Dapet Brondong!

1041 Kata
Kepulangan bibi Anggi, menjadi pertanyaan besar bagi Sherly. Ia merasa aneh karena wanita itu memberinya uang jajan. Padahal ia sudah menolak karena merasa terlalu besar untuk diberi uang jajan. "Pa, ini kebanyakan. Aku malu lah, udah besar juga." "Enggak apa-apa. Lagian kan bibi Anggi jarang ke sini, kapan-kapan kita ke Jogja sekalian jenguk kakek. Kamu libur ngajar kapan?" Sherly menerawang sebentar, menghitung hati liburnya. Ia tahu kalau pekerjaannya tak benar-benar menyita waktu, hanya empat kali dalam seminggu. Beruntung pihak sekolah memang memberikan gaji yang lumayan karena tidak semua orang sanggup berhadapan dengan anak-anak berkebutuhan khusus. "Dua hari lagi aku libur Pa, ini kan hari Rabu. Mungkin jum'at sore aku udah gak ada jadwal. Papa sendiri emang bisa kosongin kerjaan?" Aneh, gak biasanya papanya ngajakin berkunjung ke Gunungkidul. Terlebih bukan tahun baru dan lebaran. Ada apakah gerangan? "Soal itu gampang. Kita berangkat setelah kamu pulang. Nginap di sana dua hari, jangan lupa bawa baju ganti." "Oke, Pa. Itu mah gampang!" *** Sesuai jadwal yang sudah direncanakan, Sherly sekeluarga pergi ke Gunungkidul.Hanya memakan waktu satu jam saja dari daerah Sleman. Ia rindu suasana pantai Wohkudu, bising ombak saat malam hari dan anak-anak nelayan yang sering mengumpulkan kerang ataupun bulu babi. Rumah kakek-neneknya masih sama seperti dulu, berpagar bata dingin dan teduh. Meskipun berada di dekat pesisir, tapi Sherly sangat nyaman berada di sana. "Assalamualaikum," ucapnya bersamaan dengan papa, mama, juga kak Sandy. "Waalaikumsalam. Ah, akhirnya kamu ke sini juga, Lan. Rindu aku," ungkap Sarah. Wulan menyalami kedua orang tuanya, memeluk tubuh yang usianya sudah renta begitu pun dengan suami dan anak-anaknya. Lagi-lagi ada bibi Anggi di sini, bersama Yoga, paman Danu juga kakek Bram. Kumpulan keluarga atau bagaimana? Pikir Sherly. Wulan dan Anggi sudah sibuk di dapur, menyiapkan makanan yang tadi sudah dimasak oleh Anggi. Ia sengaja datang lebih awal untuk menyambut calon besannya, tak menyangka hari ini akan datang juga. Beda dengan yang lainnya, Sherly hanya terpaku dengan ponsel genggamnya. Hati memang tak bisa dibohongi, ia tetap menjelajahi media Bimo. Entah dari f*******:, whatsaap dan juga i********:. Sampai hari ini, Sherly memang sengaja menghilang dari hidup Bimo. Belum ada kata putus di antara mereka tapi sudah jelas perempuan itu tak rela dibohongi. "Nunggu chat dari siapa sih?" tanya Yoga. Baginya, ia tak ingin Sherly jatuh dalam pelukan pria yang salah. Jangan sampai pokoknya. "Enggak nunggu siapa-siapa kok. Kamu kuliah di Jakarta ambil jurusan apa, Dek?" Ah, panggilan itu. Panggilan yang dianggap Yoga meremehkan. Ia tahu, usianya memang jauh lebih muda daripada Sherly, tapi rasanya gak rela aja gitu dipanggil 'Dek' oleh perempuan yang disukainya. Dedek-dedek gemes gitu ceritanya? "Jurusan pariwisata, Universitas Indonesia. Kenapa?" "Enggak apa-apa sih, tanya aja. Keren ih kuliah di ibu kota, kamu pasti famous di sana, banyak pacarnya." Yoga menggeleng, merapatkan badannya pada tembok dan menatap anak-anak yang bermain di pesisir. "Enggak juga, satu aja enggak punya. Prinsipku satu perempuan aja di hidupku, sehidup semati." Brondong tampan itu sengaja mengatakan hal itu agar Sherly terpancing dengan perkataannya. Siapa tahu mengatakan hal-hal manis sanggup membuat Sherly diabetes cinta. Siapa tahu kan? "Jaman sekarang jarang ada yang setia, Dek. Buktinya Kakak aja selalu bermasalah dengan pasanganku, padahal udah dibaikin masih aja dikecewain," Sherly mengambil napas panjang. Curhat dadakan pun dimulai. "Berarti yang bermasalah adalah pasangan kamu. Kalau pilih pacar tuh gak cuma yang bisa diajak jalan-jalan, nonton sama makan aja, Sherly. Tapi yang gentleman di depan orang tua." Dahi Sherly mengkerut penuh tanya. Kenapa Yoga memanggilnya hanya nama saja? "Kamu manggil aku Sherly?" "Iya, kenapa? Umur kita cuma selisih dua tahun kan? Bukan masalah besar aku manggil kamu nama saja, toh sebentar lagi kamu akan terbiasa mendengarnya." "Maksudnya?" "Tunggu saja nanti, kamu akan tahu sendiri, Sher. Aku masuk dulu ya, sepertinya ibu butuh bantuan ku untuk mengangkat nasi." Sherly hanya mengangkat bahu saja dan membiarkan Yoga masuk ke dalam. Ia masih menunggu sampai mamanya memanggil namanya untuk makan bersama keluarga besar. Sambil menunggu, ia pun menatap pantai yang memang selalu sepi, lalu berfoto selfi. Mengarahkan kamera, membidik gambar dan melakukan swa foto sebanyak-banyaknya. "Sher, ayo makan! Dicariin kakek dari tadi!" titah sang mama. *** Pucuk dicinta ulam pun tiba. Usai makan bersama, Yoga menunggu kakek Atmaja untuk membicarakan tentang perjodohannya dengan Sherly. Ia tak sabar melihat bagaimana respon perempuan itu menanggapinya, ia pun tahu pasti kalau Sherly akan langsung menolak karena sama sekali tidak memiliki perasaan dengannya. "Sher, udah punya pacar?" tanya sang kakek. Sherly menggeleng, menoleh sebentar ke arah Atmaja dan kembali sibuk dengan ponselnya. Sedangkan yang lainnya seperti tak sabar dengan pembahasan selanjutnya. "Memangnya kenapa Kakek tiba-tiba bertanya tentang pacar Sherly?" "Tidak apa-apa. Hanya bertanya saja, kalau punya segera putuskan ya. Soalnya Kakek mau menjodohkan kamu dengan seseorang." ucap Atmaja. Kali ini Sherly tak lagi terpaku pada ponselnya. Matanya langsung membola dan melihat ke seluruh orang yang hanya menatapnya. Duh, kayak di sidang aja deh. "Perjodohan? Aku dijodohkan, Ma? Kok Aku nggak tahu? Kan ada Kak Sandy yang lebih tua dariku harusnya dia dulu dong yang nikah bukan aku." Hello! Demi duyung di laut, sekarang bukan jamannya Siti Nurbaya, Siti Nurhalizah dan Siti Siti lainnya. Sherly bahkan tak mau melanjutkan pembahasan tentang perjodohan yang dibicarakan kakeknya. "Sher, kamu kenal baik dengan orangnya. Dia pria yang sangat bertanggungjawab, cerdas, penurut dan juga tidak neko-neko." Dipuji terlalu tinggi, Yoga yakin sekarang tubuhnya sudah melayang ke angkasa. Ia memang pria yang sangat dianghap baik oleh kakek Atmaja. Sherly membuang muka. Dari dulu ia pernah berbicara dengan mama dan papanya untuk tak mengungkit tentang perjodohan lagi. Mau kenal orangnya kek, Sherly tak peduli. Ia hanya ingin menikah dengan orang yang dicintainya. Titik gak pakai koma, apalagi tanda seru! "Ma, belain aku dong. Pa! Kak Sandy!" "Kami setuju kok," jawab mereka kompak. "Apa? Siapa sih orangnya yang mau dijodohkan denganku, Kek? Aku tuh orangnya gak suka diatur, nggak pernah bisa bangun pagi. Masak cuma bisa telur goreng itu pun harus pakai helm. Ya kan, Ma? Aku tuh belum siap nikah, Kek. Kasihan yang jadi suami aku entar.." Sherly sengaja menjelek-jelekkan diri sendiri agar kakeknya berpikir panjang untuk tak melanjutkan perjodohan. "Kalau soal itu sih tidak masalah. Yoga pasti akan membimbing kamu untuk menjadi perempuan yang kuat dan bisa diandalkan. Bukan begitu, Yoga?" Yoga? Maksudnya Sherly akan dijodohkan dengan Yoga? Pria yang lebih muda darinya 2 tahun. Masa harus menikah dengan brondong? Apa kata dunia?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN