Bab 2 – Kenyataan Part 1

1452 Kata
Sabrina terbangun dan ia berada di tempat tidurnya. Dengan panik, ia pun melihat kondisi dirinya saat ini. Ia masih mengenakan kebaya yang sama, dan tidak ada yang terjadi pada dirinya. Sabrina melirik jam, saat ini sudah pukul sepuluh malam. Acara pertunangannya! Sabrina langsung turun dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya yang berada di lantai dua. Dia bergegas menuruni tangga dan merasa lega ketika melihat orang-orang masih tampak ramai di rumahnya. Tapi tunggu. Ada yang aneh. Kenapa orang-orang menangis? Kenapa mereka semua berkumpul mengelilingi sesuatu di bagian tengah rumah? Ada apa ini? Apa terjadi sesuatu pada Aksa? Dengan cemas, Sabrina langsung berlari dan mendekati mereka. “Ada apa?” tanya Sabrina. Ia melihat para pembantu di rumahnya, juga kedua orangtua Aksa dan Nararya, kakak laki-laki kekasihnya, juga berada di sana. Sabrina melihat ayah dan ibu tirinya di sebelah kanan, dan ia pun mendekati mereka. “Papa, Mama, ada apa?” tanya Sabrina bingung. Kedua orangtuanya juga menangis dengan tatapan terarah pada sesuatu yang ada di bagian tengah. Sabrina mengikuti arah padang ayahnya. Di hadapannya, ada seseorang yang kini tengah terbaring di atas kasur tipis, dengan selendang transparan menutupi wajahnya. Perempuan. Sabrina melangkah mendekati perempuan itu, lalu mencoba melihat wajahnya. Akan tetapi, ketika ia berhasil melihat wajah orang yang kini tengah ditangisi ayah dan ibunya, seketika itu pula Sabrina terkesiap. Itu adalah dirinya! Sabrina melirik tubuhnya dan perempuan itu secara bergantian. Pakaian mereka sama. Bahkan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tunggu, tapi rambut perempuan itu terurai. Sabrina seketika meraba kepalanya dan merasakan sanggulnya masih berada di tempat. “Papa, Mama, dia siapa? Apa kalian menangis karena dia?” Sabrina mendekati ayahnya dan berusaha bicara dengannya. “Pa, ini aku. Sabrina. Aku tidak tahu siapa perempuan yang mirip denganku itu. Tapi ini aku, Sabrina yang asli.” Tapi ayahnya diam saja dan terus menangis. Di sisi kiri, Sabrina melihat kekasihnya, Aksa, sedang menangis di antara kedua orangtuanya. “Sayang, ini aku. Kamu kenapa menangisi perempuan itu?” Sabrina berusaha memanggil kekasihnya. Tapi laki-laki itu bereaksi sama seperti ayahnya, hanya diam saja dan terus menangis sambil menunduk. “Kenapa bisa jadi begini?” ujar Claudia, ibu Aksa sambil memeluk putranya. “Sayang…” Sabrina mengulurkan tangan, berusaha meraih tangan Aksa, tapi ternyata tangannya tidak bisa menyentuh laki-laki itu. Sabrina ketakutan. Ia maju lebih dekat lagi, tak peduli jika akan melewati dan melangkahi ayah Aksa dan bersikap tidak sopan. Ia hanya ingin menggapai kekasihnya. Tapi ketika Sabrina tiba di depan laki-laki itu dan ingin kembali meraihnya, lagi-lagi tangan Sabrina hanya bisa menembus lengan laki-laki itu. “Dia mengalami gagal jantung,” ujar Bayu, ayah Sabrina. “Aku tidak tahu bahwa selama ini Sabrina sakit. Dia selalu tampak baik-baik saja.” “Salahku karena tadi tidak memperhatikan dia juga. Aku terlalu sibuk dan fokus pada acara malam ini,” kata Sekar yang juga ikut menangis di samping suaminya. Sabrina seketika terdiam. Bukankah tadi ibu tirinya itu yang memberinya makan? “Salahku juga tidak menemani Sabrina. Hari ini aku sakit dan terus berada di kamar. Andai aku bersama dia, mungkin Sabrina tidak akan mengalami hal ini.” Sabrina menoleh, dan kali ini ia menemukan Lola yang juga menangis di sana. Dua orang itu tadi jelas berada di kamarnya. Apa mereka sedang berakting? Kenapa Lola dan ibu tirinya berkata seolah mereka tidak tahu apa-apa. “Aku seorang dokter, tapi aku gagal menyelamatkan putriku,” kata Bayu penuh penyesalan. “Kenapa kami harus menemukannya dalam kondisi tak bernyawa di kamarnya sendiri?” Apa?! Sabrina melebarkan mata, benar-benar tak percaya dengan apa yang ayahnya katakana barusan. Dirinya ditemukan tak bernyawa? Hei, dia masih hidup! Lihat ini. “Semuanya, aku masih hidup. Ayo lihat aku!” Sabrina berkata sambil menunjukkan dirinya di hadapan semua orang. “Aku tidak tahu siapa perempuan yang sedang berbaring itu. Tapi ini aku, Sabrina yang sebenarnya.” Tapi padangan semua orang masih terfokus pada sosok yang terbaring dengan wajah pucat di tengah ruangan. Sabrina menggeleng. Entah apa yang terjadi pada orang-orang ini, tapi ia tidak akan memercayai apa yang baru saja ia dengar. Tidak mungkin dirinya telah mati. Ia bahkan bisa berjalan dan melihat mereka semua dengan baik. Hanya mereka saja yang sejak tadi seolah tidak menyadari keberadaannya. Sabrina terus mencoba berbicara pada mereka satu per satu. Ia berteriak sekuat yang ia bisa untuk menarik perhatian. Akan tetapi, upaya tersebut sia-sia. Kini, Sabrina berhenti dan duduk di samping perempuan yang terbaring kaku tersebut. Sulit baginya menerima ini semua. Tapi kini ia mulai curiga bahwa dirinya memang telah mati dan saat ini ia sendiri adalah roh yang sedang gentayangan. Tapi, itu tidak mungkin kan? Di antara wajah-wajah penuh duka itu, Sabrina melihat Lola beranjak dari sana dan kembali ke kamarnya. Sabrina segera berdiri dan mengikuti saudari tirinya itu. “Lola, aku dengar tadi kamu sedang hamil anaknya Aksa. Itu bohong kan? Kamu dan Mama hanya bercanda kan?” Tapi tentu saja Lola tidak mendengar kata-kata Sabrina. Perempuan itu terus melangkah menaiki tangga, dan berjalan menuju kamarnya. “Lola! Jangan berpura-pura tidak tahu. Tega sekali kalau itu benar-benar terjadi. Kenapa kamu tega mengkhianati aku?” Sabrina terus memberondong saudari tirinya itu dengan pertanyaan. Tapi Lola yang tidak mendengarnya, terus melangkah dan masuk ke dalam kamarnya. Tangannya dengan cepat menutup pintu. Sabrina seketika diam membeku. Ia terkejut karena dirinya baru saja menembus pintu yang ditutup oleh Lola. Apa dirinya memang benar-benar sudah mati? *** Sabrina tidak tahu entah berapa lama ia berdiri di kamar Lola. Saudari tirinya itu bahkan sudah tidur dan tampak nyaman di atas kasur dan selimut hangatnya. Sementara Sabrina sendiri di sini masih berdiri dan belum mampu menerima kenyataan yang kini mulai mengusik benaknya. Lalu, tiba-tiba saja pintu kamar Lola terbuka. Sosok yang sangat Sabrina kenali muncul di sana dan menutup pintu dengan hati-hati, kemudian segera menguncinya. Aksa. Laki-laki itu berjalan menuju tempat tidur Lola, dan duduk di sisi ranjang itu. Melihat sikap