semakin dekat

2082 Kata
"Undur jadwal penerbangan saya," "Baik kami akan menggantinya" "Oke, Besok siang saya akan langsung terbang, hari ini banyak urusan yang harus saya selesaikan, katakan kepada, Tuan bahwa saya akan datang secepatnya ke london" "Baiklah!" Tit Gadis itu mematika teleponnya dan meninggalkan Rumah sakit itu menuju kediaman Alexander Widya melangkahkan kakinya, kini dia sudah ada di depan gerbang Rumah yang sangat besar, Widya segera menekan tombol bel rumah itu. Tak berapa lama pun terlihat wanita paruh baya membukakan gerbang itu. Bi lastri tersenyum kearah Widya yang dibalas sopan oleh gadis itu "Cari siapa, Non?" "Apakah Valen ada di dalam," tanya Widya to the point. Bi Lastri pun menganggukkan kepalanya dan segera membiarkan Widya masuk Widya berhenti melangkah dan menatap hambar ayunan tua yang terawat itu, Sedikit mengingat masa kecil nya yang menyenangkan disaat mereka tidak mengenal masalah, dan Alen yang masih bisa menjaga mereka dia sedikit sesak saat mengingat kematian Alen yang menurutnya tidak masuk di akal, lamunan Widya terbuyarkan oleh panggilan Valen membuatnya tersenyum kecut menatap Wanita licik yang sudah menghancurkan kebahagian nya Ela, Alen, Gabriel dan Dirinya "Widya!," kejut Valen dan menatap tak suka ke-arah Widya Widya segera melangkahkan kakinya memasuki Rumah besar itu, menghiraukan keterkejutan Valen yang membuat Wanita itu kesal, saat Widya berjalan melewatkan Valen langkahnya terhenti karna Cekalan Tangan Valen kepadanya "Berani-beraninya kau!" Kesal Valen dan mencekram lengan Widya yang dianggap seperti sedang mengelus lengannya karna menurutnya tak ada rasa sakit sedikit pun "Beginikah perlakuan seorang tuan Rumah kepada Tamu nya" Ucap Widya Formal, Valen segera melepaskan Cekraman ditangan Widya dan masuk mendahului Gadis itu yang dibalas senyum sinisnya Widya melanjutkan langkah nya menyusul Valen untuk memasuki Rumah Alexander Gadis itu duduk di sofa bersebrangan dengan Valen, Baru saja Valen membuka mulutnya tapi ucapan Widya mendahuluinya "Apakah anda bisa berhenti menyiksa sahabat saya" ucap Widya to the point dan lagi-lagi dengan bahasa yang Formal "Tidak akan!" Gertak Valen dan menatap sangat tak suka ke arah Widya "Mengapa saya harus berhenti menyiksa seorang pembunuh seperti Adel!" Kesalnya dan berdiri dari tempat duduknya "Beri saya alasan untuk berhenti menyiksa Bocah itu!" Lanjut Valen "Karna saya sudah tidak bisa menjaga Adel lagi" Jawab Widya dengan air muka yang berubah menjadi masam "Bagus, dengan itu dia akan semakin terluka tanpa bantuan dari anda" ucap Valen tanpa rasa iba seorang ibu "Jaga ucapan anda Nyonya Valen Karna kepergian saya akan membawa semua bukti asli Seorang pembunuh yang sebenernya,!" Ucapnya dan berjalan menuju pintu "APA MAKSUD ANDA!" Teriak Valen yang memberhentikan langkah Widya "Kenapa dengan anda? Apa semua ini ada sangkut pautnya dengan anda?" "Jaga ucapan mu bocah, silakhan anda mencari bukti tanpa ingin menjaga Adel karna saya yakin anak itu akan menggantikan nyawa Alen yang sudah dia bunuh!" "Baiklah, jika itu mau anda tapi saya yakin Adel bukan pembunuh yang sebenarnya dan semuanya juga tau bukti itu terlihat sebuah settingan seorang pembunuh yang sebenarnya!" "Cih, Anak kecil yang terlalu percaya diri terlihat lucu di mata saya," Remeh Valen ke Widya, Membuat Widya tersenyum sinis kearah Valen "Kita lihat saja nanti, Kematian Ku atau Pembunuh yang sebenarnya!" Ucapnya dan pergi meninggalkan Kediaman Alexander mengendarai mobilnya melaju kencang setelah kepergian widya, Valen merogoh kantongnya dan menelpon seseorang "Lacak Gabriel dan temukan dia sekarang!" Perintah Valen kepada seseorang disebrang sana Axsa, Ela, Rara, dan Dina masih betah ditempat yang sama bercanda gurau tertawa keras melepaskan semua beban satu persatu yang mereka pikul. Tanpa sadar mereka sedang di awasi. Ela gadis itu menyadari itu, dia sadar bahwa sedari tadi dia di awasi oleh seseorang tetapi Ela tetap diam dan berhati-hati, tanpa memberitahu temannya "Eh, gue punya permainan yang lagi trenn nih!," Ucap Rara semangat "Apa woi apa!" Ucap Dina tak selaw "Gini-gini jadi itu namanya Yhaa Chhalenge nih liat nih!" Ucap Rara sambil menunjukan disebuah Video di Handpone nya Dina, Ela, dan Axsa memperhatikan Video itu dan tak berapa menit pun Mereka tertawa sangat kencang karna lawakan di Video itu yang menurut mereka sangat miris "Gila sih anjir, gue yang pedekate elu yang jadian jadi inget temen gue" Tawa Dina sambil mengembalikan Handpone Rara "Yaudah ayo mulai!" Ucap Axsa tanpa basa basi "Kemaren gue Numbur tembok!" "Terus?!" "TEMBOKNYA YANG BENJOL!" "YHAAA!" Ela tersenyum puas melihat mereka bertiga tertawa yang berarti Yhaa nya tidak garing Terus bergilir berganti yang berhasil membuat mereka tertawa lagi Tanpa sadar Ela melihat sebuah Pistol yang masih samar dipandangannya Gadis itu memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas apakah benar itu Pistol yang mengarah kepadanya, Tanpa sadar Gadis itu sudah mulai pucat pasi saat mengetahui bahwa itu memang pistol yang mengarah kepadanya tapi dimana orang yang memegang pistol itu? Tak berapa lama pun Handpone Ela bunyi menampilkan sebuah notifikasi SMS, Gadis itu segera meraih Handponenya di atas nakas dekat Bankar nya mengambi benda pipih itu sedangkan Axsa cowo itu sedang pamit ke-toilet dan Rara, Dina mereka berdua sedang asyik dengan dunia internet mereka Ela memang Gadis yang pandai menyembunyikan sesuatu sekalipun dia sedang menyembunyikan sesuatu di depan sahabatnya itu Ela membuka Room Chatnya Nomor tidak dikenal Aku tau kau sudah menyadari keberadaan ku, sadarlah pembunuh aku slalu berada di sekitar mu Masih ingat dengan games? Ayolah games baru dimulai aku tidak ingin kau mati tanpa campur tangan dari ku Ela meng-genggam erat Benda pipih itu mengepalkan tangannya diatas seprei tempat tidurnya memindahkan penglihatan matanya ke-arah dimana seseorang sedang mengarahkan pistol itu, tapi Ela kehilangan jejaknya tak ada yang memantau nya lagi. Ela mengedarkan pandangannya dan masih tidak menemukannya Apa katanya? Games oh baiklah aku akan mengikuti games mu pengecut!-batin Ela dan Gadis itu menatap kedua sahabatnya yang masih tak sadar bahwa ada yang mengawasinya Ela pun tersenyum manis menatap kedua sahabatnya dengan mata yang sendu Ela Merindukan Widya lagi. Tiba-tiba Axsa keluar dari Pintu toilet yang sudah disediakan di Kamar Inap Ela "Gimana, udah selesai panggilan alamnya" ucap Ela yang langsung membuat suasana hening kembali tertawa "Eh-guys, makan yuk gue laper" ucap Rara tiba-tiba dan memasukan Handpone nya kedalam sling bag begitu juga dengan Dina dan Axsa pun menyetujuinya disusul dengan Ela "Yaudah sabar gue minta izin Dokter dulu dan ngambil kursi roda"ucap Axsa yang langsung di angguki ketiganya Axsa pun keluar dari kamar inap Ela "La.." panggil Rara sedangkan Gadis yang dipanggil hanya bergumam kecil dengan masih tatapan kosongnya kedepan "Jujur sama kita kenapa semuanya bisa kayak gini?" Tanya Rara lembut yang diangguki keil oleh Dina membuat Ela langsung menoleh ke-arah mereka berdua "Semuanya panjang banget sampe rasanya gue itu..gak kuat lagi" Ela kembali menatap kosong kedepan sedangkan Rara dan Dina memberi Ruang untuk Ela bercerita karna bagaimana pun Rara dan Dina merasa gagal menjadi sahabat Ela melihat kondisi Ela yang seperti ini hati mereka terasa ter-iris ikut merasakan kesakitan yang di-alami Ela "Semuanya ber-awal dari widya yanv pergi" air muka Ela berubah menjadi sendu "Kejiwaan gue kembali datang disaat bingkisan kado yang membuat penyakit itu kembali lagi, dan tiba- tanpa sadar mereka semua berkata bahwa gue Gila" benda krystal bening itu jatuh perlahan dari pelupuk mata ketiga Gadis itu, mereka Bertiga "Dan setelah itu Eca pingsan karna Gue, Dan lagi-lagi mereka bilang gue Gila dan akhirnya dokter cantik itu kembali bawa gue ketempat itu lagi," Ela tersenyum dengan matanya yang menangis Rara dan Dina masih setia mendengar ucapan Ela yang sama sekali tidak mereka ketahui, dengan tangan yang mengenggam Dina dan Rara menahan tangisannya saat melihat sebuah senyum itu terukir di bibir gadis yang slalu mereka sebut sahabatnya "Mungkin tempat itu memang terlihat seperti penjara bagi gue, tapi ditempat itu gue mengerti bahwa penyakit jiwa gue ini harus gue lawan bukan malah lari seolah membiarkan diri gue sendiri seperti gila" "Padahal gue hanya memerlukan Rubik itu, gue tenang saat menyentuh nya gue ngerasa tenang saat menggenggam nya Erat, tapi gue tau gak selamanya gue tergantung oleh Rubik itukan?" "Kalian tau saat dokter cantik itu beri izin gue keluar dari penjara indah itu gue sangat seneng dan gue janji bakalan kembali, gue berusaha nenangin diri gue di sebuah taman dekat situ tapi yang gue dapat seseorang yang memberitahu keberadaan Widya," Ela menengok ke-arah Rara dan Dina membuat mereka berdua segera menghapus air matanya dan tersenyum hangat berdiri menghapiri Ela "Lalu apa yang terjadi" ucap Dina hangat dan menyentuh pelan pipi Ela yang basah dan menghapus air mata gadis itu sedangkan Rara menggenggam tangan Ela yang bebas tanpa infusan berusaha menyalurkan sebuah kekuatan dan seolah mengatakan Ayo jalan terus dibelakang ada kita "Gak tau kenapa rasanya d**a gue sesek, gue segera lari dari taman itu menuju bandara diman widya berada tapi sekali lagi karna kecerobohan gue, tiba-tiba rasanya badan gue terasa terbang jauh dan rasa sesak itu hilang digantikan dengan rasa ngilu disekujur badan, dan lagi-lagi kegelapan nyerang gue hiks.. gue... ngerasa kalo gue udah mati..hiks gue seneng karna hah mata ini gak bisa terbuka hah tapi gue hiks gue.." "Udah-udah gak usah dilanjutin kita udah paham kok" "Tapi ngerasa sesak lagi karna.. hikshiks... lagi-lagi monster itu hiks bilang kalo gue anak..hiks gue denger percakap mereka meskipun mata ini tertutup hiks dia bilang gue nyusahin dan hiks..!" Ela emosional. Rara dan Dina segera memeluk gadis itu menenangkan tangisannya mereka berdua menahan kuat-kuat untuk tidak ikut menangis "Udah ya stop la, jangan keluarin air mata lo buat hal yang gak penting La inget, ginjal lo lebih memerlukan air putih bukan air mata, menangislah tapi lo gak pantas buat terpuruk kayak gini!" "Jangan takut kita ada dibelakang lo kita siap bantu lo bangun disaat lo jatuh, dan tolong berhenti lah untuk merasa sendiri" Mereka bertiga pun berpeluk seolah tak ingin kehilangan salah satu dari mereka lagi Tiba-tiba Pintu terbuka menampilkan Axsa dan suster yang membawa kursi Roda, Axsa sedikit kaget saat melihat mata Ela sembab begitu juga dengan kedua temannya melihat mereka berpelukan dengan mata yang sedikit sembab membuat Axsa bingung begitu juga dengan suster disebelahnya Axsa berjalan dengan mendorong kursi roda itu menuju bankar Ela "Kenapa ini kok kalian.,?" Axsa bingung layaknya orang paling bodoh karna tak mengerti suasana macam apa ini "Ini nih tadi si Rara minta nonton Drakor yang belum sempet kita orang tamatin dan tenyata akhirnya Sad Ending jadi yauda gini deh pada mewek," ucap Ela sambil menunjukan Handpone ditangannya dan diangguki oleh Rara dan Dina Sedangkan Axsa hanya ber-oh ria mempercayai ucapan bohong dari Ela, yang langsung membuat ketiga gadis itu terkekeh "Dasar Drama queen tukang tipu!" Ketus Rara yang membuat tawa dina pecah Ela pun terkekeh Mereka membantu Ela untuk duduk dikursi roda itu "Kok Masnya Bloon yah," canda suster itu karna dia tau Ela berbohong melihat Handpone yang ditunjukan Ela mati tanpa ada menunjukan Drakor tapi Axsa malah percaya-percaya aja Axsa mendorong kursi Roda Ela diikuti oleh Rara dan Dina "Suster nya ngeselin ya ngatain gue bloon," dumel Axsa "Karna lo itu memang bloon!" Gemas Rara "Eits, bloon-bloon gini kesayangan Ela lo Ra awas tuh ntar lo diterkam macan betino gara-gara ngatain jantannya" dan pecah meskipun terdengar tidak lucu tapi mereka tertawa Humor nya Rendah Tanpa sadar sedari tadi orang yang mengawasi itu masi ditempat yang sama menatap benci kearah gadis yang duduk santai dikursi Roda dengan senyum yang merekah "Gue benci liat senyum itu, memukkan" "Jadi kita harus apa lagi semakin kesini semakin banyak yang menjaganya" ucap gadis lain kepada gadis yang lebih tua darinya "Semakin banyak juga yang membencinya kita lihat nanti nyawa siapa duluan yang akan menggantikan kesakitan ini!" Senyum sinis itu terukir sangat mengerikan dan mereka berdua pun meninggalkan tempat persembunyiannya "Dok, dokter yakin gak tau dimana kak Ela?!" Ini pertanyaan yang kelima kali yang ditanya Oleh Raka kepada dr. Karla, wanita itu pun menghela napasnya menghadapi kekeras kepalaan seorang Raka "Ela pamit keluar tapi dia gak balik lagi, saya sudah mengabarkan Ny. Alexander dan dia mengatakan Ela baik-baik saja dan saya pikir Ela ada bersamanya,!" Dan ini jawaban ketiga kalinya juga dari Dokter Karla Raka pun segera bangun tapi cekalan dari dr. Karla membuatnya harus menantap wanita itu lagi "Saya berharap banyak kepadamu, tapi ucapan kamu kemarin terlalu jahat untuk Ela yang sudah sangat Tertekan," "Ela tidak gila, saya tau dan saya sudah memberitahu keluarga Alexander tetapi tak ada yang percaya kepada saya Ela hanya mengidap penyakit Capgras delusion mereka yang mengidap penyakit ini merasa bahwa anggota keluarga dan yang lainnya telah digantikan oleh orang lain dan saya melihat penyebabnya ada di keluarga kalian sendiri jadi saya berharap kepada kamu untuk melindungi Ela dan buat dia percaya bahwa kamu adalah anggota keluarganya dan beri dia perhatian lebih dengan itu Ela bisa sembuh dari penyakit gangguan mental ini, " ucap dr. Karla dan tersenyum hangat "Terimakasih, telah mempercayai saya," lalu Raka pergi dari tempat itu menuju Rumah nya untuk menemui Valen mamahnya menanyakan keberadaan Ela
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN