencana jahat mereka lagi. Tolong… Beri aku kesempatan untuk melakukannya. Jangan bawa aku pergi sekarang. Biarkan aku kembali, dan membuat mereka membayar semuanya saat ini juga.” Ketika Sabrina menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pusaran lain muncul, lalu perlahan menariknya ke dalam kegelapan. Kali ini Sabrina merasa bagai tercekik. Ia sama sekali tidak bisa bernapas. Meski membuka mata pun, yang ia lihat kali ini hanya ada kegelapan. Apakah tidak ada lagi kesempatan untuknya? Apakah kini Tuhan membawanya pergi dan benar-benar meninggalkan dunia ini? Tidak… Ia tidak mungkin membiarkan ayahnya hidup sendirian dikelilingi oleh orang-orang jahat itu. Ia tidak rela dan tidak akan bisa pergi dengan tenang. Lagi pula, ia juga harus merebut kembali Aksa dari Lola. Setelah apa yang Sekar dan Lola lakukan, Sabrina sama sekali tidak rela jika mereka bisa hidup dengan damai dan berbahagia di atas kematiannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN