Sudah satu minggu Selly bekerja sebagai asisten Lori. Selly benar-benar ingin menerkam Lori karena pria itu menguras semua tenaganya dan memanfaatkan Selly sebaik-baiknnya seseorang memanfaatkan sesuatu.
Ponsel Selly berbunyi nyaring saat kantuk masih menguasai dirinya. Tangannya meraba-raba ke nakas kecil yang ada di samping tempat tidur dengan kasur kerasnya itu.
“Aduuuuh.” Selly mengeluh karena seseorang menghubunginya saat ia tengah tertidur pulas di hari liburnya bekerja.
“Hmm? Hallo?” Dengan mata yang masih terpejam, Selly mengangkat panggilan itu dan menempelkan ponselnya pada telinganya.
“Kamu dimana, Sel? Kepala aku sakit banget. Aku masih hangover. Semalem Keira ngajak minum. Aku lupa kalo hari ini harus ngerias klien.” Suara panik Lori menyapa telinga Selly. Suara pria itu tak kalah seraknya dengan Selly yang masih setengah sadar itu.
“Aku kan libur,” jawab Selly. Matanya semakin terpejam erat. Hampir saja ponsel yang ada di tangannya itu terjatuh jika kalimat Lori tidak menarik paksa kesadarannya.
“Aku bakalan bilang ke Keira kalo kamu juga bisa ngerias orang. Dia pasti dengerin aku. Makanya, please …. bantu aku hari ini. Aku bakal kasih kamu bayaran hari ini juga, deh. Aku enggak mau Keira marah karena klien komplen ke dia.” Bukan Lori yang memohon yang menarik kesadaran Selly, tetapi janji pria itu untuk memberitahu Keira tentang keahliannya lah yang membuat Selly masuk ke dalam kesadaran penuhnya.
“Tapi … aku enggak punya kosmetik buat ngerias klien. Kamu mau aku ambil Beauty Case di salon?” tanya Selly setelah kepala cerdasnya itu memikirkan hal tersebut.
“Kamu tunggu di deket salon. Nanti ada orang yang jemput kamu. Dia bakal ngebawain Beauty Case dan nganter kamu ke venue acara. Oke?” Selly pun menyetujui rencana Lori.
Setelah memutuskan panggilan dari Lori, Selly melompat turun dari atas kasurnya. Gadis itu cepat-cepat membersihkan dirinya di kamar mandi kecil berukuran satu kali satu meter yang ada di pojok kamarnya itu.
Lori tidak bohong saat pria itu mengatakan akan ada orang yang datang menjemput Selly tak jauh dari Nora Salon. Selly pun segera masuk ke dalam mobil yang menjemputnya itu setelah orang suruhan Lori menurunkan kaca jendela mobilnya dan menyuruh Selly untuk masuk.
“Beauty Case ada di belakang,” ujar pria itu saat Selly duduk di kursi penumpang yang ada di sebelahnya. Pria itu pun menjalankan mobilnya setelah memastikan Selly sudah menutup pintu mobilnya.
Sepanjang perjalanan mereka habiskan dengan keheningan. Baik Selly atau pria itu, tak ada satu pun yang berbicara. Selly yang biasanya banyak omong itu memilih untuk menutup rapat mulutnya saat ia menyadari aura tak bersahabat dari pria yang mengantarnya itu.
“Udah sampe.” Pria itu menginjak pedal rem mobilnya setelah mobilnya berbelok masuk ke sebuah Villa mewah.
“Makasih,” ujar Selly saat ia mengambil Beauty Case dan hendak turun dari mobil pria itu.
“Gue pacarnya Lori. Jangan terlalu deket sama dia,” ujar pria itu.
Selly sama sekali tidak terkejut mendengarnya. Aura tidak bersahabat milih pria itu sudah Selly tafsirkan artinya sedari ia menyadari aura itu. Pria itu cemburu pada Selly dan takut jika Lori akan kembali menyukai perempuan.
“Pacar gue juga cewek. Tenang aja.” Ucapan Selly membuat pria itu tercengang. Ia terkejut dan percaya karena Selly berbicara dengan nada super santainya itu. “Makasih udah nganterin gue kesini.”
Selly pun turun dari mobil pria itu setelah menahan tawanya mati-matian. Wajah terkejut pria itu masih terlihat jelas di kepalanya. Selly hanya berbohong dan pria itu mempercayainya. Selly tidak memiliki pilihan lain karena ia tak ingin memiliki masalah dengan siapa pun.
“Anda mau kemana?” Seorang pria berbadan besar menghampiri Selly.
“Saya perias pengantin dari Nora Salon,” jawab Selly sambil mengangkat Beauty Case yang ia bawa.
“Boleh saya liat?” tanya pria itu.
“Silahkan.” Selly menyodorkan Beauty Case yang ia bawa itu.
“Ayo,” ajak pria itu setelah selesai memeriksa Beauty Case yang Selly bawa dan memastikan jika Selly tidak membawa sesuatu yang aneh.
Selly berjalan mengekor di belakang pria itu. Matanya tak bisa berhenti untuk takjub dengan interior dan exterior yang dimiliki Villa itu saat ia berjalan masuk ke dalamnya.
“Disini.” Pria itu membukakan sebuah pintu ruangan untuk Selly. “Mempelai wanitanya belum datang. Tunggu disini.”
“Oke.” Selly mengangguk-anggukan kepalanya menuruti perintah pria itu. Pria itu pun berjalan meninggalkannya sendiri di ruangan itu.
Selly masuk dan menutup pintu ruangannya. Matanya memandang ke penjuru ruangan itu yang ternyata adalah sebuah kamar tidur. b****g nakalnya itu mencoba menduduki tepi kasur berukuran Queen Size yang ada di dalam kamar itu.
“Eh? Kok empuk?” Selly bertanya pada dirinya sendiri sebelum memundurkan bokongnya. Gadis itu menggerakan-gerakan tubuhnya untuk memastikan keempukan dari kasur yang tengah ia duduki itu.
Sudah hampir lima belas menit Selly berada di dalam sana namun mempelai wanita yang hendak ia rias itu tak kunjung datang. Mata Selly tak sengaja menatap sebuah gaun pengantin berwarna putih pada sebuah manekin yang berada di pojok kamar tidur itu. Selly bangkit dari duduknya dan menghampiri gaun itu. Tangannya bergerak menyentuh permukaan gaun yang lembut itu. Selly berani bertaruh jika gaun itu terbuat dari sutera mahal.
“Apa gue bisa nikah pake gaun kayak gini?” ujar Selly tanpa sadar.
“Selly! Lo halu banget, sih?!” Selly menertawakan dirinya sendiri. Menurut Selly, seseorang seperti dirinya yang berkecimpung di dunia malam mana mungkin bisa mengenakan gaun seperti itu di pernikahannya.
Selly pun berjalan menjauh dari gaun itu. Selly memilih untuk membuka Beauty Case yang ia bawa dan memastikan jika semua yang ia butuhkan berada di dalam sana.
Selly membuka Beauty Case itu. Matanya berbinar seolah yang tengah ia buka adalah kotak harta karun. Berbagai jenis kosmetik mahal berderet dengan rapi di dalam sana.
Selly tidak bodoh. Gadis itu cukup mengenal brand-brand kosmetik mahal karena kebiasaannya menonton siaran Youtube dari Beauty Vlogger terkenal. Gadis itu bahkan sampai tahu jika sebotol foundation bisa memiliki harga yang cukup untuknya membayar uang sewa kos selama dua bulan.
Sebuah senyum tercetak di wajah Selly. Tidak akan ada yang tahu jika ia mencoba sedikit kosmetik-kosmetik mahal itu. Gadis itu benar-benar bersemangat saat memulai aksinya untuk merias dirinya sendiri.
“Wow! Gue jadi seribu kali lipet lebih cantik!” puji Selly pada hasil riasannya sendiri.
Tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka. Alangkah terkejutnya Selly saat ia kembali bertemu dengan pria yang menabraknya waktu itu. Pria yang memberinya kartu nama. Gabriel Auriga, CEO dari Cygnus Alpha Company.
“Dimana mempelai wanitanya?” Gabe masuk ke ruangan khusus mempelai wanita setelah ia menunggu cukup lama di altar.
“Lho? Saya juga sedang menunggu, Pak,” jawab Selly dalam kebingungannya.
“Kemana sih, tuh cewek?!” Gabe terlihat frustasi sekarang. Tak sengaja pria itu melihat ke arah Selly. “Kamu mau nikah sama saya?”
“Ihhh! Gila, ya?!” Selly bergedik ngeri.
“Saya bakalan kasih kamu apa aja yang kamu mau. Uang, berlian, apa pun itu. Saya harus nikah sekarang juga.” Gabe terlihat memohon.
Selly menimbang-nimbang, haruskah ia menerima tawaran itu?
*****