ganjil kekasihnya, Sabrina pun langsung melangkah mendekat. Ia melihat Aksa mengusap lengan Lola dengan lembut, hingga akhirnya saudari tirinya itu membuka mata. Lola tampak terkejut, tapi detik berikutnya justru Sabrina yang dibuat terkejut. Lola bangkit dari posisi berbaring, dan langsung melompat ke dalam pelukan Aksa. “Sayang… Kenapa lama sekali nyusul ke sini?” tanya Lola dengan nada manja. “Kamu membunuh Sabrina?” tanya Aksa. Lola mengurai pelukannya dan cemberut melihat Aksa. “Kamu nggak suka? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau Sabrina tidak ada, kamu akan menikahi aku?” “Kamu gila!” desis Aksa marah. “Kenapa kamu membunuhnya?” “Kamu yang gila!” balas Lola marah. “Kamu sendiri yang bilang akan bertanggungjawab untuk anak yang ada di dalam kandunganku ini. Tapi kamu malah ingin menikahi Sabrina.” Aksa tampak panik mendengar suara Lola yang meninggi. “Kecilkan suaramu. Sulit sekali bagiku bisa naik ke sini. Apa kamu ingin kita dipergoki oleh yang lainnya?” “Biar saja. Biar semua orang tahu kalau selama dua tahun ini aku hanya jadi kekasih simpanan kamu. Biar semua orang tahu bahwa sekarang aku sedang mengandung anak kamu!” Lola semakin histeris, dan Aksa yang panik akhirnya memeluk perempuan itu. Sementara di sisi lainnya, Sabrina yang menyaksikan hal tersebut mundur ke dinding karena benar-benar terkejut dengan informasi yang ia dengar barusan. Dua tahun. Lola bilang dia menjadi kekasih simpanan Aksa selama dua tahun. Hubungan Sabrina dan Aksa telah memasuki tahun ke tiganya sekarang. Jadi sejak perayaan tahun pertama hubungan mereka, Aksa sudah mengkhianatinya? Sabrina menatap laki-laki itu dengan tatapan kecewa. Hatinya benar-benar hancur sekarang, mengetahui bahwa laki-laki yang sangat dicintainya ternyata bisa begitu tega mengkhianati kepercayaan yang Sabrina berikan padanya selama ini. Tega sekali Aksa melakukan itu padanya. Selama ini keakraban Lola dan Aksa selalu Sabrina anggap sebagai pertemanan biasa. Ia juga tidak khawatir dengan hubungan mereka karena begitu percaya bahwa Aksa sangat mencintainya, meskipun belakangan ia tahu bahwa ternyata Lola juga menyukai kekasihnya itu. Sabrina yakin mereka berdua tahu batasan dan bisa menjaga hati masing-masing. Tapi ternyata mereka berkhianat. Sabrina tidak tahu bahwa ternyata di belakangnya, Aksa dan Lola melakukan penghiantan tersebut. Bahkan sampai membuat Lola hamil. “Sadarkah kamu apa yang sudah kamu lakukan?” tanya Aksa ketika Lola sudah tampak mulai tenang. “Kamu membunuh saudarimu sendiri hanya karena hal ini.” “Aku tidak punya pilihan. Kamu akan menikahi Sabrina, sementara perutku akan semakin membesar,” kata Lola sambil menangis. “Sekarang katakan pada orangtua kamu bahwa aku akan menggantikan Sabrina di hari pernikahan kalian.” “Lola…” Aksa menatapnya dengan tatapan sedih. “Kenapa? Setelah Sabrina tiada pun kamu tetap tidak ingin bertanggungjawab pada anak ini? Ini anak kamu,” kata Lola dengan air mata bercucuran. “Kalau kamu tidak mau bertanggungjawab, aku sendiri yang akan membongkar hal ini pada kedua orangtua kamu.” Lola menatap Aksa dengan marah, dan seketika turun dari tempat tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN